Mencari Seni Bersilaturahmi, Menyemai Hati Yang Fitri
5 min readOleh: Ady Santoso
JAMBIDAILY JURNAL – Kini kita sudah sampai pada hari terakhir dalam proses menjalankan ibadah puasa Bulan Ramadhan 1443 H atau bertepatan di tahun 2022 M. Kita akan segera menyongsong salah satu hari perayaan besar bagi umat Islam, yakni Idul Fitri. Sebagaimana yang telah menjadi budaya di Indonesia khususnya, setiap perayaan Idul Fitri maka kegiatan kunjung mengunjungi di antara keluarga/ kerabat terdekat, tetangga, rekan kerja, ataupun dengan teman menjadi rangkaian utama dalam memperingati hari raya Idul Fitri. Kegiatan tersebut bukan tanpa maksud dan tujuan, dalam kegiatan tersebut utamanya adalah untuk meminta maaf antara satu insan dengan insan lainnya, dan kembali menyambung tali silaturahmi.
Silaturahmi adalah kegiatan untuk menyambungkan kembali rasa kasih sayang, rasa tali persaudaraan, rasa membangun kepedulian, baik dengan keluarga/ kerabat terdekat, tetangga, rekan kerja, ataupun dengan teman. Silaturahmi merupakan perkara penting dan memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Keutamaan dan manfaat yang didapatkan dari kegiatan silaturahmi sangat banyak, satu diantaranya adalah mempererat kekerabatan keluarga, tetangga, rekan kerja, serta dengan teman. Membangun kembali silahturahmi, maka akan menanamkan dan menumbuhkan rasa persaudaraan yang mendalam sehingga hasilnya berupa dapat mengetahui kondisi, memahami keadaan, dan kelak saling memberi pertolongan. Dengan demikian, bangunan silaturahmi tidak mengenal akan perbedaan kedudukan, jabatan ataupun kekayaan yang akan menghalangi kita untuk membangun jalinan silaturahmi.
Proses membangun jalinan silaturahmi dapat terbilang mudah, ataupun sebaliknya terbilang susah. Sejatinya kegiatan silahturahmi adalah jalinan antara satu insan dengan insan lainnya, maka di sini faktor utama terbangunnya jalinan silaturahmi adalah dari pribadi insan itu sendiri. Proses membangun silaturahmi akan menjadi mudah bila pribadi insan tersebut membuka hati untuk menerima segala bentuk kekurangan dan memaafkan segala bentuk kesalahan yang telah terjadi, dan kembali membuka lembaran baru proses perjalanan kehidupan. Sebaliknya proses membangun silaturahmi akan menjadi susah, bilamana ada salah satu atau keduanya dari pribadi insan tersebut yang tetap berkeras hati, tidak mau membuka diri, tidak mau menerima kekurangan serta tidak bisa memaafkan kesalahan, maka proses membangun jalinan silaturahmi akan susah terjadi.
Sasaran utama dari kegiatan silaturahmi adalah hati dari setiap insan. Hati yang merupakan tempat bersemayamnya segala bentuk perasaan, mulai dari rasa suka-duka, susah-mudah, banyak-sedikit, sayang-benci, baik-buruk, dan lain sebagainya. Perasaan yang hanya si insan tersebut yang pernah alami, dan sesunggunya dengan membangun jalinan silaturahmi, perasaan tersebut ingin diperbaiki kembali. Inilah perlunya kita mencari seni bersilahturahmi untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Kegiatan seni yang sejatinya merupakan suatu bentuk kegiatan pencarian terus menerus hingga mendapatkan suatu tatanan yang baik secara estetika maupun secara etika.
Seni silaturahmi untuk kemaslahatan hati
Sesungguhnya setiap insan adalah pencipta seni, karena setiap insan pasti selalu berkaitan dengan perasaan, dan perasaan dalam kegiatan seni sering disebut dengan emosi. Emosi inilah yang sejatinya menjadi sumber penciptaan seni, emosi senang, emosi marah, emosi syukur, emosi cinta, emosi sayang, dan sebagainya segala macam emosi yang menjadi nilai dari suatu karya cipta seni, baik yang dituangkan ke dalam bentuk seni pertunjukan, seni rupa, seni media rekam, ataupun hanya ke dalam bentuk tulisan. Namun, dalam kondisi kita yang akan menyongsong hari raya Idul Fitri, kita kembali dihadapkan dengan bagaimana untuk mengolah emosi yang memberatkan hati untuk kembali membangun jalinan silaturahmi. Kita merasa susah dan berat hati untuk memulai terlebih dahulu dan menjadi pertama yang meminta maaf. Kita enggan memulai lembaran baru kehidupan, enggan mengikhlaskan dan enggan untuk tidak mengulangi lagi perbuatan yang dapat menyusahkan banyak insan.
Mencari strategi dalam bersilahturahmi adalah kebutuhan mendesak saat ini, bagi kita yang tidak menemukan kesusahan dalam membangun jalinan silahturahmi, tentu tidak akan menjadi permasalahan, akan tetapi bagi kita yang mempunyai suatu kesusahan dalam membangun jalinan silaturahmi, tentu ini akan menjadi bara api yang akan terus menyala dan sulit dipadamkan bilamana dalam momentum perayaan Idul Fitri hal tersebut tidak disikapi. Mengacuhkan permasalahan jalinan silaturahmi, berarti dengan sengaja kita menghancurkan bangunan tatanan sosial, dan yang pertama kali akan terkena dampak dari hancurnya tatanan sosial ini adalah insan yang tidak mau menyikapi permasalahannya dalam membangun jalinan silaturahmi.
Kembali bila dalam tulisan ini mengetengahkan perihal mencari seni bersilaturahmi, menyemai hati yang fitri, maka tidak ada jalan lain, selain kita menurunkan kadar emosi dari salah satu pihak, dan alangkah lebih baiknya lagi bila dari kedua belah pihak. Sebagai pekerja yang berkecimpung dibidang seni, khususnya seni pertunjukan, ketidakharmonisan yang dihasilkan dari satu pendukung pertunjukan, maka akan menyebabkan rusaknya harmoni pertunjukan, dan ini tentunya sangat tidak diinginkan dari sebuah karya seni pertunjukan. Penonton menginginkan pertunjukan yang harmoni, indah, dan baik secara etika. Maka secara tidak langsung, terdapat satu kunci dalam seni silahturahmi, yakni etika. Etika atau norma kehidupan, adalah pedoman bagi setiap insan dalam menjadi mahluk sosial. Etika menjadi kunci terbangunnya kembali jalinan silaturahmi, dan setiap insan hendaknya mengetahui dan menjalani etika kehidupan bersosial ini, dimana terdapat etika bagi yang muda untuk menghormati yang tua, yang tua untuk menyayangi dan membimbing yang muda, yang sebaya menghargai yang sebaya.
Menjelang perayaan hari Idul Fitri, kita kembali mengelola emosi, dan menjalani etika sebagai makluk sosial, yang mana tidak ada satu pun insan yang bisa hidup sendiri, dan tidak ada satu pun insan yang tidak membutuhkan bantuan dari insan lainnya. Sebagai insan yang sekaligus pencipta seni, sejatinya kita dapat untuk mengelola emosi, menjalani etika bermasyarakat, mengokohkan bangunan bermasyarakat guna kemaslahatan kehidupan sosial.