KESEHATAN & OLAHRAGA

Skandal Dinkes Merangin: Ongkos Kirim Dibengkakkan, Dua Paket Pengadaan Diduga Fiktif

×

Skandal Dinkes Merangin: Ongkos Kirim Dibengkakkan, Dua Paket Pengadaan Diduga Fiktif

Sebarkan artikel ini

JAMBIDAILY. COM– Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pengadaan belanja modal peralatan dan mesin di Dinas Kesehatan Merangin tahun 2024, membuka potret buram tata kelola anggaran publik. Tidak hanya ada kelebihan pembayaran ongkos kirim senilai Rp92,6 juta, BPK juga menemukan dua paket pekerjaan yang tidak pernah terealisasi alias fiktif.

Dua paket yang dimaksud adalah rak obat (rak besi) senilai Rp5 juta dan temperature logger senilai Rp6,75 juta. Memang jumlah uang untuk sekelas proyek pemerintah terbilang kecil, hanya Rp11,75 juta. Tapi justru di situlah letak persoalannya: kalau untuk nominal sekecil itu saja berani dimainkan, bagaimana dengan proyek bernilai miliaran rupiah?

Modus Pembengkakan Ongkos Kirim

Selain paket fiktif, modus lain yang ditemukan adalah pembengkakan ongkos kirim.

Cold Box Vaccine Carrier, Pallet Plastik 1,5 T, dan Thermometer senilai Rp17,95 juta, ongkos kirim riil hanya Rp2,46 juta, tapi pembayaran penuh tetap dilakukan.

Posyandu Kit senilai Rp30 juta, ongkos kirim riil Rp8,53 juta, dengan kelebihan bayar Rp21,46 juta.

Secara keseluruhan, dinas mencatat ongkos kirim sebesar Rp139,7 juta. Padahal, invoice ekspedisi hanya menunjukkan Rp47,05 juta. Hasilnya, BPK memastikan ada kelebihan pembayaran Rp92,64 juta.

Meski Sebagian Temuan Dikembalikan, Modus Tetap Terjadi

Memang, ada kemungkinan sebagian temuan sudah dikembalikan pasca audit. Namun, persoalannya tidak sesederhana itu. Fakta bahwa ada paket pekerjaan fiktif dan penggelembungan biaya ongkos kirim menunjukkan modus penyalahgunaan anggaran memang terjadi.

Pengembalian uang tidak otomatis menghapus praktik kotor. Sama seperti seorang pencuri yang mengembalikan barang curian setelah ketahuan, perbuatannya tetaplah sebuah pelanggaran serius.

Kecil Nilainya, Besar Pesannya

Kecilnya nilai Rp11,75 juta bukan alasan untuk menganggap enteng. Dalam konteks integritas, jumlah itu adalah cermin bobroknya tata kelola. Kalau prinsip dasar transparansi saja sudah dilanggar, bagaimana mungkin publik percaya bahwa pelayanan kesehatan dijalankan dengan niat tulus?

Pertanyaan Publik

Mengapa paket pengadaan senilai jutaan rupiah bisa cair tanpa barang?

Ke mana peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)?

Apakah Kepala Dinas benar-benar tidak tahu, atau sengaja menutup mata?

Jika sistem E-Katalog yang seharusnya transparan saja bisa dimainkan, publik berhak bertanya: ada berapa banyak lagi proyek kesehatan yang sekadar jadi ladang bancakan?

Tantangan untuk Aparat Penegak Hukum

Temuan BPK ini seharusnya tidak berhenti sebagai catatan administrasi. Ada indikasi kuat kerugian negara dan penyalahgunaan jabatan. Jika aparat penegak hukum hanya diam, berarti mereka ikut membiarkan praktik serupa terus berulang.

Dan kepada pejabat Dinas Kesehatan Merangin, satu pesan sederhana: meski sebagian temuan sudah dikembalikan, jejak penyimpangan tak bisa dihapus. Publik butuh keadilan, bukan sekadar alasan.(nzr)