EKBIS

Pengaspalan Tanpa Patching di Bangko Disorot: Pernyataan Pejabat PUPR Dinilai Menabrak SNI dan Permen PUPR

×

Pengaspalan Tanpa Patching di Bangko Disorot: Pernyataan Pejabat PUPR Dinilai Menabrak SNI dan Permen PUPR

Sebarkan artikel ini

JAMBI DAILY.COM – Praktik pengaspalan dalam Kota Bangko kembali menuai sorotan tajam. Proyek pemeliharaan berkala Rp 3,8 miliar yang dikerjakan CV Putra Nauli justru menampilkan pola kerja yang disebut para ahli sebagai “pelapisan instan tanpa perbaikan struktur” metode yang dikenal sebagai biang kerok umur jalan pendek.

Di lapangan, sejumlah ruas jelas menunjukkan retak buaya, amblas, dan kelelahan struktur. Kondisi ini secara tegas dilarang untuk langsung ditutup dengan overlay. Namun, tanpa melalui patching atau milling memadai, pekerjaan tetap dipaksakan berjalan.

Yang mengejutkan, dua pejabat teknis PUPR Merangin justru memberi pembenaran.

Kabid Bina Marga, Arya Koswara, mengatakan pengaspalan tanpa patching sah-sah saja.
“Tidak masalah pengaspalan tanpa patching kalau pondasinya masih kuat,” ujarnya.

PPTK proyek, Dori, mengulang klaim serupa untuk ruas DKT–Bank 9 Jambi.
“Pondasinya masih bagus… jadi cukup overlay,” katanya.

Pernyataan ini sontak memantik tanda tanya besar. Pasalnya, semua standar teknis negara—SNI 1732, SNI 2826, hingga Permen PUPR 13/2011 secara eksplisit melarang overlay di atas lapisan yang retak, lelah, atau mengalami kerusakan struktural. Retak wajib dipotong, dibenahi, dan dilapisi ulang. Bukan ditutup begitu saja.

Praktik menimpa aspal baru di atas kerusakan lama inilah yang memicu reflective cracking, retak-retak lama yang akan “menembus” ke permukaan. Artinya, apa yang hari ini terlihat mulus hanya akan bertahan dalam hitungan bulan.

Seorang pemerhati infrastruktur menyebut sikap pejabat PUPR Merangin sebagai “pembenaran terang-terangan atas pekerjaan non-teknis”.
“Ini bukan pemeliharaan. Ini kamuflase. Kalau tetap dipaksakan, masyarakat hanya dapat jalan mulus sesaat dan anggaran miliaran itu hilang sia-sia,” tegasnya.

Kekhawatiran publik pun menguat. Jalan dalam kota yang menjadi akses utama menuju rumah sakit, sekolah, dan pusat ekonomi justru diperlakukan seperti proyek tambal-selesai. Bukan pemeliharaan, melainkan penyembunyian kerusakan.

Dengan biaya sebesar ini, masyarakat mempertanyakan:
Apakah kualitas masih menjadi prioritas, atau sekadar mengejar permukaan hitam yang tampak rapi di foto dokumentasi?.

Tinggalkan Balasan