Kemendikdasmen Perkuat Pengawasan SPMB 2025 demi Transparansi dan Keadilan

JAMBIDAILY, JAKARTA- Penerimaan murid baru (SPMB) tak lagi sekadar proses administratif. Ia kini menjadi indikator krusial bagi keterbukaan sistem pendidikan nasional.
Memastikan bahwa SPMB berjalan tanpa diskriminasi, adil, dan akuntabel, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus memperkuat pengawasan, mitigasi risiko, dan mendorong sinergi antar-pemangku kepentingan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menekankan pentingnya sistem SPMB yang transparan. Menurutnya, tanpa evaluasi dan pengawasan aktif di setiap tahap—mulai dari pendaftaran hingga pengumuman hasil seleksi—risiko penyimpangan akan selalu ada.
“Kami ingin semua daerah belajar dari satu sama lain. Yang belum siap, harus didampingi. Jangan sampai proses ini justru menimbulkan persoalan baru dalam kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan,” tegas Abdul Mu’ti, dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa 24 Juni 2025.
Sistem SPMB 2025 mengacu pada Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025. Namun implementasinya tidak selalu berjalan mulus di lapangan. Sejumlah isu seperti antrean token sejak subuh, dugaan pungli, hingga kesulitan akses informasi masih muncul dan berpotensi mencederai prinsip inklusivitas pendidikan.
Untuk itu, Kemendikdasmen mengembangkan berbagai langkah mitigasi yang terukur, seperti: Sosialisasi Juknis lebih awal dengan kanal yang relevan dengan karakteristik lokal, Forum Pengawasan Bersama yang melibatkan dinas, UPT, dan lembaga independen, Investigasi lapangan untuk kasus kasuistik oleh inspektorat dan dinas terkait, dan Penindakan tegas atas dugaan kecurangan, mulai dari pembatalan seleksi hingga sanksi administratif.
Salah satu solusi konkret yang dikedepankan Kemendikdasmen adalah kemitraan aktif dengan sekolah swasta. Ketika daya tampung sekolah negeri terbatas, sekolah swasta harus diberi ruang dalam sistem SPMB.
“Kami mendorong Pemda mengintegrasikan sekolah swasta dalam pelaksanaan SPMB, dengan pengawasan yang sama ketatnya. Ini untuk menjamin hak pendidikan bagi semua anak,” ujar Dirjen PAUD Dikdasmen, Gogot Suharwoto.
Kemendikdasmen juga telah mengunci kuota daya tampung di sistem Dapodik, sehingga tidak mudah diubah tanpa verifikasi. Validasi data prestasi, domisili, afirmasi, dan mutasi kini dilakukan secara berlapis untuk meminimalisasi penyalahgunaan.
Dalam menjaga integritas proses, Kemendikdasmen tidak bekerja sendiri. Polri, KPK, Ombudsman RI, KPAI, Komisi Disabilitas Nasional, dan Kemendagri turut terlibat dalam pengawasan bersama. Ini menandakan bahwa SPMB bukan hanya isu pendidikan, tapi juga soal keadilan sosial dan tata kelola yang bersih.
“Setiap laporan akan ditindak. Investigasi dilakukan secara cepat dan tuntas. Tidak ada toleransi untuk pungli atau manipulasi data,” tegas Gogot.
Kemendikdasmen juga aktif meluruskan informasi yang simpang siur. Misalnya, soal antrean token di Surabaya yang disebut terjadi sejak subuh, padahal sistem pendaftaran resmi baru dibuka saat jam kerja. Atau dugaan pungli di Bandung dan Tangerang yang setelah ditelusuri bersama Wamendikdasmen dan Ombudsman, ternyata tidak terbukti.
Langkah seperti ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menghindari kepanikan kolektif yang tidak perlu.
SPMB bukan sekadar proses masuk sekolah, melainkan gerbang awal menuju keadilan pendidikan. Ketika akses pendidikan dasar masih jadi persoalan, pengawasan yang kuat terhadap mekanisme penerimaan murid menjadi kunci untuk memutus rantai ketimpangan.
Dengan setengah dari daerah sudah melaksanakan SPMB dan sisanya akan menyusul hingga awal Juli, transparansi dan kesiapan daerah akan terus diuji. Kemendikdasmen memastikan bahwa semua pihak—sekolah, dinas, orang tua, dan murid—memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam menjaga integritas sistem ini.***
infopublik.id/