Instagramable, Masjid Syaikh Utsman Tungkal “Arsitektur Genre Turki Osmani” Jadi Ikon Tanjabbar
3 min readJAMBIDAILY WISATA-Instagramable dan unik menjadikan kemegahan Masjid Syaikh Utsman Tungkal mennjadi salah satu icon wisata di Tanjabbar.
Karya monumental di era kepemimpinan duet Dr H Safrial-H Amir Sakib periode 2016-2021 banyak dikunjungi warga Tanjabbar dan kabupaten lain.
Mesjid yang terinpirasi kemegahan dan keunikan Mesjid “Turki Osmani” ini bakal menjadi salah satu ikon di Kabupaten Tanjabbar sebagai bentuk apresiasi masyarakat Tanjabbar untuk seorang ulama terkenal kelahiran Merlung Tanjabbar yang menuntut ilmu dan mengembangkannya hingga akhir hayat wafat di Mekkah.
Harapan sang Bupati agar mesjid yang bakal digunakan sebagai pusat pelaksanaan MTQ Tingkat Provinsi Jambi 2021 ini menjadi sarana pengembangan budaya dan pengetahuan serta menjadi simbol cahaya islam sebagai agama yang menyebarkan nilai-nilai persatuan dan persaudaraan ini sesuai dengan motto Tanjabbar sebagai bumi “Serengkuh Dayung Serentak Ketujuan” yang memiliki makna dan komitmen sebagai daerah yang didiami Masyarakat Multi Etnis dan agama untuk bersama memajukan Tanjabbar lebih berkembang, baik dari sisi ekonomi, social, budaya maupun kenyamanan.
Mengenal Sang Ulama Syaikh Usman Merlung Tanjabbar
Dikutip dari laman http://mtrocknroll.id, menyebutkan, nama lengkapnya adalah Fadhilah al-‘Allamah al-Faqih Syaikh ‘Utsman bin Muhammad Sa’id Tungkal al-Indunisiyy al-Makky al-Syafi’i. Syaikh Utsman lahir di Merlung, Tanjung Jabung Barat, Jambi, pada tahun 1320 H/1903 M.
Saat remaja, Syaikh Utsman belajar di Pesantren Nurul Islam, yang terletak di kawasan Seberang Kota Jambi. Tamat belajar di Nurul Islam, pada tahun 1341 H, dia berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan belajar agama secara lebih dalam. Saat itu, dia masih seorang pemuda berusia 20-an.
Di Mekah, dia nyantri di Madrasah al-Shaulatiyyah hingga tahun 1348 H. Syaikh Muhsin al-Musawa Palembang, TGH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, K.H. Abdul Wahab Chasbullah, Syaikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Padang, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari, Syaikh Musthafa Husein Nasution, Guru Hasan bin Anang Yahya, dan Mama Tubagus Bakri Sempur, termasuk sahabat seperguruannya.
Ahmad Ginanjar Sya’ban dan Zainul Arifin menulis, saat di Mekah, Syaikh Utsman antara lain berguru kepada Syaikh Muhammad Mukhtar al-Tharid Bogor, Syaikh Umar Hamdan al-Mahrasi, Syaikh Hasyim Syatha, Syaikh Hasan al-Masyath, Syaikh Sa’id al-Yamani, Syaikh Habibullah al-Sinqithy, dan Syaikh Tengku Mahmud Zuhdi al-Fathani. Mereka adalah guru para ulama Nusantara yang dengan tekun membangun wajah Islam yang moderat dan neosufistik di Indonesia sejak awal abad ke-20.
Setelah lulus dari al-Shaulatiyyah, Syaikh Utsman mengajar di almamaternya. Dia juga mengajar di Masjidil Haram, Madrasah Dar al-‘Ulum al-Diniyyah, Madrasah al-Fakhriyyah, dan Madrasah al-Sa’diyyah.
Tiga di antara sekian banyak santrinya adalah Syaikh Prof. Dr. Sa’id Mamduh (guru besar ilmu hadits di Universitas al-Azhar), TGH Muhammad Najmuddin Makmun (pendiri Pesantren Nurul Yaqin dan Darul Muhajirin), dan Syaikh Ahmad bin Abdullah al-Ruqaimy.
Selain mengajar, Syaikh Utsman juga menulis kitab. Lima kitabnya yang sudah diterbitkan adalah Sullamur Raja, Minhajut Thulab, al-Jauharuts Tsamin, Bughyatul Muhtaj, dan Arba’in Haditsan. Kitab Syaikh Utsman menjadi buku daras di Madrasah al-Shaulatiyyah. Melalui pengajian yang diselenggarakan Syaikh Sa’id Mamduh, kitab Syaikh Utsman dipelajari pula oleh mahasiswa-mahasiswa di Mesir.
Hingga akhir hayatnya, Syaikh Utsman tidak pulang ke Jambi. Dia wafat di Mekah. Jenazahnya dikuburkan di dekat makam Sayyidah Khadijah R.A.(*)
Editor : Hery FR/berbagai sumber