Tahun Baru 1447 H : Hijrah adalah Perjalanan yang Tak Terlihat oleh Mata, Tapi Dirasakan oleh Jiwa

Catatan Jagat Taniwara54
DENGAN resonansi spiritual dan relevansi sosial, Tahun Baru Hijriah bukan sekadar pergantian kalender, tetapi ajakan mengganti cara berpikir dan bersikap—dari ego menuju empati, dari diam menuju aksi nyata.
Momentum 1 Muharram 1447 H mengajak kita pada hijrah yang hakiki, yakni bukan hanya perpindahan fisik, melainkan perpindahan hati menuju cahaya, kebermanfaatan, dan kualitas hidup yang lebih baik.
Tahun Baru Islam bukan sekadar penanda waktu. Ia adalah panggilan untuk berubah, merenung, dan memperbaiki arah hidup.
Hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah bukan sekadar perjalanan geografis, tetapi peralihan peradaban dari kegelapan menuju cahaya.
Di masa kini, hijrah tidak lagi harus berpindah kota, melainkan berpindah pola pikir dan orientasi hidup—dari kehidupan yang berpusat pada diri sendiri menuju kehidupan yang memberi arti bagi sesama.
Hijrah adalah proses spiritual yang dalam dan menyentuh batin. Setiap pergantian tahun mengajak kita mengevaluasi: apakah hati kita masih keras atau mulai melembut? Apakah langkah kita semakin mendekat kepada Allah atau justru menjauh?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi penting agar kita tidak sekadar melewati waktu, tetapi mengisi waktu dengan makna. Sebab waktu yang hilang tak akan pernah kembali, namun niat dan tekad untuk berubah selalu bisa diperbarui.
Tahun Baru Islam juga menjadi ruang untuk hijrah sosial. Di tengah realitas kehidupan yang penuh tantangan—kemiskinan, krisis pangan, ketidakadilan akses pendidikan dan kesehatan—kita diajak tidak hanya memperbaiki ibadah pribadi, tetapi juga memperluas makna keimanan melalui tindakan nyata.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” Maka iman sejati bukan hanya hidup di dalam hati, tetapi juga harus hadir dalam tindakan: memberi makan yang lapar, menguatkan yang lemah, memperjuangkan yang terpinggirkan.
Hijrah juga berarti membebaskan diri dari kebiasaan buruk. Dari amarah yang tak terkendali, dari lisan yang menyakitkan, dari hati yang iri, serta dari gaya hidup yang hanya mengejar dunia semata.
Tahun Baru Islam adalah panggilan untuk berpindah—dari kelalaian menuju kesadaran, dari kegaduhan menuju ketenangan, dari dunia yang bising menuju keheningan perenungan batin.
Kini, 1 Muharram 1447 H telah tiba. Mari jadikan ini bukan sekadar seremoni, melainkan titik tolak perubahan. Mari berhijrah, meski perlahan, asal terus melangkah. Jangan takut berubah. Dunia tidak akan berubah jika manusia tidak berubah. Dan manusia tidak akan pernah berubah tanpa niat hijrah yang jujur dan sungguh-sungguh.
Selamat Tahun Baru Islam 1447 Hijriah. Semoga langkah hijrah kita menjadi cahaya bagi diri, keluarga, dan sesama. Semoga hati kita berpindah ke tempat yang lebih terang, lebih lembut, dan lebih berarti.***