Bukti RI ‘Dirampok’ Negara Lain, BI Sampai Jual Dolar AS!
3 min readJAMBIDAILY JAKARTA – Pemerintah akhirnya mengungkapkan alasan utama mau merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, salah satunya karena surplus neraca perdagangan selama ini tidak mampu memperkuat cadangan devisa Indonesia dan mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
“Itu kan kita tahu kalau kita lihat puncak tertinggi cadangan devisa kita kan sebelumnya sampai US$ 146,9 miliar, tapi secara bertahap karena sterilisasi untuk memperkuat rupiah kita maka BI kan melakukan sterilisasi valas, jual valas,” kata Iskandar saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Padahal, ia menekankan, beberapa tahun terakhir neraca perdagangan Indonesia telah mengalami surplus 32 berturut-turut sejak Mei 2020 hingga Desember 2022. Kinerja ekspor yang selalu mampu mengungguli kebutuhan impor dua tahun terakhir itu tidak mampu menjaga nilai cadangan devisa, bahkan cenderung turun. Dolar hasil ekspor hanya dibawa kabur ke negara lain.
“Berartikan devisa itu hanya masuk dan tidak dikonversi ke Bank Indonesia, sehingga cadangan devisa kita sangat terbatas. Padahal kita tahu sektor eksternal ini kan panjang maka itu sebenarnya ini sejalan dengan amanat Undang-undang PPSK,” ujar Iskandar.
Oleh sebab itu, ia menekankan, pada saat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) disahkan dan turut mengatur tentang lalu lintas devisa, pemerintah merasa perlu mengatur jangka waktu dolar hasil ekspor harus bertahan di dalam sistem keuangan Indonesia.
Dalam PP 1 Tahun 2019 eksportir hanya diwajibkan melaporkan dan menempatkan dananya ke perbankan dalam negeri. Tidak ada ada aturan mengenai batas waktu penempatan sehingga DHE bisa kembali ditarik dalam hitungan menit, sehingga lonjakan ekspor tidak berimbas kepada pasokan dolar Amerika Serikat (AS) di Tanah Air.
“Dulu enggak ada payung hukum yang kuat karena di UU Lalu Lintas Devisa itu bebas devisa, itu yang dulu kan jalannya,” tuturnya.
“Tetapi dengan adanya UU PPSK sekarang pengaturan DHE itu menjadi kuat dasar hukumnya karena di situ disebutkan penempatan pengaturan DHE di UU PPSK yang baru diundangkan kemarin pasal 10 b nya menyebutkan dengan PBI (Peraturan Bank Indonesia),” ucap Iskandar.
Rencananya, pemerintah akan menerapkan aturan agar eksportir harus menahan dolar hasil ekspornya di perbankan dalam negeri selama 3 bulan. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah akan menyiapkan insentif yang menarik untuk mengganjar eksportir yang melakukan hal ini.
“DHE akan kita siapkan PP nya dan usulan yang sedang dibahas 3 bulan,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (26/1/2023).
Ia juga mengatakan aturan insentif ini masih akan dibahas oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Namun demikian, Airlangga menuturkan insentif ini akan dibuat semenarik mungkin agar dolar ekspor nantinya tidak berpindah ke Singapura.
“Kementerian Keuangan yang akan menyiapkan tentunya insentifnya nanti insentif itu sedang kita bahas apakah itu terkait dengan bunga, pendapatan bunga baik itu rupiah ataupun dolar terhadap DHE yang ada di Indonesia dan kita perlu buat agar ini bersaing dengan Singapura sehingga tidak terbang lagi ke Singapura,” tegas Airlangga. (CNBC Indonesia)