POLHUKAM

Seleksi PAW Kades Muara Jernih Dipertanyakan, Isu Ketidakadilan Menguat

×

Seleksi PAW Kades Muara Jernih Dipertanyakan, Isu Ketidakadilan Menguat

Sebarkan artikel ini

JAMBIDAILY. COM— Proses seleksi bakal calon Pengganti Antar Waktu (PAW) Kepala Desa Muara Jernih, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, menyisakan tanda tanya besar. Sejak tahap awal penjaringan, muncul dugaan perlakuan tidak adil yang berpotensi mencederai prinsip transparansi dan keadilan dalam pemilihan kepala desa.

Dari enam bakal calon yang mendaftar, dua kandidat diketahui tidak memperoleh pengesahan berupa stempel dan tanda tangan dari Lembaga Adat Desa Muara Jernih. Sebaliknya, empat kandidat lainnya dinyatakan memenuhi syarat administrasi karena berkas mereka telah distempel dan ditandatangani.

Situasi ini memicu kekecewaan di tengah masyarakat. Seorang warga yang enggan disebutkan identitasnya menuturkan bahwa kedua kandidat tersebut sebenarnya telah mendapatkan restu dari Lembaga Adat Kecamatan dan Lembaga Adat Kabupaten Merangin. Bahkan, upaya untuk meminta pengesahan di tingkat desa juga telah dilakukan.

Alasan yang disampaikan Lembaga Adat Desa Muara Jernih, yakni hilangnya stempel lembaga, justru menimbulkan pertanyaan baru. Pasalnya, dengan alasan yang sama, berkas empat kandidat lainnya tetap dapat disahkan. Kondisi ini menimbulkan kesan adanya standar ganda dalam proses seleksi.

Secara etika dan kepatutan, jika memang terjadi kendala administratif seperti hilangnya stempel, semestinya ada solusi yang adil bagi semua bakal calon. Misalnya dengan penerbitan surat keterangan resmi yang menjelaskan kondisi tersebut, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan hanya karena persoalan teknis.

Sayangnya, persoalan ini terkesan dibiarkan berlarut. Panitia pemilihan dinilai tidak cukup responsif menyikapi keberatan dan kendala yang dihadapi dua kandidat tersebut. Sikap pasif ini membuat publik mempertanyakan komitmen panitia dalam menjaga integritas proses pemilihan PAW Kades.

Padahal, Muara Jernih memiliki pengalaman pahit dalam tata kelola pemerintahan desa. Kasus korupsi dana desa yang menjerat kepala desa sebelumnya, serta temuan Inspektorat terkait dana desa lebih dari Rp300 juta pada periode berikutnya, seharusnya menjadi pelajaran penting agar proses pemilihan pemimpin desa dilakukan secara lebih berhati-hati dan bertanggung jawab.

Jika proses penjaringan sejak awal sudah diwarnai ketidakjelasan dan kesan diskriminatif, maka kekhawatiran publik menjadi sepenuhnya beralasan. Pemilihan PAW Kades yang semestinya menjadi jalan koreksi justru berpotensi mengulang kesalahan lama. Tanpa evaluasi serius dan keterbukaan dari panitia serta Lembaga Adat, desa ini kembali dipertaruhkan pada kepentingan sesaat dan masyarakatlah yang akan menanggung akibatnya.***

Tinggalkan Balasan