Enam Puisi Pilihan Terbaik, Karya: Pulo Lasman Simanjuntak
5 min readMATA PUISI
1//
menghitung hari-hari
nyaris buta (cemas !)
seperti puisiku yang menua
diselimuti asap kabut
dari pinggiran kota berawan
terus kususuri menuju
rumah ibadah
untuk mukjizat kesembuhan
di atas mimbar kesucian
membawa juga tubuhmu
digerogoti ulat-ulat beracun
dari dalam tanah basah
airmata terus berdarah
2//
sebelum aku merangkul
pekabaran tiap dinihari
rajin gerak badan di tikungan jalan
mulutku yang membusuk
telah menelan rakus
ribuan potong daging haram
ratusan ikan dari selokan
bahkan sering disuguhkan minuman biang gula
dari perkebunan teh yang tumbuh liar
di sekujur tubuhku
3//
maka kuputuskan( tiba-tiba !)
mata puisi ini
harus berlari ke rumah duka
disuntik obat mata dosis tinggi
lalu jadilah aku menjelma
jadi seorang tukang sihir
yang tak mampu melihat sinar matahari berdiri
tegak tiap pagi
4//
pada malam ini
sesudah hujan dan petir bertandang di pekarangan rumah
gelap gulita
harus kuselesaikan
membaca kitab suci
dengan mata kiri
menari-nari sendiri
aku harus kuat, pesanmu
sampai nanti kita bisa bertemu lagi
di hamparan langit baru
tanpa ada lagi
tangisan membuta
atau penyakit menular
sudah dimatikan seekor ular
damailah hati ini
Jakarta, Januari 2024
…
KADO ULANGTAHUN DIBUNGKUS KERTAS PUISI
kado ulangtahun hari ini
dibungkus kertas puisi
tanpa kecupan
doa dan mimpi
kelaparan selalu jadi sarapan
untuk nyanyian pagihari
bau bensin mengiringi
kematian liar ini
kado ulangtahun hari ini
dibungkus kertas puisi
siapa mau menjenguk matahari
hiburan batin
menebang pohon
taman hati
kado ulangtahun hari ini
dibungkus kertas puisi
sambil menunggu
hubungan batin pujangga basi
pada hari-hari menua
di ranjang besi
tak ada lagi
tangisan bayi
menjual perhiasan dan barang
warisan mati
Pamulang, Januari 2024
…
MELAWAT RUMAH SAKIT KELAPARANKU JADI SIRNA
duduk lelah
disuntik narkotika
pil warna merah
setelah seharian
menyantap
cerita mitos
sekumpulan ikan goreng
disantap di atas meja omong kosong
dari mulut pewarta tua
lalu membuka jendela rumah untuk kesepianku disensus nyonya kaya
sambil terus menunggu kedatangan
bukan pujangga sastra
membawa kabar dari surga
aku sempat bersyair
di kamar mandi milik pesakitan
rumah sakit makin bertingkat-tingkat
orang-orang telah mengunyah permen coklat
“sakit jantungnya harus ganti salah obat,” ujar perempuan sulung sambil mengajak untuk pesta perjamuan
telepon seluler telah berhenti berdering
pesta adat perutku butuh asupan makanan sehat
mata uang juga makin liar
masuk dalam selimut mimpi sorehari
diselesaikan dengan doa berdarah
tiap subuhhari dibungkus kegelisahan
Jakarta, Februari 2024
…
MENULIS PUISI TANPA MEZBAH PAGI
menulisi puisi
tanpa mezbah pagi
bersama permaisuri mati suri
larik puisi ini ternyata masih membutuhkan seribu ton beras impor
yang tersimpan dalam kompor
menulis puisi
tanpa mezbah pagi
bersama perkawinan kurus kering kerontang
bait puisi ini
ternyata masih membutuhkan tiupan daun-daun migas
tersembur liar dari cuaca makin panas
lalu kemanakah penyair usia senja
ini mau bercerita
gadai gitar yang bisa bernyanyi rock n roll dengan perut lapar
pinjaman oline yang bertebaran dalam
paru-parunya yang lumpuh setengah badan
ataukah kupilih terus menulis puisi
tanpa matahari risih
tanpa sungai mati
tanpa laut berombak kisruh
tanpa kuburan
dengan kain kafan kejang-kejang
masihkah iman ini kuat
ditusuk bertubi-tubi
dengan jutaan jarum kebenaran
Jakarta, Maret 2024
…
JANIN REMBULAN
janinnya lahir dari pecahan rahim rembulan
pada malam mencemaskan
bahkan darahnya mengalir ganjil
menyusuri mataair
bermuara pada sebuah gua rahasia
teramat dalam
disimpan sekian waktu
ada jarak keras
sampai angin dinihari berlalu
ke sana dimulai titik perzinahan
sungguh menjijikkan, katamu
mengurai dua musim
menguliti tubuhnya
tanpa warna obat
di meja operasi berbayar
seperti pendatang asing
yang mau ziarah sunyi
di kuburan berbatu-batu
disinari matahari murtad
sampai tiba di bumi ini
tangisan lelaki perkasa
tanpa airmata kedunguan
Jakarta, November 2023
…
MENULIS SAJAK DENGAN AIR LUMPUR
menulis sajak dengan air lumpur
tubuhku harus turun perlahan
ke kaki-kaki bumi
jaraknya dibatasi ribuan paralon
kadang tak puasa seharian
menelan perkakas biji besi
sampai bersekutu
dengan kegelisahan
tak mandi matahari
nyaris tiga tahun
aku buas memperkosa
apa saja binatang liar
yang menyusup dalam air tanah
menulis sajak dengan air lumpur
tak kunjung selesai
sampai bait ketiga
lalu kutebar kemarau
di area persawahan yang berkabut
baunya sangat membusuk
racunnya tiba-tiba membentuk
sebuah ritual yang menyebalkan
sehingga kulitku gatal dan keruh
membabi buta siang dan malam
maka menulis sajak dengan air lumpur
harus diselesaikan dengan tuntas
Jakarta, 2023/2024
…
BIODATA:
Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Surabaya 20 Juni 1961. Menulis puisi pertama kali berjudul IBUNDA dimuat di Harian Umum KOMPAS pada bln Juli 1977.
Setelah itu karya puisinya sejak tahun 1980 sampai tahun 2024 telah dimuat di 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta tayang (dipublish) di 168 media online/website dan majalah digital baik di Indonesia maupun di Malaysia.
Karya puisinya juga telah dipublikasikan ke negara Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh, dan India.
Karya puisinya juga telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal, dan saat ini tengah persiapan untuk penerbitan buku antologi puisi tunggal ke-8 diberi judul MEDITASI BATU.Selain itu juga puisinya terhimpun dalam 27 buku antologi puisi bersama para penyair seluruh Indonesia.
Saat ini sebagai Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), anggota Sastra ASEAN, Dapur Sastra Jakarta (DSJ) Bengkel Deklamasi Jakarta (BDJ) Sastra Nusa Widhita (SNW) ,Pemuisi Nasional Malaysia, Sastra Sahabat Kita (Sabah, Malaysia), Komunitas Dari Negeri Poci (KDNP), Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), Kampung Seni Jakarta (KSJ), Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, Sastra Reboan, Forbes TIM, dan Sastra Semesta.
Sering diundang baca puisi, khususnya di PDS.HB.Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
Bekerja sebagai wartawan bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.