25 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Jelang “PAYUNG TERAKHIR” Dalam Catatan Mg.Alloy

2 min read

“PAYUNG TERAKHIR”

Bila hanya membaca kata “payung” cukup sekilas, selesai. Tapi kemudian disambungkan dengan kata “terakhir” –Payung Terakhir– seketika saya diajak merenung.

Naskah berjudul “Payung Terakhir” karya Abah Didin Siroz, akan digelar bersama Teater Tonggak sekaligus disutradarai olehnya, pada 13 dan 14 Januari 2024 di Gedung Teater Taman Budaya Jambi.

Saya yakini “Payung Terakhir” bukan judul biasa, bukan payung untuk berlindung disaat hujan atau terik matahari. Kata “payung” sangat akrab bagi para penikmat baca, ada payung agung, payung pengantin, payung raja, payung hukum, payung negri, payung pusaka, bahkan payung keranda, dll.

Beberapa waktu lalu saya temukan antologi bertajuk “Sepayung Bumi – Alam Adalah Kita” (2022).

Payung menempati posisi krusial pada masanya. Payung, duduk sebagai simbol kebesaran. Salah satu pembedanya kelir atau warna, seperti; emas, putih, hijau, biru, merah tua dan hitam.

Januari 2024, Teater Tonggak Suguhkan ‘Payung Terakhir’ Catat Tanggalnya

Warna emas disepakati warna paling tinggi, yang terendah ialah hitam. Di masa itu ada salah satu keraton melarang bagi siapapun menggunakan payung di area keraton kecuali keluarga raja.

Di masa selanjutnya terdapat ungkapan “The Bamboo Spear Pierces The Payung!” (bambu runcing menusuk payung): dalam bukunya Anton Lukas (1946).

Kemudian akhirnya para bangsawan-priayi harus terhuyung kehilangan payung. Ketika revolusi dimulai, memaknai bahwa payung itu meneduhkan dan mengayomi. Yang membawa kesadaran kita hari ini sering gagal menjadi peneduh dan pengayom satu sama lain.

Sepertinya, Abah Didin Siroz mengajak kita ber-literasi lebih cerdas dalam setiap teks selalu ada konteks. Mungkinkah “Payung Terakhir” ialah payung keranda (?) Lantas siapa dan apa yg mati (?) Saya blm bisa simpulkan.

Dan sangat mungkin jawabannya akan didapat bila kita hadir dan menonton aksi gelarnya Teater Tonggak, esok. *)

 

Ditulis oleh: Mg Alloy (Seniman dan salah satu pendiri Teater Tonggak)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 53 = 60