EKBISJURNAL PUBLIK

Membangun Kualitas Konstruksi Dari Hulu: Peran Strategis QCP dalam Pencegahan Kekurangan Volume dan Mutu Pekerjaan

×

Membangun Kualitas Konstruksi Dari Hulu: Peran Strategis QCP dalam Pencegahan Kekurangan Volume dan Mutu Pekerjaan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ir. Martayadi Tajuddin, MM

PEMBANGUNAN infrastruktur yang berkualitas merupakan fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, di lapangan, persoalan seperti kekurangan volume pekerjaan dan penurunan mutu konstruksi masih kerap terjadi.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI, 2023) menunjukkan bahwa sekitar 30% proyek yang diaudit tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak, baik dari sisi volume maupun mutu. Akibatnya, terjadi pemborosan anggaran serta meningkatnya risiko keselamatan.

Permasalahan ini tidak hanya disebabkan oleh lemahnya pengawasan, tetapi juga karena belum optimalnya penerapan sistem pengendalian mutu yang menyeluruh sejak tahap perencanaan.

Dalam konteks ini, Quality Control Plan (QCP) menjadi instrumen strategis yang perlu diimplementasikan secara sistematis sejak awal proyek untuk mencegah penyimpangan mutu dan volume.

Akar Masalah Kekurangan Volume dan Penurunan Kualitas

Kekurangan volume pekerjaan umumnya disebabkan oleh perencanaan yang tidak matang, metode kerja yang kurang tepat, serta pengukuran di lapangan yang lemah (Nugroho et al., 2020). Ditambah lagi, kompetensi tenaga kerja yang masih rendah serta sistem pengawasan yang belum efektif memperparah situasi (Setiawan & Rachmadi, 2021). Akibatnya, pekerjaan yang dihasilkan tidak memenuhi standar teknis, dan volume yang dicatat sering kali tidak mencerminkan kondisi riil.

Dampaknya luas—mulai dari potensi kerugian negara karena pembayaran yang tidak sesuai, hingga penurunan umur pakai infrastruktur. Masalah ini menjadi tantangan serius dalam manajemen proyek untuk memastikan bahwa hasil fisik proyek benar-benar sesuai dengan rencana yang telah dikontrakkan.

Quality Control Plan (QCP): Instrumen Pengendalian Mutu dan Volume

QCP adalah dokumen perencanaan mutu yang menjabarkan prosedur, tanggung jawab, dan standar kerja guna memastikan bahwa seluruh pekerjaan konstruksi memenuhi persyaratan mutu dan volume yang telah ditetapkan (PMBOK, 2017). Selain sebagai panduan teknis, QCP juga berfungsi sebagai alat kendali yang menjamin kualitas dan kuantitas pekerjaan secara berkelanjutan (Juran & Godfrey, 1999).

Elemen kunci dalam QCP antara lain:
• Spesifikasi dan volume pekerjaan: Memuat rincian teknis dan volume yang harus dicapai.
• Metode pelaksanaan: Prosedur kerja standar yang harus diikuti.
• Rencana uji dan inspeksi: Menetapkan jenis dan frekuensi pengujian material serta hasil pekerjaan.
• Tanggung jawab pengendalian mutu: Menentukan personel yang bertugas melakukan pengawasan mutu di lapangan.
• Tindakan korektif: Prosedur penanganan jika ditemukan ketidaksesuaian mutu atau volume.

Regulasi yang mengatur pentingnya QCP antara lain UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, PP No. 14 Tahun 2021, dan Permen PUPR No. 14/PRT/M/2013, yang menegaskan kewajiban penerapan sistem manajemen mutu pada setiap proyek konstruksi.

Implementasi QCP untuk Menjamin Mutu dan Volume

Penerapan QCP dapat mencegah ketidaksesuaian volume dan mutu melalui pendekatan sistematis, antara lain:

  1. Pengukuran Volume Secara Akurat
    Penggunaan teknologi seperti drone photogrammetry, GPS mapping, dan BIM (Building Information Modeling) memungkinkan verifikasi volume pekerjaan secara real-time, sehingga meminimalisir manipulasi data dan meningkatkan transparansi (Azhar et al., 2012).
  2. Pengujian Mutu Secara Rutin
    Pengujian laboratorium dan lapangan sesuai standar SNI dan ASTM—seperti uji slump beton, kepadatan tanah, dan ketahanan aspal—harus dijalankan sesuai jadwal dalam QCP untuk memastikan mutu konstruksi (Neville, 2011).
  3. Kompetensi dan Tanggung Jawab Personel
    Keberhasilan implementasi QCP sangat bergantung pada kompetensi teknis dan kesadaran mutu di seluruh jenjang kerja, sebagaimana ditekankan dalam prinsip Total Quality Management (TQM) (Oakland, 2014). Oleh karena itu, pelatihan dan sertifikasi sesuai standar BNSP menjadi keharusan.
  4. Integrasi dengan Sistem Pengawasan Digital
    Kementerian PUPR telah mendorong penerapan e-monitoring yang mengintegrasikan data lapangan, hasil pengujian, dan verifikasi volume secara daring (Kementerian PUPR, 2022). Hal ini menjadikan QCP sebagai alat pengendalian yang dinamis dan bukan sekadar dokumen administratif.

