RI Akhirnya Sadar Terlalu Banyak Buka Bandara Internasional
2 min readJAMBIDAILY JAKARTA – Pemerintah berencana memangkas bandara internasional hampir separuhnya menjadi hanya 15 bandara internasional. Saat ini ada 32 bandara yang berstatus internasional di Indonesia.
Pengamat Penerbangan Arista Atmadjati berpandangan positif mengenai rencana pemangkasan ini. Sebabnya dia melihat minimnya bandara internasional yang pada akhirnya tidak digunakan oleh maskapai asing sebagai pintu masuk/keluar Indonesia.
Dia memberi contoh seperti Bandara Internasional Supadio, Kalimantan Barat hanya didarati 1 – 2 kali maskapai Tiger Air, lalu bandara di Balikpapan Sepinggan dan Bandara Internasional Sam Ratulangi Manado juga hanya didarati oleh maskapai Scoot asal Singapura dan Malaysia Airlines.
“Di pangkas 15 saja masih kebanyakan. Seharusnya 7-8 saja cukup. Percuma nggak ada yang masuk (maskapai asing),” kata Arista kepada CNBC Indonesia, Jumat (3/2/2023).
Sebanyak 7 Bandara yang dimaksud Arista menjadi pintu masuk dan keluar penerbangan internasional seperti, di Medan, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Bali, Makassar, dan Balikpapan. Dimana saat ini cukup banyak diterbangi oleh maskapai asing.
Menurut Arista saat ini Indonesia terlalu banyak memiliki bandara internasional, sehingga itu tidak ekonomis terutama dalam hal biaya operasional. Terlebih dengan banyaknya jumlah pintu keluar/masuk maskapai luar ini tidak memberikan pengaruh jumlah wisatawan mancanegara.
“Nggak ngaruh, orang nggak diterbangin. Saya jamin ditambah jadi 50 bandara internasional juga nggak pengaruh… Seperti Myanmar itu nggak banyak, Malaysia juga nggak banyak KL sama Johor aja. Dikit bandaranya,” kata Arista.
Seperti diketahui pemerintah akan memangkas jumlah bandara internasional karena untuk menekan banyaknya pintu keluar warga Indonesia yang wisata ke luar. Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan, tujuan pemerintah merampingkan jumlah bandara internasional adalah untuk mendorong pariwisata Indonesia. Dalam hal ini menurunkan perjalanan wisata orang Indonesia ke luar negeri.
“Padahal kalau kita lihat ke para wisata itu 70% lokal, 30% asing. Kenapa pak Sandi juga sekarang mendorong percepatan pariwisata bisa mulai recover,” ungkap Erick. (CNBC Indonesia)