22 Desember 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Sukses Pergelarkan Lesung Luci, Teater Tonggak Apresiasi TBJ dan Semua Pihak

6 min read

Salah satu adegan Lesung Luci/Foto: Hendry Noesae

JAMBIDAILY SENI, Budaya – Sukses pergelaran ‘Lesung Luci’ karya Didin Siroz pada Senin 15 Agustus 2022. Teater Tonggak apresiasi Pemerintah provinsi Jambi Dinas Kebudayaan dan pariwisata UPTD Taman Budaya Jambi (TBJ) serta semua pihak yang telah mendukung.

“Saya selaku pimpinan produksi dan sekretaris Teater Tonggak mewakili ketua, menyampaikan apresiasi atas dukungan Dinas Kebudayaan dan pariwisata UPTD Taman Budaya Jambi, rekan-rekan media, sanggar atau komunitas seni serta semua pihak atas kesuksesan pergelaran Lesung Luci,” Ujar Hendry Nursal (Senin, 15/08/2022 malam) seusai pergelaran di gedung teater Arena TBJ.

Menurut Hendry yang notabene juga Ketua Pelaku Teater Indonesia (PTI) Korda Provinsi Jambi, Betapapun kecilnya sebuah peristiwa budaya muncul dipermukaan, tetapi tetap menjadi sebuah jejak sejarah dalam proses kontinuitas dinamisasi kebudayaaan.

“Semoga, pergelaran “LESUNG LUCI” dari teater tonggak Jambi ini mampu meneruskan usaha pencarian ekspresi teater yang tak pernah luntur dan dapat menginformasikan pesan moral serta budaya kepada masyarakat luas. Pergelaran berjudul “LESUNG LUCI” Berbicara tentang kondisi sosial kemasyarakatan yang semakin materialis, individualis, dan konsumeritis. Oleh karena itu, dukungan yang diberikan oleh semua pihak dalam bentuk apapun akan menjadi pemacu adrenalin tersendiri bagi kami serta kami hargai sebagai dorongan aktif dalam sebuah peristiwa budaya,” Beber Hendry.

Disamping itu, Teater Tonggak menjadikan Pergelaran berjudul “Lesung Luci” sebagai ajang silaturahmi dan komunikasi para seniman dengan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan nilai-nilai persaudaraan. Serta ingin Meningkatkan rasa peduli terhadap sesama, memberikan semangat tersendiri.

“Karya LESUNG LUCI, mengisyaratkan pesan dengan tujuan dapat Meningkatkan kepedulian Siswa dan Pelajar Kota Jambi terhadap seni dan budaya di Jambi termasuk kalangan masyarakat umum. Meningkatkan Kesadaran terhadap seni dan budaya lokal yang ada serta mendorong untuk menciptakan kekaryaan. lalu mengajak pemerintah daerah, para pemegang kebijakan beserta para pengusaha khususnya di Provinsi Jambi untuk turut peduli akan perkembangan kekayaan seni dan budaya lokal, dan berharap kegiatan ini dapat memberikan pencerahan dan pembelajaran batin melalui karya seni,” Harap Hendry Nursal.

Lesung Luci mendapat perhatian dan memenuhi syarat karya pengolahan yang dilaksanakan Taman Budaya Jambi, didukung penuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Dirjen Kebudyaan dalam bingkai Dana Alokasi Khusus (DAK).

Lesung Luci Dari Teater Tonggak memenuhi persyaratan tema dan telah melalui proses kurasi dari para kurator. Sesuai kesepakatan kami, bahwa tahun 2022 semua karya eksperimentasi, pengolahan dan Apresiasi yang akan difasilitasi Taman Budaya Jambi wajib bertema Upacara,” Terang Eri Argawan, kepala Taman Budaya Jambi.

“Inilah program pengembangan seni tradisional, kegiatan pembinaan kesenian yang masyarakatnya pelaku lintas daerah kabupaten/kota pada sub kegiatan peningkatan kapasitas tata kelola lembaga kesenian tradisional dan sub kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan SDM kesenian tradisional,” Tandas Eri Argawan.


Lesung Luci

Lesung adalah alat tradisional dalam pengolahan padi atau gabah menjadi beras. Fungsi alat ini memisahkan kulit gabah dari beras secara mekanik. Lesung terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu berukuran kecil.
Alu atau Antan merupakan alat pendamping lesung atau lumpang dalam proses pemisahan sekam dari beras. Alu (antan) dan lesung merupakan dua alat yang tidak dapat dipisahkan dalam penggunaannya. Alu tidak bisa digunakan tanpa ada lesung, begitu sebaliknya.

Dulunya, alat tradisional ini digunakan untuk mengubah padi menjadi beras secara mekanik. Menggunakan tangan dan tenaga manusia.

Pekerjaannya sering disebut menumbuk padi, yaitu memisahkan kulit padi sehingga menjadi beras dengan menggunakan tangan manusia. Kulit padi yang dihasilkan disebut sekam. Padi yang akan ditumbuk harus dijemur sampai kering dengan cahaya matahari. Tujuannya agar kulit padi mudah dipisahkan dan beras yang dihasilkan tidak patah.

Dengan adanya kemajuan teknologi, menumbuk padi dengan cara tersebut tidak digunakan lagi. Sudah ada mesin untuk menjadikan padi menjadi beras. Alu dan lesung kini hanya tinggal kenangan. Kalau pun digunakan sekarang ini hanya untuk menumbuk daun pandan, atau menumbuk singkong rebus menjadi bentuk adonan kemudian diolah menajdi bahan kerupuk.

