Wujud Penghargaan pada Nakes, Ketua PWI Kota Jambi: Media Jangan Berhenti Beritakan Covid-19
5 min readJAMBIDAILY PENDIDIKAN – Belum usainya covid-19 menjadi perhatian bagi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pokja kota Jambi, dengan harapan khususnya media di Jambi tidak berhenti memberitakan informasi dan mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan 3M; Memakai masker, Menjaga jarak aman serta Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Hal tersebut disampaikan Hendry Nursal, Ketua PWI Kota Jambi saat menghadiri Forum Grup Discussion (FGD) Ngobrol Santai (Ngota) Bareng Jambi Independent bertema ‘Covid-19 itu ada, Ayo patuhi protokol kesehatan’ di DRadio 104.3FM (Senin, 16/11/2020).
Pemandu Ngota, Gita Savana mempertanyakan kondisi media di Jambi apakah menurun dalam menyajikan informasi covid-19? Hendry mengatakan masih konsisten.
“Standarisasi berita sangat jelas dan diatur dalam kode etik. Untuk khusus pemberitaan covid-19, media di Jambi masih konsisten. Hanya kadarnya yang berbeda, ada yang sudah mulai menurun namun itu ada sebab. Bisa saja pengaruh pembaca yang sudah bosan terkait covid-19, pembaca berkurang akan berimbas pada berkurang juga penyajian berita covid-19. Secara umum masih konsisten memberitakan covid-19, mengingatkan masyarakat jangan berkerumun dan menjaga jarak, memakai masker, serta mencuci tangan. Kalau rekan-rekan media di Jambi, yakin saya 99,99 persen masih konsisten, masih terus memberitakan dan mengajak masyarakat patuhi protokol kesehatan,” Terang Hendry.
Terkait pengemasan berita, setiap media punya ciri, punya ketentuan dan pola penyajian. Di masa pandemi pilihan kata-kata menjadi sangat riskan, karena kalau disampaikan secara lembut masyarakat lengah, kalau disajikan dengan keras masyarakat berkomentar media menakut-nakuti.
“Media berupaya menyajikan berita tidak menteror, kita berhadapan dengan benturan psikologis. Sudah sangat kompleks efek dari covid-19. Media punya peran meredakan itu dengan sajian pemberitaan, ada hasil penelitian masyarakat banyak mendapati informasi covid-19 dari media dan mempercayai pemberitaan, sementara info dari teman, keluarga banyak juga didapat tetapi kurang dipercaya. Itu bukan kata saya tapi hasil survey,” Ujar Hendry.
Hasil survey itu dalam penjelasan Hendry, disampaikan Konsultan Unicef dan Communications Development Speciallist, disiarkan melalui youtube @Lawan Covid19 ID Pukul: 11.00 wib (Rabu, 04/11/2020) bertajuk’ Keterlibatan Masyarakat dalam Respon Pandemi Covid-19′ digelar Kominfo, Komite penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (KPC PEN), menghadirkan Risang Rimbatmaja (Konsultan Unicef) dan Rizky Ika Safitri (Unicef Communications Development Speciallist).
“Kompleksnya permasalahan masa pandemi seperti ekonomi dan lainnya hingga ke benturan psikologis masyarakat, media punya peran untuk meredakan psikologis masyarakat termasuk data dan fakta. Diterimakah,? belum tentu. Hujatan, makian bahkan dido’akan tertular covid-19 bagi media yang memberitakan. Itu adalah bagian dari dinamikanya,” Ungkap Hendry.
“Masih sangat banyak yang meragukan adanya covid-19, virus gaib tak kelihatan. Hal gaib memang sulit diyakini, bukankah Tuhan itu juga gaib,? tapi covid-19 tidak gaib-gaib sangat karena virus bisa dilihat oleh para peneliti dengan peralatan dan teknologi. Ada suatu peristiwa, saya pernah berjumpa dengan seorang pedagang dan dia katakan tidak percaya covid-19, sementara dia terus pakai masker. Pertanyaan saya, kenapa bapak pakai masker bukannya tidak percara covid-19,? katanya dia mengikuti aturan pemerintah, pakai masker dia pakai dan lainnya walaupun tidak percaya covid-19,” Tambahnya.
Kata Hendry masih mendingan tidak percaya tapi patuh, ada yang tidak percaya dan tidak mengikuti protokol kesehatan, andaikan 260 juta penduduk Indonesia, 70 persennya yang model begini atau 2,6 juta penduduk Provinsi Jambi, atau 600rb-an penduduk kota Jambi? sangat berbahaya.
