15 Juni 2025

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Kontrak di Ujung Masa Jabatan: Sebuah Manuver atau Malpraktik?..

Oleh: Nazarman

Proyek pembangunan jaringan air minum dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025 di Kabupaten Merangin menjadi sorotan. Bukan karena kualitas atau manfaatnya, melainkan karena kejanggalan dalam proses pengadaannya. Nilainya mencapai Rp11 miliar, namun kontraknya ditandatangani hanya sehari sebelum Bupati Merangin hasil Pilkada resmi dilantik. Penandatangan dilakukan oleh Kabid Cipta Karya saat itu, Suhelmi, yang langsung mutasi ke Dinas PU Provinsi Jambi.

Tindakan ini mengundang kecurigaan: mengapa terburu-buru? Apakah ini bentuk upaya “mengamankan” proyek sebelum kepemimpinan berganti? Atau ada kepentingan yang lebih dalam dari sekadar kelalaian administratif?

Inspektorat Kabupaten Merangin telah mengeluarkan rekomendasi agar kontrak tersebut ditinjau ulang. Salah satu poinnya menyangkut legalitas: apakah sah kontrak itu jika penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) belum diperbaharui secara resmi? Namun, Dinas Pekerjaan Umum (PU) memilih jalan lain: tetap melanjutkan proyek, dengan alasan waktu yang sempit dan risiko politik yang terlalu besar jika dibatalkan.

Lebih mengkhawatirkan, Kepala Dinas PU mengaku tidak dilibatkan dalam proses penandatanganan. Bahkan Bupati Merangin yang baru dilantik disebut tidak mengetahui proyek ini sudah berjalan. Jika pernyataan ini benar, maka ada masalah serius dalam tata kelola: pengambilan keputusan penting dilakukan tanpa koordinasi dengan Pengguna Anggaran (PA) maupun kepala daerah. Ini bukan lagi soal miskomunikasi, tapi dugaan kesengajaan.

Di sisi lain, muncul laporan dari rekanan yang menyebut bahwa Bupati baru sempat berusaha membatalkan kontrak demi memasukkan rekanan pilihannya. Tekanan semacam ini menunjukkan bahwa proyek pemerintah masih rentan dijadikan alat kepentingan politik. Lebih ironis lagi, proyek ini dilaksanakan saat daerah masih dipimpin oleh Penjabat Bupati yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai perpanjangan tangan kekuatan politik di luar Merangin.

Proyek yang seharusnya berpijak pada perencanaan, prosedur, dan asas manfaat untuk rakyat, justru berubah menjadi arena tarik-menarik kekuasaan. Ketika rekomendasi Inspektorat diabaikan, ketika PA dan kepala daerah tidak dilibatkan, dan ketika kontrak diteken diam-diam di ambang perubahan kepemimpinan — maka yang sedang terjadi bukan hanya pelanggaran administratif, tapi potensi malpraktik pemerintahan.

Sudah saatnya para pemegang kekuasaan di Merangin berhenti memperlakukan proyek publik seperti milik pribadi. Bupati harus bersikap terbuka dan menjelaskan secara jujur kepada publik. Jika ada intervensi, akui dan perbaiki. Jika tidak terlibat, tunjukkan dengan tindakan korektif yang nyata.

Inspektorat dan DPRD juga tak bisa hanya menonton. Rekomendasi harus ditindaklanjuti, bukan dibiarkan membeku di meja birokrat. Jika ini dibiarkan, maka setiap pergantian kekuasaan akan selalu menjadi peluang bagi segelintir orang untuk bermain anggaran, bukan memperbaiki pelayanan.

Demokrasi lokal yang sehat menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keberanian untuk membenahi. Jika kontrak ini memang cacat, maka membiarkannya tetap berjalan adalah pengkhianatan terhadap uang rakyat.(*)

Tinggalkan Balasan

Jambi Daily