Luci sebagai alat atau tempat menaruh sesaji yang diadaptasi dari budaya masyarakat Kerinci. Luci merupakan wadah yang digunakan untuk meletakkan sesaji saat musim padi mulai berbunga. Luci digunakan dalam Prosesi upacara yang disebut tari Ngayun luci.

Tari ngayun luci dipersembahkan ke pada leluhur saat masyarakat menanam padi agar tidak dimakan burung saat musim padi mulai berbuah dan berharap mendapatkan hasil melimpah saat musim panen. Selain itu tari Ngayun luci juga bisa untuk penyembuhan penyakit pada zaman dahulu dengan mendatangkan roh-roh nenek moyang sebagai perantara penyembuhan dengan menggunakan sesajen.

Konsep Garapan

Pada awal pergelaran menghadirkan kakitau (Orang-orangan sawah) yang digunakan untuk mengusir burung pemakan padi. ini merupakan kebiasaan masyarakat Bungo, dalam memanfaatkan Kakitau yang dipandang memiliki unsur magic, karena mampu mengusir burung-burung pemakan padi di sawah.

Kakitau didalam pergelaran ini tidak hanya menghadirkan gerak ataupun bentuk dari kakitau namun juga akan adanya dialog antar Kakitau yang bermimpi menjadi manusia. Dialog-dialog yang sampaikan para tokoh, bisa dicerna segala umur, bersifat edukasi dan pencerahan terkait budaya kekayaaan di provinsi Jambi khususnya Kerinci yaitu Ngayun Luci.

“Zaman dahulu, Kakitau masih memiliki eksistensi yang tinggi sesuai dengan fungsinya, yakni mengusir burung pemakan padi, namun seiring perkembangan Zaman, Kakitau mulai kehilangan eksistensinya akibat dari mulai hilangnya area persawahan, yang digantikan dengan bermunculannya gedung-gedung pencakar langit,” Terang Didin Siroz, selaku pemilik karya dan Sutradara.

Kakitau kini mulai hilang eksistensi, area persawahan telah digantikan gedung-gedung tinggi. Sawah, Kakitau dan burung pemakan padi merupakan tiga unsur yang berbeda namun saling berhubungan. Ketika sawah sudah tidak ada, secara otomatis burung dan Kakitau juga hilang. Unsur magic dari kakitau juga dianggap turut hilang, seiring dengan hilangnya sawah dan burung.

Selain kakitau, kehidupan masyarakat para perempuan pada umumnya pedesaan akan dihadirkan dan diperkuat lewat kostum juga properti seperti Ambung.

Ambung adalah tempat untuk menyimpan berbagai jenis barang,peralatan makan,bahan makanan,buah buahan yang sering digunakan oleh orang Rimbo sejak zaman Belanda. Ambung terbuat dari anyaman rotan yang dibuat oleh orang Rimbo sendiri. Biasanya orang Rimbo memakai Ambung dengan cara meletakan tali ikatan ambung diatas kepala untuk memudahkan membawa hasil hutan, seharusnya ambung disandang dan diletakkan di punggung.

Tokoh perempuan digambarkan sebagai petani, seolah-olah menumbuk padi menggunakan Lesung dan Alu (Antan) yang dapat membentuk komposisi musik tradisi. Sementara untuk petani lelaki menghadirkan komposisi gerak.

Diakhir prosesi upacara atas rasa syukur panen maka Tari rentak kudo menghiasi. Tari Rentak Kudo adalah tarian kesenian khas budaya asli masyarakat Kerinci yang berasal dari daerah Hamparan Rawang Kabupaten Kerinci, Jambi yang banyak diminati kalangan masayakat di Kabupaten Kerinci.

Tarian ini dipersembahkan untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci yang secara umum adalah beras (padi) dan dilangsungkan berhari-hari tanpa henti.

“Kadang bila dilanda musim kemarau yang panjang, masyarakat Kerinci juga akan mementaskan kesenian ini untuk berdoa kepada Yang Maha Kuasa (menurut kepercayaan mereka masing-masing). Tujuan dari pementasan tari ini umumnya adalah untuk melestarikan pertanian dan kemakmuran masyarakat, untuk menunjukkan rasa syukur masyarakat Kerinci baik dalam musim subur maupun dalam musim kemarau untuk memohon berkah hujan,” Tandas Didin Siroz.

Pergelaran ini bermaksud dan bertujuan:

  1. Memberikan wadah sarana sosialisasi dan komunikasi yang positif bagi individu maupun sanggar-sanggar seni yang ada di Kota Jambi khususnya melalui karya
  2. Sebagai sarana silaturahmi dan meningkatkan hubungan sosial
  3. Meningkatkan kepedulian Siswa dan Pelajar Kota Jambi terhadap seni dan budaya di Jambi termasuk kalangan masyarakat umum.
  4. Meningkatkan Kesadaran terhadap seni dan budaya yang ada serta mendorong untuk menciptakan kekaryaan.
  5. Mengajak pemerintah daerah, para pemegang kebijakan beserta para pengusaha khususnya di Provinsi Jambi untuk turut peduli akan perkembangan kekayaan seni dan budaya lokal
  6. Serta berharap kegiatan ini dapat memberikan pencerahan dan pembelajaran batin melalui karya seni

 

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

62 − = 57