Tantangan dalam Penerapan QCP

Walau QCP menawarkan banyak manfaat, implementasinya masih menghadapi sejumlah hambatan:

• Budaya kerja yang resisten terhadap perubahan: Sebagian pelaksana masih menganggap QCP sebagai beban administratif.
• Kurangnya pengawas yang kompeten: Minimnya tenaga profesional mengakibatkan pengawasan teknis yang lemah.
• Keterbatasan infrastruktur digital: Teknologi pengawasan belum merata, khususnya di daerah terpencil.

Solusi untuk mengatasi tantangan ini mencakup penguatan pelatihan berkelanjutan, peningkatan sertifikasi, serta penyediaan infrastruktur teknologi yang memadai.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Quality Control Plan (QCP) merupakan pilar utama dalam menjamin mutu dan volume pekerjaan konstruksi. Dengan pendekatan yang sistematis dan transparan sejak tahap awal, QCP mampu mencegah berbagai penyimpangan teknis dan finansial yang kerap terjadi di proyek infrastruktur.

Penyusunan QCP menjadi tanggung jawab kontraktor pelaksana, yang harus memastikan bahwa seluruh aspek mutu dan volume tercakup secara rinci. Sementara itu, pengesahan QCP berada di tangan pemberi tugas, melalui otoritas pengawas atau pejabat proyek yang berwenang, guna menjamin kesesuaian dengan ketentuan kontrak dan regulasi yang berlaku.

Agar implementasi QCP berjalan efektif dan memberikan dampak nyata terhadap kualitas proyek, maka diperlukan langkah-langkah konkret sebagai berikut:

• Menyusun QCP secara komprehensif dan mengesahkannya sebelum proyek dimulai, agar mekanisme pengendalian mutu dan volume telah siap diterapkan sejak hari pertama pelaksanaan.
• Menyiapkan tenaga kerja yang bersertifikat dan kompeten sesuai dengan standar nasional, sehingga pelaksanaan di lapangan dapat memenuhi ekspektasi teknis dan keselamatan kerja.
• Mengintegrasikan QCP dengan sistem pengawasan digital berbasis real-time, guna meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi pelaporan serta pemantauan pekerjaan.
• Melaksanakan audit mutu secara berkala, serta melakukan tindakan korektif segera apabila ditemukan penyimpangan terhadap rencana kerja.

Dengan penerapan QCP secara konsisten dan menyeluruh, tata kelola proyek konstruksi akan semakin kuat, dan kualitas infrastruktur nasional dapat ditingkatkan secara signifikan serta berkelanjutan.

Daftar Pustaka
• Azhar, S., Hein, M., & Sketo, B. (2012). Building Information Modeling (BIM): Benefits, Risks and Challenges. Leadership and Management in Engineering, 11(3), 241-252.
• Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). (2023). Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2023. Jakarta: BPK RI.
• Juran, J. M., & Godfrey, A. B. (1999). Juran’s Quality Handbook. McGraw-Hill.
• Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (2022). Pedoman Pengawasan Berbasis Teknologi dalam Proyek Infrastruktur. Jakarta: Ditjen Bina Konstruksi.
• Neville, A. M. (2011). Properties of Concrete. Pearson Education Limited.
• Nugroho, A., Wijayanto, T., & Prabowo, H. (2020). Analisis Mutu Proyek Jalan Nasional di Indonesia. Jurnal Rekayasa Sipil dan Lingkungan, 7(1), 45-53.
• Oakland, J. S. (2014). Total Quality Management and Operational Excellence. Routledge.
• Permen PUPR No. 14/PRT/M/2013 tentang Sistem Manajemen Mutu Pekerjaan Konstruksi.
• Setiawan, R., & Rachmadi, A. (2021). Ketidaksesuaian Volume dan RAB: Kajian Kasus Proyek Jalan Daerah. Jurnal Konstruksi dan Infrastruktur, 9(2), 22-31.
• UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
• PP No. 14 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.