banner 120x600
banner 120x600
IPTEKJURNAL PUBLIK

Akselerasi Menyiapkan Generasi Indonesia Emas 2045: Bahasa Inggris & Sains Wajib Segera Diajarkan di SD Sederajat

×

Akselerasi Menyiapkan Generasi Indonesia Emas 2045: Bahasa Inggris & Sains Wajib Segera Diajarkan di SD Sederajat

Sebarkan artikel ini

Oleh: Prof Dr Mukhtar Latif (Guru Besar UIN STS Jambi)

A. Pendahuluan

Transformasi pendidikan dasar merupakan fondasi strategis dalam menyiapkan Generasi Indonesia Emas 2045. Di tengah globalisasi, revolusi industri 4.0, dan akselerasi menuju society 5.0, penguasaan bahasa Inggris dan sains tidak lagi bersifat pilihan, melainkan kebutuhan dasar yang wajib segera diajarkan.

Bahasa Inggris berfungsi sebagai bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi global, sementara sains membentuk pola pikir rasional, kritis, dan berbasis evidensi (OECD, 2021).

Perubahan kurikulum nasional dalam lima tahun terakhir menunjukkan pergeseran paradigma dari pembelajaran berbasis hafalan menuju pembelajaran berbasis kompetensi dan literasi.

Dalam konteks ini, pengenalan bahasa Inggris dan sains sejak PAUD hingga SD sederajat menjadi bentuk early investment sumber daya manusia. Neurosains pendidikan menegaskan bahwa usia dini merupakan golden age perkembangan bahasa dan logika ilmiah (Tokuhama-Espinosa, 2020). Oleh karena itu, PAUD menjadi persemaian awal bagi tumbuhnya generasi pembelajar global yang siap berkompetisi menuju Indonesia Emas.

Bahasa Inggris dan Sains sebagai Pintu Gerbang Merambah Dunia

Bahasa Inggris adalah lingua franca dunia modern. Lebih dari 90% publikasi ilmiah internasional menggunakan bahasa Inggris (Hyland, 2019).

Tanpa penguasaan bahasa ini, akses peserta didik terhadap pengetahuan mutakhir menjadi terbatas. Sementara itu, sains berperan membangun scientific literacy, kemampuan memahami fenomena alam, mengambil keputusan berbasis data, dan menyelesaikan masalah secara sistematis (Bybee, 2021).

Integrasi bahasa Inggris dan sains di tingkat SD memungkinkan anak tidak hanya belajar bahasa sebagai struktur gramatikal, tetapi sebagai alat berpikir dan eksplorasi dunia. Pendekatan Content and Language Integrated Learning (CLIL) terbukti meningkatkan kompetensi bahasa sekaligus pemahaman konsep sains pada peserta didik usia dasar (Coyle, Hood, & Marsh, 2019).

B. Pendidikan Negara ASEAN dan Asia Timur: Bahasa Inggris dan Sains

  1. Korea Selatan
    a. Korea Selatan mulai memperkenalkan Bahasa Inggris di sekolah dasar secara nasional pada tahun 1997, dengan penguatan signifikan sejak Kurikulum Nasional 2008 yang menempatkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran inti mulai kelas 3 SD.

b. Pembelajaran sains di SD Korea Selatan bersifat wajib sejak 1950-an, dengan penekanan kuat pada eksperimen, inquiry-based learning, dan literasi STEM.

c . Sejak awal 2000-an, Korea Selatan mengembangkan English immersion dan English-mediated science learning di sekolah unggulan sebagai strategi daya saing global (OECD, 2021).

  1. Malaysia
    a. Malaysia mengajarkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar sejak awal 1970-an pasca-penguatan Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.

b. Bahasa Inggris diposisikan sebagai instrumen kompetensi global dan akses ilmu pengetahuan.

c. Pada tahun 2003–2012, Malaysia mengajarkan Sains dan Matematika dalam Bahasa Inggris melalui kebijakan PPSMI (Gill, 2014).

  1. Singapura
    a. Sejak kemerdekaan tahun 1965, Singapura menetapkan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama pendidikan dasar.

b. Sains diajarkan sepenuhnya dalam Bahasa Inggris di primary school sebagai standar nasional.

c. Konsistensi kebijakan ini menjadikan Singapura unggul dalam literasi sains dan teknologi global (Gopinathan, 2018).

