IPTEK

Nomenklatur Berubah di Tengah Jalan, Proyek SD Merangin Terancam Gagal

×

Nomenklatur Berubah di Tengah Jalan, Proyek SD Merangin Terancam Gagal

Sebarkan artikel ini

JAMBIDAILY. COM– Sejumlah proyek pembangunan sekolah dasar (SD) di Kabupaten Merangin tahun anggaran 2025 terancam tidak bisa dilaksanakan. Persoalan utama bukan semata pada pelaksanaan teknis di lapangan, melainkan akibat perubahan nomenklatur organisasi perangkat daerah (OPD) yang dilakukan di tahun anggaran berjalan.

Perubahan nomenklatur ini menimbulkan implikasi serius terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran. Sebelumnya, urusan pendidikan dasar ditangani oleh Bidang SD dan Bidang SMP di Dinas Pendidikan. Namun, sejak perubahan nomenklatur berlaku, fungsi tersebut beralih ke bidang baru, yakni Bidang Sarana dan Prasarana (Sapras).

Secara aturan, perubahan nomenklatur memang dimungkinkan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, PP No. 18 Tahun 2016, serta Permendagri No. 90 Tahun 2019 jo. Kepmendagri 050-5889/2021. Namun, penerapannya di tahun berjalan harus melalui mekanisme Perubahan RKPD, Perubahan KUA-PPAS, dan Perubahan APBD (P-APBD). Tanpa mekanisme itu, nomenklatur baru tidak bisa langsung digunakan untuk penganggaran.

Akibatnya, seluruh program yang sudah dirancang dengan nomenklatur lama menjadi tidak bisa dieksekusi sebelum dokumen anggaran disesuaikan. Proyek pembangunan gedung SD yang seharusnya dilaksanakan sejak APBD murni akhirnya ditunda dan dimasukkan dalam APBD Perubahan.

Keterlambatan ini semakin parah karena evaluasi APBD-P oleh Pemerintah Provinsi Jambi juga molor. Evaluasi yang lambat mengakibatkan penetapan APBD-P menjadi Perda ikut tertunda. Dampaknya, BPKAD Merangin pun tidak bisa segera menetapkan SK Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Tanpa SK tersebut, kegiatan tidak bisa dijalankan karena tidak memiliki dasar hukum pelaksanaan.

Selain persoalan nomenklatur dan dokumen anggaran, terdapat pula kesalahan teknis lainnya yang memperumit situasi. Misalnya, dalam proses pembukaan rekening kegiatan, ditemukan bahwa nama rekening yang digunakan salah. Rekening yang terdaftar berbunyi “Pembangunan Gedung Kantor”, padahal seharusnya “Pembangunan Gedung Sekolah”.

Kesalahan ini tidak bisa diabaikan, karena penamaan rekening harus sesuai dengan jenis aset yang akan dihasilkan. Aturan ini penting untuk menjamin ketepatan pencatatan aset daerah dan akuntabilitas keuangan.

Tak hanya itu, ditemukan pula masalah dalam penulisan nama sekolah di dokumen pengajuan. Beberapa kegiatan masih menggunakan format lama seperti “SD Negeri 1”, padahal berdasarkan regulasi terbaru dari Kementerian Pendidikan, penomoran sekolah minimal harus tiga digit, misalnya “SD Negeri 001”.

Berbagai kendala administratif tersebut menyebabkan proses pengajuan kegiatan menjadi tertunda, sementara waktu pelaksanaan kian sempit.

Padahal, proyek-proyek ini sebelumnya telah direncanakan masuk APBD murni dan menjadi bagian dari program efisiensi anggaran. Namun karena banyaknya revisi, koreksi, dan penyesuaian akibat perubahan nomenklatur, kegiatan baru bisa dialokasikan dalam APBD Perubahan.

Dengan sisa waktu anggaran yang semakin pendek, muncul kekhawatiran kuat bahwa proyek-proyek tersebut akan sulit direalisasikan tahun ini.

Situasi ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah untuk lebih berhati-hati dalam melakukan perubahan nomenklatur dan memastikan sinkronisasi antara dokumen perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan di lapangan.(nzr)