“Pemerintah tidak melarang kita beraktivitas di luar sana, tapi ada aturan dan ketentuan lewat protokol kesehatan. Dibutuhkan kesadaran, pakai sanksi berupa denda jika tidak pakai masker banyak yang menolak banyak yang membangkang. Dengan alasan kami untuk makan saja susah, semua juga susah presiden juga susah memikirkannya, gubernur, wali kota, bahkan wali kota kita (Jambi-red) sempat terpapar covid-19,” Papar Hendry.
Disinggung, apakah awak media di Jambi tetap memberitakan covid-19 hingga saat ini. Seperti apa risiko yang dihadapi?
“Kerentanan bagi wartawan sangat jelas, 8 jam lebih mereka di lapangan. Mereka berjumpa banyak orang untuk menyajikan informasi. Tertib kok rekan-rekan, dan kami selalu menyuarakan kepada institusi agar mengurangi konferensi pers atau tatap muka. Banyak teknologi yang memudahkan, kalaupun sulit itu ialah rekan televisi sebab ada pola gambar yang harus tepat dalam pengambilan. Artinya konferensi pers tidak akan menumpuk, hanya beberapa wartawan televisi saja. Kurang-kuranginlah ya, contohnya acara-acara pemerintahan itu rata-rata di dalam ruangan,” Papar Hendry.
“Kalau ada wartawan seperti beberapa waktu yang lalu di Jambi yang terpapar, lantas yang sempat diduga wartawan lainnya kontak. Tolong jangan dikucilkan, sebelum adanya bukti, mereka juga tidak ingin menularkan. Kasus lainnya wartawan terpapar, saya dikritik tidak membuka. Bukankah PWI kota Jambi membuka, ada pernyataan saya di media menjelaskan bahwa 4 wartawan terkonfirmasi positif. Jika diminta data lengkap? oh nanti dulu, ada undang-undang kesehatan yang mengatur apalagi ini peristiwa wabah. Kami bisa pidana, jadi pahami itu. Bukankah ada undang-undang pers,? baiklah, tapi ada undang-undang lain mengatur terkait data-data pasien, belum lagi undang-undang ITE,” Katanya lagi.
Hendry berharap masyarakat dapat memahami seperti apa kerja media, juga mengajak masyarakat bersama dan bergotong royong menghadapi covid-19.
“Intinya berita dari media yang jelas, patokannya berbadan hukum. Lantas dari sumber yang benar artinya data benar. Kalaupun datanya salah itu perkara di sumber, media seharusnya menggali lebih dalam. Tapi kan jelas tadi, ada aturannya terkait wabah. Walaupun tidak ada covid-19, apa ruginya tidak pakai masker, apa ruginya sering mencuci tangan, apa ruginya menjaga jarak. Marilah kita bersama, jika ada tetangga yang terkonfirmasi positif dan ada keluarganya di rumah. Kita jaga sama-sama, kita penuhi kebutuhannya selama isolasi, jangan dikucilkan atau bahkan mengungsi, pahami penularan covid-19 seperti apa,” Harapnya.
Walaupun ada kebosanan masyarakat terhadap pemberitaan covid-19, pesan Hendry kepada media, jangan berhenti memberitakan covid-19 sebelum pemerintah menyatakan covid-19 telah usai. Ini juga bentuk penghargaan, rasa cinta pada tenaga kesehatan, pada bangsa dan negara.
“Ayolah kita terus mengajak masyarakat patuhi protokol kesehatan. Teruslah kita sampaikan, dikatakan bohong atau apa, biarkanlah. Teruslah beritakan jangan menghancurkan usaha kita 8 bulan berkutat dengan pandemi. Covid-19 belum usai, masih ada. Kalau bosan dengan berita covid-19, bagaimana dengan tenaga kesehatan, bagaimana dengan petugas di laboratorium memeriksa ribuan bahkan jutaan spesimen. Itu dahak diambil dari kerongkongan, dari hidung, menurut saya menjijikkan. Ada yang meludah disebelah kita saja rasanya jijik, bagaimana petugas laboratorium? Apa tidak ada rasa penghargaan kita, terhadap saudara kita yang bekerja demi tugas untuk masyarakat demi bangsa dan negara,” Pesan Hendry.
“Masyarakat bosan, ya terserah. Kita media jangan berhenti sampaikan kepada masyarakat 3M hingga pemerintah telah mengatakan covid-19 berakhir,” Pungkasnya. (*/HN)