JAMBIDAILY.COM– Setelah proyek peningkatan jalan Lubuk Birah–Durian Rambun disorot karena minim aktivitas dan terancam tak rampung sesuai jadwal, kondisi serupa kini terjadi pada proyek peningkatan jalan Desa Tiaro–Sepantai di kecamatan Muaro Siau. Proyek bernilai hampir Rp1 miliar ini justru nyaris tanpa geliat pekerjaan, meski pemenang tender telah diumumkan di laman LPSE sejak 20 Oktober.
Pantauan di lapangan menunjukkan proyek Tiaro–Sepantai nyaris tanpa aktivitas fisik. Tidak terlihat alat berat, pekerja, maupun pekerjaan konstruksi berjalan. Ironisnya, yang bergerak justru administrasi, sementara lapangan tetap sunyi.
Proyek peningkatan jalan Tiaro–Sepantai dikerjakan oleh CV Zhafrah Rizqi dengan nilai HPS Rp 997.858.000,00, bersumber dari Dana Satu Miliar. Fakta penting lainnya, proyek ini dikerjakan oleh rekanan yang sama dengan proyek Lubuk Birah–Durian Rambun. Hal tersebut dibenarkan langsung oleh PPTK Dinas PUPR Merangin, Efrianto.
“Benar, itu dikerjakan oleh rekanan yang sama,” ujar Efrianto saat dikonfirmasi.
Ketika disinggung soal tidak adanya progres pekerjaan di lapangan, Efrianto juga membenarkan bahwa hingga saat ini pekerjaan fisik belum berjalan, dan baru sebatas pengumpulan material.
“Benar, belum ada pekerjaan. Baru material saja yang dikumpulkan di lapangan,” katanya.
Lebih mengkhawatirkan, Efrianto mengungkapkan bahwa masa kontrak proyek ini hampir berakhir, sekitar tanggal 20 bulan ini, meski ia mengaku lupa tanggal pastinya.
“Yang jelas tanggal dua puluh ini,” ujarnya.
Kondisi tersebut mempertegas kemiripan dengan proyek Lubuk Birah–Durian Rambun yang sebelumnya juga disorot. Dua proyek jalan desa bernilai besar, dikerjakan oleh rekanan yang sama, sama-sama berada di ujung kontrak, namun belum menunjukkan progres fisik signifikan.
Menanggapi temuan adanya item pekerjaan aspal dalam uraian yang diumumkan di LPSE, Efrianto menegaskan bahwa hal tersebut hanya bersifat uraian dan tidak tercantum dalam RAB.
“Itu hanya uraian. Dalam RAB tidak ada pekerjaan aspal,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa dalam rapat SCM, pihak PUPR telah meminta rekanan agar segera menyelesaikan pekerjaan. Namun ia menegaskan, PUPR tetap berpegang pada ketentuan kontrak.
“Kami ingin proyek ini bisa dimanfaatkan masyarakat, tapi kami tidak bisa menyelamatkan kalau menyalahi aturan kontrak. Kalau harus putus, ya putus,” tegas Efrianto.
Meski demikian, proyek tetap diminta berjalan hingga detik terakhir masa kontrak. Progres yang ada nantinya akan dihitung secara administratif.
“Saat ini bekerja saja dulu sampai detik terakhir. Nanti dihitung berapa progresnya,” katanya.
Terkait kemungkinan perpanjangan waktu, Efrianto menyebut regulasi membolehkan pemberian waktu tambahan dengan konsekuensi denda tetap berjalan.
“BPK membolehkan memberi waktu tambahan, tapi dendanya tetap berjalan,” tutupnya.
Dengan kondisi tersebut, proyek Tiaro–Sepantai dan Lubuk Birah–Durian Rambun kini sulit dipandang sebagai kasus terpisah. Pola yang sama kembali terlihat: satu rekanan, dua proyek, progres minim, kontrak menipis, dan pengawasan yang tertinggal di belakang sorotan publik.(nzr)















