EKBIS

Tinggal 5 Hari Kontrak, Proyek Jalan Rp1 Miliar Lubuk Beringin–Durian Rambun Terancam Gagal

×

Tinggal 5 Hari Kontrak, Proyek Jalan Rp1 Miliar Lubuk Beringin–Durian Rambun Terancam Gagal

Sebarkan artikel ini

JAMBIDAILY. COM- Waktu kontrak tinggal lima hari, namun progres fisik proyek peningkatan Jalan Lubuk Beringin–Durian Rambun belum mencapai 50 persen. Dengan pagu Rp1 miliar, proyek yang seharusnya menjadi akses vital warga ini kini berada di ujung kegagalan, setelah sejumlah item pekerjaan utama belum tersentuh dan pelaksanaan di lapangan tertinggal jauh dari jadwal

Proyek ini memiliki pagu anggaran sebesar Rp1 miliar dengan nilai HPS Rp998.961.760,00. Pekerjaan dikerjakan oleh CV Hingko Jaya Raya yang beralamat di Jalan Batam No. 5 RT 25, Kelurahan Lebak Bandung, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi.

Berdasarkan informasi lapangan, terdapat sedikitnya tiga item pekerjaan utama yang progresnya masih jauh dari target. Pekerjaan rabat beton yang direncanakan sepanjang 180 meter hingga saat ini belum dikerjakan sama sekali. Sementara itu, pekerjaan perkerasan jalan baru mencapai sekitar 100 meter dari total volume yang direncanakan sepanjang 700 meter. Selain itu, lantai jembatan yang menjadi bagian dari paket pekerjaan juga dilaporkan belum diganti sesuai perencanaan.

Bahkan, berdasarkan pengamatan di lapangan, pekerjaan perkerasan jalan tersebut dikerjakan secara tidak bertahap, di mana material berukuran besar terlihat langsung dihampar tanpa melalui proses pengaturan gradasi dan pemadatan bertahap sebagaimana standar teknis pekerjaan perkerasan jalan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap mutu, kekuatan, dan daya tahan hasil pekerjaan.

Menanggapi keterlambatan tersebut, Dian, salah seorang perwakilan rekanan, saat diwawancarai JAMBIDAILY melalui sambungan telepon, mengakui bahwa keterbatasan alat menjadi kendala utama. Menurutnya, alat berat yang dimiliki harus digunakan secara bergantian di beberapa lokasi proyek lain.

“Pekerjaan yang kami tangani cukup banyak, alat jadi cucuk cabut. Kegiatan kami ada di Tanjung Alam, Tanjung Mudo, dan proyek-proyek kecil lainnya juga ada, sehingga alat yang digunakan harus berpindah-pindah. Itu kendala kami,” ujar Dian.

Saat ditanya apakah proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai jadwal, Dian mengaku belum dapat memastikan. Ia menyebut faktor cuaca turut memengaruhi percepatan pekerjaan.
“Saya tidak bisa memastikan bisa selesai atau tidak, mengingat sekarang musim hujan. Tapi kalau cuaca bagus sebentar, itu bisa kami selesaikan,” katanya.

Dian juga menjelaskan bahwa kendala teknis di lapangan turut menghambat pekerjaan, khususnya pada lokasi rabat beton yang berada di ujung ruas jalan arah Durian Rambun.
“Posisi coran rabat beton itu di ujung dekat arah Durian Rambun. Base camp kami di Lubuk Birah. Menjelang ke lokasi, kondisi jalan naik turun, mobil pengangkut material sering tidak lepas,” jelasnya.

Namun demikian, keterangan warga setempat justru mempertegas lambannya pelaksanaan sejak awal. Warga menyebutkan alat berat baru mulai masuk ke lokasi pekerjaan pada 23 November, sementara kontrak proyek telah berlaku sejak 17 September. Artinya, lebih dari dua bulan masa kontrak berlalu tanpa aktivitas signifikan di lapangan.

Situasi ini semakin krusial mengingat masa kontrak proyek kini hanya menyisakan lima hari lagi, sementara progres fisik masih tertinggal jauh dari target dan sejumlah item pekerjaan utama belum tersentuh. Dengan sisa waktu yang sangat terbatas, potensi keterlambatan bahkan kegagalan penyelesaian proyek kian terbuka.

Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan serius terkait kesiapan rekanan, pengendalian kontrak, serta efektivitas pengawasan sejak hari pertama. Jika waktu pelaksanaan sudah terbuang di awal dan hingga kini progres fisik masih tertinggal jauh, maka keterlambatan ini sulit sepenuhnya dibebankan pada cuaca atau kendala teknis semata.

Proyek ini diketahui berada di bawah pengawasan CV Archipta Consultant sebagai konsultan pengawas. Kondisi di lapangan memunculkan sorotan publik terhadap sejauh mana fungsi pengawasan teknis dijalankan, terutama terkait metode pelaksanaan dan mutu pekerjaan.

Kondisi ini patut dinilai sebagai indikasi kuat lemahnya manajemen pelaksanaan dan berpotensi mengarah pada wanprestasi apabila tidak segera dilakukan percepatan yang terukur. Di titik ini, tanggung jawab tidak hanya berada pada rekanan pelaksana, tetapi juga pada konsultan pengawas dan dinas teknis yang berkewajiban memastikan kontrak berjalan sesuai ketentuan sejak hari pertama.

Keterangan dari PPTK serta konsultan pengawas, CV Archipta Consultant, akan dimuat dalam edisi selanjutnya.(nzr)

Tinggalkan Balasan