oleh :Nazarman
JAMBIDAILY. COM-Penyematan nama Pasar Bang Syukur di Desa Pelakar Jaya, Kecamatan Pamenang, menuai kritik publik. Warga menilai penamaan fasilitas yang dibiayai dana negara dengan nama pejabat aktif bukan hanya kurang pantas, tetapi juga bisa menjadi preseden buruk.
Akun Ridho Kurniawan menulis: “Pasar Rakyat sajalah, udah pas. Jangan monumen politik di mana-mana. Nanti jadi contoh, masyarakat desa paling bawah bisa menamai jalan baru dengan nama kepala desanya atau bahkan ketua BPD karena merasa berkontribusi. Bertebaranlah jalan-jalan politik dengan nama penguasa saat itu.”
Elia Yulia menambahkan: “Wah… kalau dana pemerintah diberi nama Pasar Syukur ya salah. Cukup namanya Pasar Desa. Lain kalau dana pribadi, silakan diberi nama Pasar Bupati Syukur dengan tinta emas.”
Nada serupa datang dari Asef Sulistio: “Kalau sumber dana pribadi, pasang nama bapak dewek bae boleh jugo. Tapi kalau dana negara, banyak nama besar yang pantas dipajang di situ. Dak narsis jugo kali kur Syukur.”
Sementara itu, Rasuli Absri Sule Sule menilai penamaan pasar dengan nama bupati terlalu berlebihan: “Dibangun dari uang rakyat, buat nama Pejuang Jambi Sultan Taha biar anak-anak tau sejarah. Kalau Bang Syukur, harusnya uang pribadi.”
Dari suara-suara warga ini jelas, masyarakat tidak menolak pembangunan pasar, tetapi menolak pasar dijadikan prasasti politik. Rakyat hanya ingin kejujuran: kalau uangnya dari rakyat, maka namanya pun harus kembali ke rakyat, bukan disematkan untuk mengabadikan citra penguasa.
Kalau semua pembangunan diberi nama pejabat, jangan-jangan besok warung kopi pun bisa berganti nama sesuai siapa yang numpang duduk.(*)













