Dul Muluk Kian Lekat dalam Ingatan Rakyat
5 min readOleh: Oky Akbar
Kami datang dari jauh membawa bakul
Bakul dibawa oleh anak tari-menari
Abdul Muluk cerito lamo dari Jambi
Mari kito bersamo-samo membangun negeri.
Lirik lagu di atas dijadikan lirik lagu pembuka oleh sebagian besar kelompok teater di Festival Teater Remaja (FTR) tahun 2022. Namun, ada juga yang liriknya diubah, tetapi dengan nada yang masih sama atau tidak menggunakan keduanya. Sejarahnya, lirik dan nada itu diciptakan oleh Suardiman Malay dalam rangka Teater AiR pentas Dul Muluk di Sungapura tahun 2006.
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan konteks kekinian, lirik lagu itu sangat relevan dengan Dul Muluk. ‘Kami datang dari jauh’ diartikan sebagai pertunjukan teater Dul Muluk yang sudah ada sejak tahun 1854. Lalu, dihadirkan kembali oleh kelompok-kelompok kreatif dengan ‘membawa bakul’ yang berisi bekal dari ninik-mamak berupa ilmu pengetahuan, pesan, dan nilai-nilai kebaikan. Lantas, disajikan, dipertontonkan dengan cara riang gembira ‘oleh anak tari-menari’. ‘Abdul Muluk cerito lamo dari Jambi’ muncul pada tahun 1980-an yang bercerita tentang usaha menciptakan dan mempertahankan negeri yang aman dan sentosa. Untuk mewujudkan negeri yang aman dan setosa ‘mari kito besamo-samo membangun negeri’.
FTR tahun 2022 yang diselenggarakan Taman Budaya Jambi (TBJ) mengusung konsep teater tradisional Dul Muluk. Festival serupa pernah diselenggarakan oleh Teater AiR tahun 2021. Artinya, TBJ menangkap persoalan yang sama bahwa teater tradisonal harus diperkenalkan, didekatkan, dan terus diakrabkan kepada anak-anak muda. Oleh karena itu, Festival Dul Muluk hadir lagi sebagai upaya pemertahanan dan pewarisan kebudayaan.
FTR 2022 merupakan ujung rangkaian dari beberapa program yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pertama, Sarasehan Seni Tradisi di penghujung tahun 2021. Sarasehan menghasilkan rumusan:
- Dul Muluk dibedakan menjadi Dul Muluk Tradisional dan Dul Muluk Modern.
- Dul Muluk Tradisional menggunakan syair Abdul Muluk.
- Dul Muluk bentuk modern bisa saja menggunakan syair Abdul Muluk atau cerita lain dalam bentuk naskah.
- Dul Muluk modern boleh diperankan oleh laki-laki dan/atau perempuan.
- Dul Muluk Modern memiliki struktur yang berakar dari Dul Muluk tradisional berupa;
- Menyisipkan pantun.
- Pembuka cerita dinyanyikan (buka lanseh).
- Dialog berbahasa Melayu Jambi.
- Peralihan adegan ditandai dengan nyanyian atau tarian.
- Raja dan khadam dijadikan tokoh wajib.
- Tokoh Siti Rafiah, Siti Rahma, Abdul Roni, Menteri, Hulubalang, Mamanda lain-lain boleh dihadirkan jika dianggap perlu.
- Pecutan (rotan) yang menandai peralihan adegan boleh dihadirkan.
- Diiringi musik tradisional (akordion, biola, gendang, gong).
- Penutup cerita dinyanyikan.
Hasil rumusan ini diharapkan menjadi bahan baku dan acuan mementaskan Dul Muluk Modern. Namun sayang, dalam juknis FTR 2022, rumusan ini justru tidak dicantumkan!
Kedua, workshop penulisan naskah lakon. TBJ mendatangkan Agus S. Sarjono dari Institut Seni Bandung, Afriyendi Gusti dari Kantor Bahasa Jambi, dan EM Yogiswara sebagai praktisi seni. Dari hasil workshop ini, lewat kesungguhan EM Yogiswara yang mengumpulkan dan memberi saran masukan kepada penulis. Akhirnya, terkumpullah sembilan naskah terbaik yang kemudian menjadi naskah-naskah yang dipentaskan.
- Bantai Adat milik Yuyun DNS
- Kesumat Sunat milik Ayu Diah Lestary
- Lebah Madu Sialang milik Edo Pratamadani
- Minta Hujan milik M. Aldianto Muheldi
- Malam Beinai milik Megawaty
- Titik Koma milik Natasya
- Ngabit Ujang milik Nyimas Suci Amalia
- Naek Bubung milik Reva Deliana
- Rahasia di Rumpun Laos milik Diana A.
Ketiga, workshop keaktoran yang digawangi oleh Didin Sirojudin dari paktisi seni Jambi dan Randi Johar (Pelembang) serta Cherly dari Institut Seni Bandung. Ketiga subkegiatan itulah yang mengawali dasar pelaksanaan FTR.
Empat belas kelompok menjadi peserta FTR. Rentang umurnya beragam; pelajar hingga mahasiswa. Setiap kelompok berusaha menyajikan tampilan yang maksimal. Mulai dari kostum yang mereka sewa hingga setting panggung yang juga mengeluarkan biaya. Namun, Ada juga kelompok yang tampil secara minimalis, “memanfaatkan yang ada”. Kesemua itu bermuara pada konsep garap yang sudah dirancang oleh sutradara.
Selama dua hari pelaksanaan FTR, Teater Arena dipenuhi dengan gelak tawa penonton. Banyolan dari para aktor sukses memaksa penonton menampakkan giginya. Kelucuan itu bersumber dari tutur dialog antar tokoh dan tingkah lakuan aktor. Memang, Dul Muluk dipahami sebagai pertunjukan yang lucu, tetapi salah jika dimaknai berlebih yakni ‘lucu-lucuan’ maka setiap aktor atau kelompok berusaha menjadi yang terlucu. Akibatnya, porsi lucu menjadi dominan di dalam pertunjukan sedangkan esensi cerita justru lepas dari target capaian. Parahnya lagi, usaha melucu itu tidak menjadi lucu dikarenakan ketidaksamaan frekuensi pengetahuan dan pengalaman aktor-penonton.
Di sisi lain, ada kelompok yang saya anggap berhasil meramu konsep tradisi-modern. Kejemuan pengadengan tradisi mampu dimaksimalkan lewat set panggung yang unik. Alur cerita semakin jelas dan apik. Selain itu, tentu saja, para aktor muda. Tampil dengan percaya diri. Menjadi dirinya sendiri. Mengaktorkan dirinya pada dimensi psikologi yang wajar. Kedua hal itu pasti dipengaruhi oleh kepiawaian sutradara.
Dengan berbagai pertimbangan, juri telah menyelesaikan tugasnya. Yanusa Nugroho, Putra Agung, dan Titas Suwanda telah pula memaparkan pertanggungjawabannya di hadapan peserta. Berterima atau tidak, itulah festival, kembali kepada niat bermula.
Akhir kata, FTR tahun 2022, telah menjadi proses rekam budaya, baik secara digital maupun konvensional lewat ratusan mata peserta dan yang memirsa. Peserta dan penonton telah menjadi based data bergerak. Dengan begitu, tak perlu khawatir berlebih, ini dan itu. Dul Muluk kian lekat diingatan rakyat!
Sawah kosong siapkan semai
Kerbo di kandang siapkan pulo
FTR duo ribu duo duo telah usai
Jumpo lagi di FTR duo ribu duo tigo