Dewan Pers Ingatkan Pers Taati Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
3 min readJAMBIDAILY JAKARTA – Dewan Pers mengingatkan kalangan pers agar menaati aturan tentang penyembunyian identitas dalam pemberitaan tentang anak yang berkonflik dengan hukum.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana menyampaikan hal itu, Rabu (12/4/2023). Dia menanggapi banyaknya pengaduan masyarakat atas pemberitaan pers yang mengungkapkan jatidiri anak dalam kasus kejahatan.
“Kami mengingatkan teman-teman pers agar selalu merujuk dan menaati Undang-Undang Pers No.40/199, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) dalam memberitakan anak, baik sebagai pelaku, korban, maupun saksi kasus kejahatan,” kata Yadi.
Mantan Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) itu menyebutkan UU Pers Pasal 7 UU ayat (2) yang menyatakan “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.” Selanjutnya, kata Yadi, KEJ Pasal 5 menggariskan kewajiban pers melindungi identitas anak. Pasal ini berisi ketentuan, “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.”
Mengenai batasan usia anak, Dewan Pers menekankan agar pers merujuk pada Peraturan Dewan Pers No.1/PERATURAN-DP-II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, yakni seseorang yang belum berusia 18 tahun, baik masih hidup maupun sudah meninggal dunia, sudah menikah maupun belum menikah. Batasan usia anak tersebut merujuk pada Undang- Undang No.11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Yadi menjelaskan identitas anak yang harus dilindungi adalah semua data dan informasi yang menyangkut anak, yang memudahkan orang lain mengetahui anak itu. Misalnya, nama, foto, gambar, nama kakak/adik, orangtua, paman/bibi, kakek/nenek, dan keterangan pendukung seperti alamat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan/klub yang diikuti, dan benda- benda khusus yang mencirikan si anak.
“Jadi, semua informasi yang dapat mengungkap jatidiri anak pelaku, anak korban, dan anak saksi suatu kejahatan harus disembunyikan, tidak diungkapkan dalam berita,” ujar Yadi.
Ancaman Hukuman
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengingatkan ketaatan pers menyembunyikan identitas anak bukan hanya sebagai kewajiban etik melainkan juga hukum. Mantan Komisioner Komnas Perempuan (2006-2009 dan 2010-2014) itu merujuk pada UU SPPA No.11/2012 Pasal 19 ayat (1) yang menyatakan “Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak atau pun elektronik.”
“Kami berharap rekan-rekan pers selalu ingat bahwa membuka identitas anak dalam pemberitaan berisiko menghadapi sanksi hukum. Ancaman sanksi hukum ini tidak mainmain,” kata Ninik.
Dia mengingatkan agar pers ekstra hati-hati dalam memberitakan anak, terutama yang menyangkut identitas mereka. Hal ini lantaran acaman hukuman atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) tersebut oleh pers sangat berat karena bersifat kumulatif.
Ninik merujuk Pasal Pasal 97 yang menyatakan, “Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah.” (*/dewanpers.or.id)