15 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Ramalan 4 Analis Soal Efek Mengerikan Perbankan RI

3 min read

JAMBIDAILY EKONOMI – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan agar para perbankan mewaspadai beberapa risiko, yaitu scarring effect akibat dari pandemi Covid-19. Tantangan risiko tersebut mulai dari kenaikan yield surat berharga, potensi depresiasi Rupiah hingga penurunan likuiditas.

Sejumlah analis menyebut prospek perusahaan perbankan Indonesia masih positif meskipun akan dihadapi oleh berbagai tantangan pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Pasalnya likuiditas bank-bank besar saat ini masih terjaga dengan baik.

Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset mengatakan, otoritas terkait seperti Bank Indonesia dan OJK juga mendukung perbankan dalam pertumbuhan kredit. Salah satunya melalui restrukturisasi. Hal tersebut akan berdampak positif pada kredit bermasalah (Non Performin Loan/NPL).

“Ini penting konsolidasi perbankan dan mendukung sektor keuangan dan mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi. Karena pertumbuhan ekonomi diproyeksikan menurun oleh beberapa lembaga tapi kita tak mengalami resesi. Resesi kita kecil hanya 5% jadi cukup resilience di tengah gejolak ekonomi global. Jadi otomatis kita juga bisa menghadapi perfect strom dengan baik karena relatif solid,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/1).

Sementara, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, potensi dampak negatif pada industri perbankan sudah diperhitungkan oleh pemerintah. Bahkan, pemerintah juga sudah menyiapkan langkah langkahnya, yaitu dengan menyehatkan daya beli masyarakat, perekonomian nasional, sekaligus menyehatkan APBN.

“Apalagi kalau kita perhatikan, secara fundamental, perekonomian Indonesia pulih secara cepat,” sebutnya.

Sejauh ini, menurutnya, kualitas keuangan Indonesia juga masih terjaga, ditambah lagi dengan adanya perbaikan ekonomi domestik secara berkelanjutan. Hal tersebut juga ditopang oleh konsumsi, investasi, dan kinerja ekspor – impor, serta membaiknya neraca pembayaran.

“Sejauh ini kalau kita perhatikan, dengan adanya langkah langkah mitigasi dan kekuatan fundamental Indonesia kuat, sejauh ini meskipun ada potensi namun masih bisa teratasi,” tuturnya.

Selain itu, Senior Analis DCFX Lukman Leong mengatakan, dengan suku bunga Bank Indonesia yang tinggi tentunya akan meredam permintaan terutama sektor yang sensitif. Tahun ini tingkat suku bunga diperkirakan akan mencapai puncak. Hal ini tentunya akan menekan permintaan pinjaman dan sektor perbankan.

“Walau mungkin belum terasa sekarang, tapi terlihat spending masyarakat sudah mulai melemah contohnya penjualan ritel,” ungkapnya.

Sedangkan Direktur Equator Swarna Capital Hans Kwee mengaku, memang ada risiko dari global akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi, inflasi tinggi, kenaikan suku bunga yang mendorong yield surat hutang naik, dan pelemahan nilai tukar. Namun, tahun 2023 ekonomi Indonesia dan sektor keuangan masih sangat baik.

“Puncak inflasi dunia udah berlalu. Puncak kenaikan bunga di kuartal II 2023 sesudah itu bisa turun. Tekanan dana asing keluar dari sun berakhir dan dana cenderung balik ke surat hutang Indonesia. Bahkan nilai tukar rupiah cenderung menguat,” ucapnya.

Menurutnya, saham bank yang sempat merosot belakangan ini karena banyak dimiliki oleh investor asing. Ketika investor asing melakukan aksi ambil untung maka akan berdampak pada penurunan harga.

“Saham bank naik banyak di 2022 karena banyak fund asing dan lokal beli. Tapi sekarang ada balancing porto dan dana asing ada yg kembali ke asia timur Hongkong, China, Taiwan, Korea. Jadi bank koreksi. Bukan kinerja bank yang turun tapi karena balancing porto saja,” pungkasnya. (CNBC Indonesia)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

87 − = 85