JAMBIDAILY.COM – Ancaman keselamatan akibat keberadaan lubang bekas tambang batu bara yang berada sangat dekat dengan jalan utama warga RT 17 Simpang Semangko, RW 1 Dusun Lamo, Kelurahan Sungai Bengkal, Kecamatan Tebo Ilir, mendapat perhatian serius dari DPRD Kabupaten Tebo.
Komisi III DPRD Tebo memastikan akan segera memanggil perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), PT Anugerah Alam Andalas Abadi (A4), untuk dimintai klarifikasi.
Ketua Komisi III DPRD Tebo, Dimas Cahya Kusuma, menegaskan pihaknya tidak akan membiarkan kondisi yang berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat terus berlarut.
Menurutnya, lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka dan berdekatan langsung dengan akses vital warga merupakan persoalan serius yang wajib segera ditindaklanjuti.
“Kami di Komisi III DPRD Tebo akan memanggil pimpinan PT Anugerah Alam Andalas Abadi (A4) selaku pemegang IUP untuk memberikan klarifikasi secara langsung. Ini menyangkut keselamatan masyarakat dan akses vital warga, sehingga tidak bisa dianggap sepele,” tegas Dimas kepada wartawan, Rabu (24/12/2025).
Dimas menjelaskan, pemanggilan tersebut akan dilakukan melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan melibatkan instansi teknis terkait, di antaranya dinas lingkungan hidup serta unsur pengawasan lainnya.
Forum tersebut, kata dia, bertujuan untuk membahas persoalan secara terbuka, komprehensif, dan transparan.
“Kami akan menghadirkan seluruh pihak terkait agar persoalan ini dibedah secara menyeluruh. Komisi III ingin memastikan seluruh kewajiban perusahaan, khususnya terkait pengelolaan lingkungan dan pascatambang, benar-benar dilaksanakan sesuai aturan,” ujarnya.
Dalam RDPU nanti, Komisi III juga meminta PT A4 menyiapkan dan membawa seluruh dokumen lingkungan, terutama dokumen UKL-UPL, sebagai dasar evaluasi terhadap kegiatan pertambangan yang telah dan sedang dilakukan.
“Dokumen UKL-UPL dan dokumen pendukung lainnya wajib dibawa. Dari situ akan terlihat apakah kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sudah dijalankan atau justru diabaikan,” jelas Dimas.
Ia menegaskan, regulasi terkait pertambangan dan reklamasi pascatambang sudah sangat jelas dan mengikat, sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan untuk menghindari tanggung jawab.
“Apabila terbukti terdapat kelalaian atau pelanggaran, Komisi III akan merekomendasikan langkah tegas sesuai ketentuan perundang-undangan. Prinsipnya jelas, keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama,” tutupnya.
Senada dengan Dimas Cahya Kusuma, Sekretaris Komisi III DPRD Tebo, Liga Marisa, menegaskan bahwa lubang bekas galian tambang yang berada di dekat jalan utama warga merupakan tanggung jawab penuh pemegang IUP, yakni PT Anugerah Alam Andalas Abadi (A4), dan tidak dapat dialihkan kepada pihak mana pun.
Menurutnya, persoalan tersebut bukan sekadar masalah teknis, melainkan telah mengancam keselamatan masyarakat dan hajat hidup orang banyak, mengingat jalan tersebut merupakan satu-satunya akses vital warga.
“Bekas galian itu tanggung jawab mutlak pemegang IUP. Dampaknya langsung mengancam keselamatan warga, jadi tidak ada alasan bagi perusahaan untuk lepas tangan,” tegas Liga Marisa.
Ia menjelaskan, kewajiban hukum perusahaan diatur secara tegas dalam Pasal 87 UU Nomor 32 Tahun 2009, yang mewajibkan penanggung jawab usaha menanggung biaya pemulihan atas kerusakan lingkungan. Ketentuan ini diperkuat dalam PP Nomor 22 Tahun 2021, yang menegaskan bahwa pemegang perizinan berusaha bertanggung jawab penuh atas seluruh dampak kegiatan, termasuk yang dilakukan oleh subkontraktor.
Selain itu, UU Nomor 4 Tahun 2009 jo. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba mewajibkan pemegang IUP menjamin keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan lingkungan di wilayah pertambangan.
“Jika lubang bekas tambang dibiarkan terbuka hingga mengancam jalan masyarakat, itu sudah merupakan kelalaian serius,” ujarnya.
Liga Marisa menambahkan, apabila kelalaian tersebut terbukti menimbulkan bahaya nyata, perusahaan berpotensi dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 98 dan 99 UU 32 Tahun 2009, dengan ancaman pidana penjara dan denda.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Jika ada pembiaran yang membahayakan warga, ranah pidana bisa diterapkan. Komisi III akan mengawal persoalan ini secara serius,” pungkasnya.
Sebelumnya, warga setempat mengeluhkan keberadaan lubang bekas tambang dengan kedalaman sekitar 15 meter yang posisinya sangat dekat dengan badan jalan.
Jalan tersebut merupakan satu-satunya akses utama warga, termasuk jalur anak-anak menuju sekolah serta jalur pengangkutan hasil perkebunan sawit masyarakat yang luasnya mencapai ribuan hektare. Warga khawatir, jika tidak segera ditangani, kondisi tersebut berpotensi menyebabkan jalan amblas atau terputus dan membahayakan keselamatan pengguna jalan. ***
amg/















