JAMBIDAILY. COM– Persoalan proyek jalan di Kabupaten Merangin kembali mencuat. Setelah ruas Lubuk Birah–Durian Rambun dan Tiaro–Sepantai disorot karena keterlambatan pekerjaan kontrak hampir berakhir namun progres di lapangan minim, kini keluhan warga kembali muncul pada penanganan jalan Simpang Sekancing–Sungai Sakai. Ketiga proyek tersebut dikerjakan oleh pelaksana yang sama, dan sama-sama memicu protes masyarakat.
Jika pada dua ruas sebelumnya masalah utama adalah pekerjaan yang tak kunjung berjalan meski waktu kontrak menipis, maka di Simpang Sekancing–Sungai Sakai persoalan bergeser pada pekerjaan yang dinilai tidak sesuai kesepakatan awal serta lemahnya pengawasan di lapangan. Meski bentuknya berbeda, publik melihat pola berulang yang sulit diabaikan.
Proyek Simpang Sekancing–Sungai Sakai memiliki nilai kontrak Rp792.769.000, dengan Nomor Kontrak 17/Kont/RJMBDPUPR/2025, dilaksanakan oleh CV Disa Cahaya Gemintang dan diawasi CV Graf V Consultant. Masa pelaksanaan ditetapkan 60 hari kalender, terhitung sejak 22 September 2025.
Kepala Desa Bukit Punjung, Hendri, mengungkapkan bahwa pada tahap awal, rencana pekerjaan sebenarnya jauh lebih luas dari yang akhirnya dikerjakan.
“Waktu pengukuran pertama bersama konsultan dan pihak dinas, anggarannya sekitar Rp950 juta. Item pekerjaan direncanakan dari Simpang Sekancing sampai Desa Sungai Sakai, mulai dari sapu lubang dan rigid beton di lima titik,” ujar Hendri kepada JAMBIDAILY.
Namun dalam pelaksanaan, terjadi perubahan. Anggaran disebut berkurang menjadi sekitar Rp700 jutaan, yang berdampak langsung pada volume pekerjaan di lapangan.
“Akhirnya hanya tiga titik rigid beton, sekitar 270 meter. Itupun volumenya masih dikurangi lagi dengan alasan dana tidak mencukupi,” jelasnya.
Keluhan warga kian menguat setelah melihat kondisi pekerjaan di lapangan. Hendri menyebut alat berat memang sempat didatangkan, namun tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
“Alat ada masuk beko, loader, bomag, dan grader. Tapi alatnya sudah tua dan banyak yang tidak bekerja. Bomag untuk pemadatan tidak dipakai, cuma lewat saja. Katanya rusak,” ungkapnya.
Padahal, menurut Hendri, pemadatan merupakan tahapan krusial agar jalan tidak cepat rusak, terutama saat musim hujan. Kekhawatiran tersebut kini terbukti.
“Sekarang jalannya rusak parah, makin hancur,” tegasnya.
Rigid beton memang dikerjakan, namun kembali menuai kritik karena tidak sesuai volume yang disepakati sejak awal.
“Volumenya dipotong kiri-kanan. Alasannya untuk nambah di titik lain. Menurut kami, pekerjaan ini tidak sesuai perencanaan awal,” katanya.
Yang paling disesalkan warga, lanjut Hendri, adalah ketiadaan pengawasan selama proyek berlangsung.
“Sejak awal pekerjaan rigid beton sampai penyekrapan, tidak ada pengawasan dari Dinas PUPR maupun dari konsultan pengawas. Saya sering bolak-balik ke Bangko. Yang ada di lapangan hanya mandor dari rekanan,” pungkasnya.
Munculnya keluhan di tiga ruas jalan berbeda—Lubuk Birah–Durian Rambun, Tiaro–Sepantai, dan kini Simpang Sekancing–Sungai Sakai—membentuk satu benang merah: pelaksana yang sama, masalah yang berulang, dan masyarakat yang kembali menjadi pihak paling dirugikan.
Jika pada dua proyek sebelumnya warga dihadapkan pada keterlambatan ekstrem tanpa progres berarti, maka pada proyek ini warga mendapati hasil pekerjaan yang cepat rusak dan tidak sesuai kesepakatan. Meski berbeda bentuk, ujungnya sama: jalan tidak berfungsi optimal dan kepercayaan publik terkikis.
Rangkaian fakta ini patut dibaca sebagai alarm publik. Uang negara telah dibelanjakan, kontrak telah ditandatangani, dan konsultan pengawas telah ditunjuk. Namun ketika keluhan warga terus muncul di proyek yang dikerjakan oleh pelaksana yang sama, evaluasi menyeluruh menjadi keniscayaan.
Dalam konteks inilah, perhatian Aparat Penegak Hukum (APH) dinilai relevan untuk memastikan seluruh proses—mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan—berjalan sesuai ketentuan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Hingga berita ini diterbitkan, CV Disa Cahaya Gemintang, CV Graf V Consultant, serta Dinas PUPR Merangin belum memberikan keterangan resmi terkait keluhan warga dan kondisi pekerjaan di lapangan.(nzr)















