JURNAL PUBLIK

2070: Islam Kiblat Kebangkitan Peradaban Dunia

×

2070: Islam Kiblat Kebangkitan Peradaban Dunia

Sebarkan artikel ini

Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd (Ketua ICMI Orwil Jambi)

A. Prediksi Kiblat Kebangkitan Peradaban Dunia

Prof. Jimly Assidiqi, ketua umum icmi periode 2016-2021, mengungkapkan
Prediksi para pakar, bahwa Islam akan menjadi kiblat kebangkitan peradaban dunia pada tahun 2070 berakar pada dua pilar utama: fakta demografi dan filosofi keilmuan Islam. Prediksi ini bukan sekadar optimisme, melainkan proyeksi berbasis data dan refleksi filosofis terhadap kegagalan model peradaban Barat yang berbasis sekuler.

Frasa “Islam sebagai kiblat peradaban dunia”, adalah interpretasi kualitatif dan aspiratif, yang sering diucapkan oleh tokoh Muslim, seperti Prof. Nasaruddin Umar, yang sering menyebut Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dan paling aman, sangat memungkinkan sebagai kiblat kebangkitan peradaban dunia.
​Kegagalan peradaban yang didominasi oleh ilmu pengetahuan tanpa kompas moral (IMTAK) telah memicu krisis ekologis, ketidakadilan sosial, dan konflik. Sebagaimana diperingatkan oleh Nasr (1993, h. 187), pemisahan ilmu dari sumber sakral telah membawa kehancuran moral.

Islam menawarkan kerangka Tauhid yang mengintegrasikan sains dan etika, menciptakan solusi peradaban yang berkelanjutan (sustainable).

​Faktor kunci pendukung adalah Pertumbuhan Demografi yang masif. Proyeksi ini termuat dalam laporan Pew Research Center yang menjadi basis teori di Poin B.

Pertumbuhan ini didorong oleh tingkat kesuburan Muslim yang lebih tinggi (rata-rata 3,1 anak per wanita) dan populasi Muslim yang relatif muda (Khan, 2021, h. 5).

Secara kualitatif, Industri Halal global juga tumbuh pesat, menunjukkan kemampuan ekonomi Islam untuk menciptakan niche global yang unik (Yasin & Hamid, 2023, h. 992).

B. Teori Kebangkitan Peradaban Islam: Telaah Proyeksi Demografi Pew

​Teori kebangkitan peradaban Islam pada 2070 didasarkan pada proyeksi demografi global yang diterbitkan oleh Pew Research Center (2015, h. 12), yang menyatakan bahwa populasi Muslim akan menyamai Kristen sekitar tahun tersebut.

Kebangkitan ini bergerak melalui tahapan yang didorong oleh differential growth rates (tingkat pertumbuhan yang berbeda) dan implikasi sosiologisnya:

Tahapan Kebangkitan:

Tahap 1 (2010–2030): The Youth Bulge dan Kekuatan Pasar. Fase ini ditandai oleh dominasi populasi muda Muslim.

Dengan usia rata-rata yang lebih rendah, kelompok ini memasuki usia produktif dan usia subur, yang secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi syariah, permintaan akan produk halal, dan inovasi berbasis nilai.

Di sini, potensi kuantitas mulai diterjemahkan menjadi kekuatan konsumsi dan kreativitas.

​Tahap 2 (2030–2050): The Near Parity dan Pergeseran Geopolitik.

Pada fase ini, populasi Muslim diprediksi nyaris menyamai Kristen.
Peningkatan kuantitas ini memaksa pergeseran geopolitik dan sosial.

Komunitas Muslim di Barat (Eropa/Amerika) mencapai massa kritis, menuntut pengakuan yang lebih besar, dan berkontribusi signifikan pada budaya dan politik lokal.

Tantangan Ulul Ilmi dalam fase ini adalah menanamkan etika Islam yang moderat di tengah keragaman.

Tahap 3 (2050–2070): The Equivalence dan Kepemimpinan Peradaban.

Puncak tahapan ini adalah ketika kedua agama diproyeksikan setara secara demografi.

Keseimbangan kuantitas ini menempatkan tanggung jawab moral yang besar di pundak Muslim.

Kebangkitan peradaban menuntut pengaktifan Ulul Al-Bab (daya pikir) untuk memimpin solusi global dan Ulun Naha (akal sehat) untuk memastikan kepemimpinan tersebut adil, damai, dan menghindari konflik yang didorong oleh dominasi angka.

​Dengan demikian, teori ini menegaskan bahwa kuantitas adalah prasyarat, tetapi kualitas (IMTAK dan Ulul Al-Bab) adalah penentu apakah Islam akan menjadi kiblat peradaban yang berkesinambungan.

​Berdasarkan proyeksi demografi dari Pew Research Cente Tahun 2070-2100:

1. Jumlah Penduduk Islam Dunia

Diproyeksikan sekitar 3,2 Miliar (berdasarkan asumsi total populasi global di kisaran 10 Miliar dan pangsa 32%.)

2. Persentase Islam: Diproyeksikan sekitar 32% dari total populasi dunia, setara dengan persentase populasi Kristen.

3. Tahun 2100 diprediksi oleh Few Centre, Islam diprediksi melebihi dari jumlah populasi kristen dunia yakni 34%.

C. Indikator Islam Kiblat Kebangkitan Peradaban Dunia

​Kebangkitan 2070 akan terwujud melalui indikator-indikator multidimensi yang melampaui statistik:

1. ​Kepemimpinan Inovasi Digital Beretika: Terciptanya ekosistem Karya Inovasi Spesifik yang mengintegrasikan IPTEK dan IMTAK. Contohnya adalah pengembangan Platform Fintech Zakat/Wakaf Berbasis AI yang transparan dan tepat sasaran (Adnan, 2022, h. 125), serta Sistem Halal Traceability berbasis blockchain yang menjamin integritas produk halal global (Mustafa et al., 2024, h. 505).

