JURNAL PUBLIKPOLHUKAM

Meritokrasi di Persimpangan Jalan

×

Meritokrasi di Persimpangan Jalan

Sebarkan artikel ini

Editorial: Nazarman

JAMBI DAILY. COM-Bupati Merangin H M Syukur baru saja meneken komitmen bersama penerapan sistem meritokrasi di Palembang. Pidatonya manis: setiap ASN akan ditempatkan sesuai kompetensi, integritas, dan kinerjanya. Tentu terdengar indah, seindah ruang ballroom hotel tempat acara itu digelar.

Namun publik Merangin kini menunggu bukti nyata, bukan sekadar kata-kata. Sebab di lapangan, kursi eselon II masih banyak dijabat Plt. Sementara di depan mata, pelantikan pejabat eselon III dan IV segera digelar. Dua momentum ini akan menjadi ujian paling konkret: apakah jabatan benar-benar diberikan kepada yang berkompeten, atau kembali dibagi-bagi seperti kuota arisan politik.

Isu yang berkembang tidak menggembirakan. Disebut-sebut ada pola bagi-bagi jatah dalam penentuan kursi. Jika benar demikian, maka janji meritokrasi runtuh sebelum sempat berdiri. Yang berjalan bukan sistem berbasis kinerja, melainkan logika lama: jabatan sebagai hadiah politik, kursi sebagai simbol kuota kelompok, birokrasi sebagai panggung kompromi.

Padahal meritokrasi adalah fondasi birokrasi yang sehat. Tanpa itu, pelayanan publik hanya akan semakin rapuh dan rakyat jadi korban. Selama kursi eselon masih diperlakukan sebagai barang dagangan, jangan salahkan publik jika menilai birokrasi Merangin sedang berjalan mundur—bahkan mungkin tersandung di jalan yang salah.

Maka pelantikan eselon II, III, dan IV bukan sekadar acara seremonial. Ia adalah cermin: apakah Bupati Syukur berani menepati janjinya, atau justru membiarkan meritokrasi berubah menjadi sekadar komedi birokrasi yang dipentaskan untuk meninabobokkan publik.***