Mewujudkan Perdamaian yang Berkelanjutan Tanpa Henti di Masa Pandemi
5 min readJAMBIDAILY PERISTIWA – Pada tanggal 14 Maret, acara Peringatan Tahunan ke-5 DPCW – HWPL diadakan via webinar secara langsung, diikuti oleh lebih dari 1.200 peserta dari 132 negara dari berbagai lapisan masyarakat termasuk pemerintah, organisasi internasional, para perwakilan dari organisasi wanita dan pemuda, pemimpin keagamaan, pers, dan anggota masyarakat sipil.
Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL), menyelenggarakan acara peringatan tahun ini bertemakan, ” Mewujudkan Perdamaian yang Berkelanjutan Tanpa Henti di Masa Pandemi”, sebagai platform untuk berbagi pandangan masa depan dan studi kasus dari berbagai sektor yang bekerja sama di seluruh dunia sebagai utusan perdamaian, menghadapi pandemi dan membawa perdamaian di era baru.
Organisasi HWPL, merupakan sebuah LSM perdamaian dalam Status Konsultatif Khusus dengan ECOSOC PBB dan DGC PBB. Bertujuan mengakhiri segala macam perang dan menciptakan dunia yang damai sebagai warisan bagi generasi mendatang, HWPL telah melaksanakan 3 inisiatif perdamaian utama yaitu, hukum internasional untuk perdamaian, pertemuan dialog antar agama, dan pendidikan perdamaian.
Deklarasi Perdamaian dan Pengakhiran Perang (DPCW) – HWPL mencakup prinsip-prinsip pembangunan perdamaian seperti larangan penggunaan kekerasan, pengembangan relasi pertemanan, dan penyelesaian sengketa secara damai. Ini menekankan kerja sama internasional berdasarkan dialog antar agama dan partisipasi sipil untuk menciptakan budaya perdamaian. Sejak proklamasinya pada 14 Maret 2016, model pembangunan perdamaian berbasis DPCW HWPL terus menerima pengakuan dan dukungan pemerintah untuk dialog antar agama, pendidikan perdamaian, pemuda dan kegiatan perdamaian wanita.
Sebagai anggota International Law Peace Committee (ILPC) yang merancang DPCW – HWPL, Profesor Ciaran Burke menjelaskan latar belakang bagaimana DPCW – HWPL didirikan, yaitu berdasarkan pada “keyakinan bahwa peradilan dan tindakan penyelesaian sengketa lainnya dapat menggantikan situasi perang dengan aturan hukum.”
Dia juga menekankan inti dari DPCW- HWPL dengan meminjam perkataan Ketua HWPL, Man Hee Lee adalah bahwa “imbas yang diharapkan dari DPCW-HWPL secara kumulatif adalah untuk meningkatkan tanggung jawab moral dan politik para pemimpin dunia dengan kristalisasi kewajiban hukum pemerintah mereka, dengan demikian akan bisa menjembatani kesenjangan antara hukum dan politik. ”
Upaya untuk melembagakan perdamaian berdasarkan DPCW – HWPL sedang dilakukan. Negara-negara di Asia Tenggara dan Amerika Tengah telah mulai membangun kembali infrastruktur hukum nasionalnya berdasarkan DPCW – HWPL, dan pemerintah daerah secara resmi menyatakan dukungannya kepada DPCW – HWPL untuk melaksanakan prinsip perdamaian. Di Asia Selatan, DPCW – HWPL dimasukkan ke dalam kurikulum universitas sebagai mata kuliah penelitian akademis tentang peran hukum untuk masyarakat yang damai.
Menurut UNESCO, lebih dari 190 negara menutup fasilitas pendidikan, dan lebih dari 1,6 miliar siswa kehilangan kesempatan mereka untuk pendidikan berkelanjutan. Sebagai bagian dari kampanye secara daring, “terus mengajar”, kurikulum pendidikan perdamaian HWPL sekarang diajarkan di 214 lokasi di 34 negara, memberikan pendidikan perdamaian daring untuk lebih dari 5.000 siswa sebanyak 224 kali di 15 negara.