  1. Brunei Darussalam
    Brunei mulai menerapkan sistem Dwibahasa (Dwibahasa Policy) pada 1985, di mana bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar sains dan matematika mulai sekolah dasar. Sistem ini diperkuat melalui SPN21 Curriculum sejak 2009 (Ministry of Education Brunei, 2019).
  2. Filipina
    Filipina menerapkan Bilingual Education Policy sejak 1974, dengan bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar sains dan matematika di pendidikan dasar. Kebijakan ini diperkuat kembali melalui K–12 Basic Education Program tahun 2013 (Tupas & Lorente, 2019).
  3. Thailand
    Thailand mulai memperkenalkan English Program (EP) dan Mini English Program di sekolah dasar sejak awal 2000-an, dengan penekanan kuat pada sains dan matematika berbahasa Inggris di sekolah unggulan (Foley, 2020).
  4. Vietnam
    Vietnam memasukkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar sejak 2010, dan memperluasnya melalui National Foreign Languages Project 2020, termasuk integrasi dengan pembelajaran sains (Nguyen, 2021).

Berdasarkan data komparatif di atas, negara-negara ASEAN dan Asia Timur telah mengintegrasikan pembelajaran Bahasa Inggris dan Sains di pendidikan dasar jauh lebih awal dibanding Indonesia.

  1. Indonesia baru merencanakan penguatan Bahasa Inggris di SD pada kisaran 2027/2028.
  2. Dibanding Malaysia dan Filipina, Indonesia tertinggal sekitar 30–40 tahun.
  3. Dibanding Korea Selatan, Indonesia tertinggal sekitar 30 tahun dalam penguatan Bahasa Inggris SD dan lebih dari 50 tahun dalam penguatan sains berbasis eksperimen.
  4. Dibanding Singapura, Indonesia tertinggal lebih dari 50 tahun dalam integrasi Bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu dan sains.

Kondisi ini menunjukkan bahwa percepatan pembelajaran Bahasa Inggris dan Sains di SD bukan sekadar pilihan kebijakan, melainkan keharusan strategis bahkan kewajiban untuk mengejar ketertinggalan regional dan global.

C. Pembelajaran Bahasa Inggris Terintegrasi Pendidikan Sains: Sebuah Kewajiban

Integrasi bahasa Inggris dan sains bukan sekadar inovasi pedagogis, melainkan sebuah kewajiban strategis. Pendekatan interdisipliner ini mendorong higher order thinking skills (HOTS), kreativitas, dan kemampuan komunikasi ilmiah sejak usia dini (Trilling & Fadel, 2021).

Beberapa Penelitian jurnal Scopus menunjukkan bahwa siswa sekolah dasar yang belajar sains melalui integrasi bahasa kedua memiliki peningkatan signifikan dalam pemahaman konsep dan motivasi belajar (Lo & Lin, 2022; Yang & Gosling, 2023). Selain itu, integrasi ini memperkuat kesiapan siswa menghadapi kurikulum menengah dan perguruan tinggi yang semakin berorientasi global.

D. Indonesia Tertinggal: Terlambat Mengajarkan Bahasa Inggris dan Sains di SD Sederajat

Indonesia relatif tertinggal dalam mewajibkan bahasa Inggris di SD. Selama bertahun-tahun, bahasa Inggris hanya diposisikan sebagai muatan lokal atau pilihan, sehingga terjadi kesenjangan kompetensi antardaerah (Lie, 2017). Padahal, banyak studi menegaskan bahwa keterlambatan pengenalan bahasa asing berdampak pada rendahnya academic language proficiency di jenjang selanjutnya (Cummins, 2021).

Dalam bidang sains, pembelajaran di SD sering kali masih berorientasi hafalan dan minim eksperimen. Hal ini berkontribusi pada rendahnya literasi sains siswa Indonesia dalam asesmen internasional (OECD, 2022). Kebijakan terbaru yang mendorong penguatan sains dan bahasa Inggris di pendidikan dasar merupakan langkah korektif yang strategis, meski implementasinya masih menghadapi tantangan kesiapan guru dan sarana.

