Instalasi Bambu dan Pameran Semarakkan “Kenduri Swarnabhumi” di Taman Budaya Jambi
3 min readJAMBIDAILY SENI, Budaya – Taman Budaya Jambi (TBJ) sedang mempersiapkan pameran instalasi sebanyak 11 karya dan pameran karya lukisan yang dibuka secara resmi pada 4 September 2022 dan berlangsung hingga 14 September 2022
Para perupa dan seniman Jambi terlihat terus mengerjakan instalasi yang berbahan bambu dengan konsep upacara dari berbagai kabupaten dan kota dalam provinsi Jambi di ruang terbuka Taman Budaya Jambi. Sementara itu, untuk pameran karya lukisan akan tersaji di ruang tunggu Gedung Teater Arena dan juga Gedung prosenium.
Pameran ini juga menjadi bentuk cara seniman Jambi menyemarakkan peristiwa budaya yang sedang berlangsung di provinsi Jambi, yaitu Kenduri Swarnabhumi. Program kerja sama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek dengan Pemerintah Provinsi Jambi.
Kenduri Swarnabhumi menjadi momentum penelusuran kembali bukti-bukti sejarah budaya Melayu Jambi, khususnya di daerah sepanjang Sungai Batanghari.
Untuk Pameran ini dilaksanakan Pemerintah provinsi Jambi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) provinsi Jambi UPTD Taman Budaya Jambi, didukung penuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Dirjen Kebudayaan dalam bingkai Dana Alokasi Khusus (DAK).
Konsep upacara dalam pameran ini menurut Kepala Taman Budaya Jambi, Eri Argawan Sesuai kesepakatan seniman, bahwa tahun 2022 semua karya eksperimentasi, pengolahan dan Apresiasi di Taman Budaya Jambi wajib bertema Upacara.
“Inilah program pengembangan seni tradisional, kegiatan pembinaan kesenian yang masyarakatnya pelaku lintas daerah kabupaten/kota pada sub kegiatan peningkatan kapasitas tata kelola lembaga kesenian tradisional dan sub kegiatan peningkatan pendidikan dan pelatihan SDM kesenian tradisional,” Tandas Eri Argawan.
Kenduri Swarnabhumi telah resmi dibuka pada Jumat, (12/8/2022) lalu bertema “Batanghari Dulu, Kini, Dan Nanti” untuk mengingat pentingnya sungai dalam kehidupan manusia.
Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid menjelaskan Kenduri Swarnabhumi bukan sekadar festival kebudayaan saja, melainkan sebuah gerakan untuk mengingatkan masyarakat kembali akan pentingnya peran sungai, khususnya Sungai Batanghari, dalam kehidupan.
“Kenduri ini bukan hanya sebatas kegiatan, namun merupakan gerakan kebudayaan untuk mengingatkan kembali ingatan masyarakat tentang pentingnya sungai dalam kehidupan sehingga harus meletakkan kebudayaan di hulu pembangunan,” Ungkap Hilmar Farid, diakun medsos resmi Kenduri Swarnabhumi.
Berikut Foto-foto persiapan yang diabadikan jambidaily.com (Rabu, 31/08/2022)
Jejak-jejak Peradaban di Sungai Batanghari
Semula terdapat teori yang mengatakan, kawasan pantai timur Sumatra yang berupa rawa sepanjang 80-100 kilometer dari garis pantai, dulunya adalah laut. Daerah berawa itu seluruhnya merupakan daratan baru yang berbatasan dengan Laut Jawa di bagian timur, serta berdampingan dengan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Terjadinya daratan itu dikarenakan proses sedimentasi sungai, marin, dan undak-undak pantai, serta pertumbuhan hutan bakau yang kemudian mati dan bertumpuk di rawa hingga menjadi gambut.
Teori tersebut kemudian terbantahkan melalui penelitian-penelitian mutakhir, yang ternyata banyak ditemukan situs dan tinggalan arkeologi yang menunjukan bahwa terdapat sebuah peradaban di kawasan ini berabad-abad silam.
Peninggalan-peninggalan penting di masa lampau yang menunjukan adanya suatu peradaban atau aktivitas perniagaan antara Jambi dengan wilayah lain baik di dalam, maupun luar Nusantara diketahui dari sumber-sumber China dan berbagai tinggalan arkeologi, utamanya ditemukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Berbagai keramik asal China dari masa dinasti Tang, Sung, Yuan, Ming, Cing banyak ditemukan di sungai tersebut.
Di Muara Sebak, salah satu lokasi dalam aliran Sungai Batanghari misalnya, ditemukan wadah dari gelas atau pecahan kaca yang berasal dari Timur Tengah. Sementara peninggalan arkeologi di Situs Muarajambi, ditemukan pula benda-benda logam yang diperkirakan berasal dari India, keramik-keramik, manik-manik yang terbuat dari kaca, batu, dan terakota yang diperkirakan berasal dari abad ke-10 hingga ke-13 Masehi (Sumber: Cagar Budaya Jambi)