Editorial: Nazarman
Bupati Merangin, M. Syukur, baru saja mengeluarkan surat edaran bernomor 414/491/DPMD/2025 tertanggal 17 September 2025 yang menegaskan larangan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI). Kepala desa, camat, dan BPD diminta aktif mengawasi dan melaporkan, sementara perangkat desa yang terlibat diancam sanksi tegas.
Namun publik Merangin tahu, tantangan sebenarnya tidak berhenti pada tulisan di atas kertas. Sebab, di kawasan Sungai Manau Lamo yang kini terbagi menjadi tiga kecamatan: Renah Pemerap,Sungai Manau dan Pangkalan Jambu, PETI justru berkembang menjadi industri gelap dengan berbagai metode.
Tidak hanya dompeng yang meraung di sungai-sungai, tetapi juga lobang jarum yang menggerogoti tanah dari dalam, hingga alat berat ekskavator yang mengupas hutan, sawah, serta kebun warga tanpa ampun. Kerusakan lingkungan pun meningkat drastis, sementara aparat dan pemerintah kerap tampak tak berdaya.
Inilah alasan publik menaruh keraguan. Surat edaran hanya akan dianggap serius jika mampu menundukkan Sungai Manau Lamo, pusat tambang ilegal terbesar di Merangin. Tanpa keberanian menyentuh daerah ini, edaran itu hanya akan menjadi simbol formalitas sekadar tinta di atas kertas yang tak sedikit pun menggoyahkan mesin tambang.
Sungai Manau Lamo adalah ujian sesungguhnya. Apakah Bupati M. Syukur benar-benar siap menertibkan, atau sejarah pembiaran kembali berulang? Ataukah edaran ini hanya sekadar “gerak sambal” yang tak lebih dari basa-basi politik?. ***