Hingga saat ini, regulasi formal yang secara eksplisit mewajibkan pembelajaran Bahasa Inggris dan Sains sebagai mata pelajaran wajib di SD sederajat secara nasional belum sepenuhnya diberlakukan. Arah kebijakan masih berada pada tahap wacana kebijakan, peta jalan (roadmap), dan penguatan kurikulum berbasis literasi global yang disiapkan pemerintah menuju Indonesia Emas 2045.

Oleh karena itu, pembahasan dalam tulisan ini diposisikan sebagai argumentasi akademik dan rekomendasi strategis, bukan sebagai penjelasan implementasi kebijakan yang telah final. Pendekatan ini penting agar diskursus publik dan akademik tetap jujur secara regulatif, sekaligus mendorong percepatan pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah dan praktik kongkrit yang telah sukses di negara-negara ASEAN.

Arah penguatan Bahasa Inggris dan Sains lada pendidikan dasar saat ini lebih tampak melalui:

  1. Penekanan literasi sains dan numerasi dalam asesmen nasional.
  2. Dorongan internasionalisasi kurikulum dan kompetensi abad ke-21.
  3. Penguatan kapasitas guru melalui pelatihan berbasis STEM dan bilingual pedagogi.

Dengan demikian, kewajiban Bahasa Inggris dan Sains di SD perlu dipahami sebagai kebutuhan strategis bangsa, bukan semata mandat regulasi yang sudah berlaku.

E. Penutup
Pemberlakuan wajib pembelajaran bahasa Inggris dan sains di SD sederajat merupakan langkah akseleratif dan visioner dalam menyiapkan Generasi Indonesia Emas. Bahasa Inggris membuka akses ke dunia global, sementara sains membentuk cara berpikir rasional dan inovatif. Integrasi keduanya sejak PAUD hingga SD adalah investasi jangka panjang yang menentukan daya saing bangsa.

Ke depan, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada kualitas guru, desain kurikulum integratif, serta pemerataan sarana pendidikan. Dengan komitmen kuat dan implementasi konsisten, pendidikan dasar Indonesia dapat menjadi persemaian unggul bagi lahirnya generasi cerdas, adaptif, dan berdaya saing global menafak Indonesia Emas 2045.

Referensi:

  1. Bybee, R. W. (2021). The BSCS 5E instructional model: Creating active science classrooms. BSCS.
  2. Coyle, D., Hood, P., & Marsh, D. (2021). CLIL: Content and language integrated learning (2nd ed.). Cambridge University Press.
  3. Cummins, J. (2021). Rethinking the education of multilingual learners. Multilingual Matters.
  4. Foley, J. (2020). English-medium education in Thailand: Policy, practice, and outcomes. Asian Englishes, 22(3), 215–229.
  5. Gill, S. K. (2021). Language policy and planning in Malaysia (2nd ed.). Springer.
  6. Gopinathan, S., Tan, S., & Ho, W. K. (2020). Education reform in Singapore: Critical perspectives. Springer.
  7. Hyland, K. (2022). English for academic purposes: Research and teaching implications. Routledge.
  8. Lo, Y. Y., & Lin, A. M. Y. (2022). Designing CLIL science lessons for primary schools. System, 105, 102742.
  9. Nguyen, T. M. H. (2021). English language policy and primary education reform in Vietnam. Journal of Asia TEFL, 18(2), 412–428.
  10. OECD. (2021). Global competence in education. OECD Publishing.
  11. OECD. (2022). PISA 2022 results (Volume I): Student performance in reading, mathematics and science. OECD Publishing.
  12. OECD. (2023). Education at a glance 2023. OECD Publishing.
  13. Tokuhama-Espinosa, T. (2020). Neuromyths: Debunking false ideas about the brain. W. W. Norton.
  14. Trilling, B., & Fadel, C. (2021). 21st century skills: Learning for life in our times. Jossey-Bass.
  15. Yang, W., & Gosling, M. (2023). Early bilingual science education and learning outcomes. International Journal of Science Education, 45(6), 845–862.

Regulasi:

  1. Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025, Perubahan atas Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Pendidikan Dasar & Menengah.
  2. Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  3. Republik Indonesia. (2024). Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2024 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  4. Republik Indonesia. (2025). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.
  5. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Kurikulum Merdeka: Kerangka dasar dan struktur kurikulum.
  6. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. (2024). Naskah akademik penguatan literasi sains dan bahasa asing pendidikan dasar.

Tinggalkan Balasan