Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, MP (Guru besar UIN STS Jambi)
A. Pendahuluan
Dalam arsitektur peradaban Islam, kualitas sebuah generasi tidak diukur semata-mata dari capaian material atau kecerdasan intelektualnya, melainkan dari kedalaman integritas spiritualnya atau yang kita sebut sebagai kesholehan.
Ibu sholehah bukanlah sekadar label religius, melainkan sebuah kualifikasi substantif yang menempatkan perempuan sebagai “pintu gerbang” pertama bagi masuknya cahaya ketuhanan ke dalam jiwa seorang anak.
Mengapa ibu menjadi kunci? Karena secara ontologis, anak adalah copy-paste dari kualitas batin ibunya. Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum ad-Din (2021) menegaskan bahwa benih yang baik hanya akan tumbuh subur di tanah yang baik (al-balad al-thayyib). Ibu sholehah adalah tanah yang subur tersebut.
Tuhan menempatkan kemuliaan pada ibu bukan tanpa alasan; ada korelasi teologis yang kuat antara kesucian niat seorang ibu dengan terbentuknya karakter sholeh dan sholehah pada anak. Tanpa melalui pintu gerbang ini, pendidikan karakter hanya akan menjadi polesan luar yang rapuh di hadapan godaan zaman.
B. Kesholehan Ibu dalam Perspektif Khazanah Klasik
Khazanah Islam klasik memberikan perhatian besar pada keshalehan ibu sebagai prasyarat utama pendidikan anak. Syekh Badruddin al-Zarnuji dalam Ta’lim al-Muta’allim (2022) menekankan pentingnya wara’ (kehati-hatian) seorang ibu dalam memberikan nafkah dan asuhan.
Ibu yang sholehah menjaga setiap suapan makanan yang masuk ke mulut anaknya agar berasal dari sumber yang halal, karena hal itu akan menjadi darah dan daging yang memengaruhi kecenderungan perilaku anak.
Sejalan dengan itu, Ibn Qayyim al-Jawziyya dalam Tuhfat al-Mawdud (2020) menguraikan bahwa sholahul umm (kesholehan ibu) adalah bentuk proteksi spiritual bagi anak sejak dalam kandungan. Para ulama terdahulu seringkali menghabiskan waktu malamnya untuk mendoakan kesholehan anak-anak mereka, meyakini bahwa pancaran batin ibu adalah kurikulum yang paling efektif melampaui kata-kata.
C. Spiritualitas dan Pembentukan Moral: Tinjauan Psikologis
Secara ilmiah, spiritualitas ibu memiliki dampak terukur terhadap kesehatan mental dan moral anak. Riset yang dilakukan oleh Siegel & Bryson (2020) dalam The Power of Showing Up menunjukkan bahwa kehadiran orang tua yang memiliki ketenangan batin, yang dalam Islam disebut sebagai sakinah, memungkinkan anak mengembangkan moral compass yang kuat.
Spiritualitas memberikan kerangka nilai yang stabil bagi ibu dalam mendidik, sehingga ia tidak mudah terombang-ambing oleh tren pengasuhan yang sekuler. Psikologi positif modern kini mengakui bahwa karakter grit dan integritas seringkali berakar pada nilai-nilai transendental yang ditanamkan oleh ibu di rumah. Kesholehan ibu bertindak sebagai “jangkar moral” yang mencegah anak terseret ke dalam perilaku menyimpang di lingkungan sosial yang semakin cair dan tanpa batas.
D. Tantangan Kesholehan Ibu di Era Global dan Digital
Di era digital, definisi kesholehan ibu mengalami perluasan makna. Ibu sholehah masa kini adalah mereka yang mampu menjaga kesucian rumah tangga dari polusi moral digital. Livingstone & Blum-Ross (2020) dalam Parenting for a Digital Future menggarisbawahi tantangan berat ibu dalam menjaga identitas nilai anak di tengah arus globalisasi. Ibu sholehah di era ini dituntut untuk menjadi cyber-guardian yang cerdas, mampu membedakan antara kemajuan teknologi dan degradasi moral.
Haidt (2024) dalam The Anxious Generation memperingatkan bahwa tanpa bimbingan nilai yang kuat, generasi digital akan kehilangan pegangan spiritual. Di sinilah peran ibu sholehah sebagai “pintu gerbang” menjadi sangat krusial; ia harus memastikan bahwa meskipun anak-anaknya menggenggam dunia (teknologi), hati mereka tetap terpaut pada nilai-nilai ketuhanan yang abadi.