Menekankan pentingnya penguatan kemitraan untuk pendidikan berkelanjutan, Duta Besar dan Delegasi Tetap Mali untuk UNESCO, S.E Monsieur Oumar KEITA, mengatakan, “Kita harus bersatu dalam semangat kerjasama untuk memastikan perdamaian di tingkat nasional dan internasional. Kita harus mempertimbangkan perlunya pendekatan hukum komprehensif yang akan menuntun warga negara dalam kehidupan sehari-hari, tanpa memandang kebangsaan, etnis, atau agama. Pembukaan DPCW – HWPL dengan 10 artikel dan 38 klausul berbicara tentang hal-hal tersebut dengan sangat baik. ”
Mengenai pentingnya agama dalam menyebarkan harapan dan perdamaian di masa krisis pandemi, Allama Syed Abdullah Tariq, Presiden Organisasi Agama & Pengetahuan Dunia, mengatakan, “Setiap kali umat manusia menghadapi zaman yang sulit, ada agama yang memberi mereka harapan dan keberanian untuk mengatasi krisis. Agama memiliki kekuatannya untuk mempersempit perbedaan di antara kita dan mempersatukan kita agar cukup kuat untuk menerobos rintangan. Upaya seperti itu akan menyuburkan budaya perdamaian ketika generasi saat ini, sangat membutuhkan harapan. ”
Sejak dimulai pada tahun 2014, pertemuan dialog antar agama HWPL yang juga dikenal sebagai pertemuan Kantor WARP kini diperluas ke 129 negara, melihat peningkatan pertemuan daring karena pandemi. Komunitas keagamaan dalam pertemuan Kantor WARP juga telah mengadakan beberapa pertemuan doa pan-religius, meditasi, dan kamp perdamaian untuk menjangkau orang-orang di dunia yang menghadapi kesulitan akibat pandemi.
International Peace Youth Group (IPYG), afiliasi dari HWPL, sedang membangun jaringan perdamaian pemuda di seluruh dunia dengan Youth Empowerment Peace Workshop (YEPW), yang terinspirasi oleh proses realisasi perdamaian DPCW HWPL, untuk mencapai pemberdayaan pemuda yang diusulkan dalam SDGs dan Pemuda PBB 2030.
Bapak Reuben Sapetulu, Wakil Sekretaris Agen untuk Persatuan Pemuda Persatuan Bangsa-Bangsa Zambia (YUNA Zambia), berkata, “Saya berpartisipasi dalam pengiriman 3.000 surat perdamaian kepada menteri kehakiman di Zambia untuk proposal DPCW – HWPL. Komitmen saya hanya karena saya setuju bahwa DPCW – HWPL adalah cara yang efektif untuk mengakhiri perang dan perdamaian dunia. YEPW juga terinspirasi oleh proses realisasi perdamaian DPCW – HWPL. Menyebarkan budaya perdamaian berdasarkan DPCW – HWPL tentunya merupakan cara untuk mencapai perdamaian. Para pemimpin dunia, mohon perhatian dan mohon dukung apa yang DPCW – HWPL nyatakan tentang proses realisasi perdamaian. ”
Ketua HWPL, Man Hee Lee mendesak kerja sama dan persatuan untuk mencapai perdamaian dengan mengatakan, “Tidak ada properti atau apapun yang bisa menjadi warisan di masa depan. Kita harus menciptakan dunia yang bebas, damai, dan cinta tanpa perang, dan menjadikannya warisan abadi bagi keturunan kita. Inilah yang perlu kita lakukan di era ini. Meski proses pengajuan DPCW – HWPL ke sidang umum PBB sempat terhenti beberapa saat akibat pandemi corona, namun sebatas keinginan untuk mencapai perdamaian ini tidak ada perubahan. ”