2. ​Resolusi Krisis Ekologis Global: Kebangkitan peradaban ditandai dengan kemampuan memimpin solusi krisis iklim. Hal ini terwujud dalam pengembangan Pertanian Presisi Syariah (Agritech Halal) yang berlandaskan etika konservasi Islami, sejalan dengan konsep Ayat Kauniyah (Muhdi, 2025, h. 45).

3. ​Keadilan Sosial dan Inclusive Innovation: Peradaban baru harus mampu menghapus kesenjangan digital (digital divide). Indikatornya adalah keberhasilan Hijrah Teknologi yang memberdayatkan masyarakat akar rumput, di mana teknologi yang diciptakan mampu mengurangi kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan merata (Hasan & Aziz, 2024, h. 215).

​D. Indonesia Entitas Strategis Kiblat Kebangkitan Islam Dunia

Indonesia, sebagai negara Muslim terbesar dengan tradisi demokrasi dan moderasi yang kuat, memegang peran sentral dalam mewujudkan prediksi kebangkitan 2070.

1. ​Laboratorium Moderasi Islam: Indonesia adalah contoh nyata keberhasilan Ulun Naha di tingkat negara. Indonesia mampu menyajikan Islam yang damai, toleran, dan adaptif di tengah pluralitas. Model Islam Nusantara ini menjadi role model yang sangat dibutuhkan dunia dalam menghadapi konflik identitas dan ekstremisme.

2. ​Basis Ekonomi Digital Syariah Terbesar: Indonesia memiliki potensi ekonomi digital dan industri halal yang luar biasa. Dukungan dari organisasi cendekiawan seperti ICMI dalam menciptakan inkubator Fintech Syariah dan akselerator Halal Traceability akan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama pasar halal global.

3. Kepemimpinan Intelektual Ulul Al-Bab: ICMI memiliki tanggung jawab untuk menjadi motor riset global yang menghasilkan inovasi orisinal berbasis nilai. Ini adalah tugas nyata untuk mengubah Indonesia dari konsumen menjadi Produsen Inovasi Syariah (Produsen Solusi Beretika).

E. Penutup

​Prediksi Islam 2070 sebagai kiblat kebangkitan peradaban dunia bukan takdir pasif, melainkan mandat peradaban yang menuntut kerja keras, intelektualitas, dan integritas.

Kebangkitan ini harus berlandaskan integritas tiga pilar: Ulul Ilmi, Ulul Al-Bab, dan Ulun Naha.

Indonesia, dengan kekuatan demografi, moderasi, dan potensi ekonominya, adalah entitas strategis yang ditakdirkan memimpin transformasi ini.

Melalui aksi nyata dalam inovasi IPTEK yang beretika IMTAK, ICMI harus menjadi lokomotif yang mengantar Indonesia dan dunia Islam menuju era keemasan yang baru.

​Referensi:
1. Adnan, M. (2022). Closing the digital divide: The role of Islamic social finance. Journal of Islamic Economics and Finance, 6(1), 120–135.
2. ​Al-Faruqi, I. R. (1982). Islamization of Knowledge: General Principles and Work Plan. IIIT. [Halaman 10] (Inggris)
3. Bakar, O. (1999). The Classification of Knowledge in Islam. Islamic Texts Society. [Halaman 50] (Inggris)
4. Hasan, S., & Aziz, M. (2024). Technology adoption for poverty reduction in Muslim majority countries. Asian Economic Review, 16(2), 210–225. (Inggris)
5. ​Ibn Khaldun, A. A. (1377/2005). Al-Muqaddimah. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. [Halaman 250] (Inggris/Arab Klasik)
6. Ibn Rushd, M. A. (1190/2003). Fasl al-Maqal wa Taqrir ma bayn al-Shari’ah wa al-Hikmah min al-Ittisal. Dar al-Nashr. [Halaman 34] (Inggris/Arab Klasik)
7. ​Khan, M. A. (2021). Human capital development and Islamic ethics in the age of AI. Journal of Islamic Business and Management, 11(1), 1–18. [Halaman 5] (Inggris)
8. ​Muhdi, H. (2025). Digitalisasi Pertanian berbasis Nilai Syariah: Solusi Kesejahteraan Petani. Jurnal Ekonomi Syariah dan Digital, 4(1), 40–55. [Halaman 45]
9. ​Mustafa, I., Sari, N., & Anwar, F. (2024). Digital Marketing Adoption for Halal UMKM in Indonesia. Journal of Islamic Marketing, 15(3), 500–515. [Halaman 505] (Inggris)
10. ​Nasr, S. H. (1993). Knowledge and the Sacred. State University of New York Press. [Halaman 187] (Inggris)
11. ​Pew Research Center. (2015). The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010-2050. Pew Research Center. [Halaman 12] (Inggris)
12. ​Yasin, A. M., & Hamid, A. A. (2023). Developing Halal Agritech: A strategic roadmap for Muslim majority countries. Journal of Islamic Marketing, 14(5), 990–1005. [Halaman 992] (Inggris)
13. ​Yusuf al-Qaradawi. (2005). Al-Wasathiyyah fi al-Islam. Dar al-Shuruq. [Halaman 60]
14. ​Zulkifli, H. (2021). Ethical technology: Islamic perspective on creating digital products. International Journal of Technology and Ethics, 5(3), 70–85. [Halaman 72] (Inggris)
15. Alatas, S. A., & Syarifah, S. (2022). Integrasi IPTEK dan IMTAK dalam Pembentukan Karakter Generasi Z. Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi, 3(2), 45–60.2.

Tinggalkan Balasan