E. Mekanisme Doa: Energi Metafisika Ibu Sholehah
Salah satu instrumen paling hebat dari ibu sholehah adalah doa. Doa bukan sekadar ritual, melainkan energi metafisika yang mampu menembus batas-batas fisik. Sahlberg (2023) dalam studinya mengenai pendidikan holistik mencatat bahwa dukungan emosional yang mendalam (yang dalam bahasa agama disebut doa) meningkatkan resiliensi anak secara signifikan.
Kesholehan ibu memberikan “bobot” pada doa yang dipanjatkan; ada keyakinan bahwa doa ibu yang sholehah tidak memiliki penghalang (hijab) menuju Arasy Tuhan. Anak yang tumbuh dalam ekosistem doa akan memiliki kepercayaan diri yang berbeda, karena ia merasa didukung oleh kekuatan yang lebih besar dari sekadar usaha manusiawi.
Inilah yang menyebabkan banyak tokoh besar dunia lahir dari ibu-ibu yang mungkin tidak dikenal di bumi, namun sangat masyhur di langit karena ketulusan doanya.
F. Melahirkan Generasi Sholeh-Sholehah: Sebuah Kontinuitas Peradaban
Hadirnya generasi sholeh dan sholehah adalah investasi peradaban jangka panjang. Generasi ini bukan hanya mereka yang rajin beribadah secara ritual, tetapi mereka yang mampu memberikan manfaat bagi kemanusiaan (khairunnas anfa’uhum linnas).
Lareau (2021) menegaskan bahwa transfer nilai-nilai dari orang tua kepada anak merupakan kunci mobilitas sosial dan moral. Ibu sholehah melahirkan anak yang jujur, amanah, dan memiliki empati tinggi karena mereka melihat nilai-nilai tersebut dipraktikkan secara konsisten oleh ibunya.
Dengan demikian, kesholehan ibu adalah hulu dari sungai peradaban yang jernih. Jika hulunya bersih, maka hilirnya—yaitu masyarakat dan bangsa—akan ikut bersih dan bermartabat.
G. Penutup
Ibu sholehah adalah anugerah terbesar bagi sebuah bangsa. Ia adalah pintu gerbang yang menghubungkan dunia anak dengan nilai-nilai ukhrawi.
Melalui kesabaran, keikhlasan, dan ketaatannya kepada Tuhan, ia sedang membentuk permata-permata kehidupan yang akan menyinari dunia dengan akhlak mulia.
Menjadi ibu sholehah di era modern memang penuh tantangan, namun ia adalah profesi paling mulia yang menjanjikan keselamatan dunia dan akhirat. Mari kita muliakan para ibu yang dengan keteguhan batinnya terus berjuang melahirkan generasi yang sholeh dan sholehah, karena di tangan merekalah kejayaan peradaban masa depan dititipkan.
Referensi:
- Al-Ghazali, I. (2021). Ihya’ Ulum ad-Din: Kitab Tarbiyatul Awlad (Modern Edition). Cairo: Dar al-Minhaj.
- Al-Zarnuji, B. (2022). Ta’lim al-Muta’allim: Tariq al-Ta’allum. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
- Dweck, C. S. (2017). Mindset: The New Psychology of Success. New York: Ballantine Books.
- Feldman, R. (2020). The Neurobiology of Mammalian Parenting and Social Caregiving. Oxford: Oxford University Press.
- Haidt, J. (2024). The Anxious Generation: How the Great Rewiring of Childhood Is Causing an Epidemic of Mental Illness. New York: Penguin Press.
- Ibn Qayyim al-Jawziyya. (2020). Tuhfat al-Mawdud bi Ahkam al-Mawlud. Riyadh: Dar Alam al-Fawa’id.
- Lareau, A. (2021). Unequal Childrearing: Family, Race, and Social Class. California: University of California Press.
- Livingstone, S., & Blum-Ross, A. (2020). Parenting for a Digital Future: How Hopes and Fears about Technology Shape Children’s Lives. Oxford University Press.
- Qutb, M. (2021). Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Cairo: Dar al-Shorouk.
- Sahlberg, P. (2023). Teaching the Whole Child: Global Perspectives on Education. London: Routledge.
- Siegel, D. J., & Bryson, T. P. (2020). The Power of Showing Up: How Parental Presence Shapes Who Our Kids Become. New York: Ballantine Books.
- Tough, P. (2021). The Power of Character: Why Children Succeed. New York: Mariner Books.
- Trumbull, E., & Rothstein-Fisch, C. (2022). The Intersection of Culture and Education. New York: Springer.















