JURNAL PUBLIK

MAKNA MERDEKA 80 TAHUN : HILANGNYA RASA MALU

×

MAKNA MERDEKA 80 TAHUN : HILANGNYA RASA MALU

Sebarkan artikel ini

Oleh ; Dr.Arfa’i,S.H.,M.H.

KEGEMBIRAAN bumi pertiwi saat ini menggema diseluruh polosok negeri yang setiap tahun selalu diperingati yakni Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945-17 Agustus 2025.

Maka, jangan heran setiap tahun, mulai dari awal bulan Agustus, rakyat Indonesia dengan bangga mengibarkan bendara merah putih di depan rumahnya.

Makna Merdeka

Kembali ke Sejarah bahwa 17 Agustus 1945 merupakan hari proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang merupakan pernyataan bahwa Bangsa Indonesia telah Merdeka dari penjajah.

Adapun arti Merdeka jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, bebas merdeka (dapat berbuat sekehendak hatinya).

Jadi arti Merdeka itu dimaknai bebas dari penjajahan sehingga berdiri sendiri, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu dan dapat berbuat sesuai dengan kehendak hatinya atau dengan kata lain keinginan dari bangsa Indonesia sendiri.

Sedangkan arti Penjajah adalah negeri (bangsa) yang menjajah, orang yang terlalu menguasai (menindas dan sebagainya).

Jadi arti penjajah ada dua pengertian yakni pertama, menunjuk pada bangsa atau negara yang menjajah, dan kedua, menujuk pada orang yang terlalu menguasai sehingga perbuatannya menindas dan sebagainya.

Dengan demikian, berarti 17 Agustus 1945, momen awal bangsa Indonesia menjadi bebas, dapat menentukan kehendak sendiri tanpa tergantung atau dikuasai oleh bangsa/negara lain atau seseorang yang menguasai yang menindas bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, untuk memujudkan keinginan sendiri bangsa Indonesia, maka pada tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia menetapkan keinginan tersebut melalui kesepakatan bersama sebagai hasil sidang BPUPKI dan PPKI yakni UUDNRI 1945 yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar.

Dalam UUDNRI 1945 ini, dicatumkan keinginan bangsa Indonesia yang telah disepakati tersebut yakni

(1). Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

(2). untuk memajukan kesejahteraan umum,

(3). mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

(4). ikut melaksanakan ketertiban dunia. Artinya Ketika adanya peringatan 17 Agustus 1945 tidak hanya dimaknai sebagai waktu kebebasan semata namun harus diletakkan sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia sebagaimana disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut.

Pada momen inilah menjadi pengingat akan kesepakatan bangsa Indonesia tersebut untuk dikoreksi ketercapaiannya selama dalam nuansa telah bebas tersebut apakah keinginan tersebut telah terwujud atau masih tergantung pada bangsa lain atau diatur oleh bangsa lain, dan apakah keinginan tersebut belum terwujud karena adanya seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan baik itu politik atau ekonomi yang menghalangi tercapainya kesepakatan tersebut sehingga rakyat menjadi tertindas/menjadi korbannya.

Kondisi 3 keinginan bangsa Indonesia hari ini

Selanjutnya, jika dipahami kondisi nyatanya bangsa Indonesia saat ini terkait 3 kesepakatan yang telah disepakati bangsa Indonesia tanggal 18 Agustus 1945, tentunya belumlah terwujud secara sempurna atau sesuai dengan kesepakatan awal berdirinya NKRI.

Namun demikian, secara rasional bangsa Indonesia dapat saja menilai secara objektif bagian kesepakatan yang telah diwujudkan dan bagian yang belum diwujudkan.

Jika dinilai secara rasional objektif tiga kesepakatan bangsa tersebut sesugguhnya sudah ada terwujud, misalnya rasa aman secara fisik diberikan oleh negara secara keseluruhan hampir tidak ada ancaman yang berat buktinya rakyat Indonesia masih bisa berangkat dari rumahnya ke tempat bekerja, rakyat masih bisa berdagang, berangkat ke sekolah tanpa ada gangguan yang berat,banyak orang masih bisa tidur nyenyak dimalam hari, dll.

Namun demikian ada yang belum dapat diwujudkan yakni rasa aman secara non fisik seperti rasa aman dalam pekerjaan dari PHK, rasa aman masa depan ekonomi, rasa aman menyekolahkan anak dari ketakutan tidak sanggup atas biaya dimasa depan, rasa aman dari kondisi lingkungan hidup yang telah rusak oleh prilaku manusia.

Pada konteks ini masih ada lingkungan hidup yang rusak menciptakan ketidakpastian tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup warga terdampak di masa depan, dan ketidakpastian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat oleh kebijakan pemerintah yang belum tepat dan prilaku oknum yang merusak lingkungan hidup, pejabat atau elit yang masih nunsa korupsi, kolusi dan nepotisme jauh dari etika sebagai bangsa Inonesia.

Selain itu, jika ditelaah terkait dengan kesejahteraan masyarakat, secara objektif di negara ini kesejahteraan itu belum sesuai dengan kesepakatan bangsa Indonesia. Kesejahteraan dalam arti jaminan berkehidupan hanya dinikmati oleh golongan tertentu saja, setidaknya beberapa golongan yakni ;

(1). Golongan Penguasa Pemerintahan pada Tingkat Pusat maupun Daerah,

(2). Golongan pejabat baik Tingkat pusat maupun daerah,

(3). Golongan Pengusaha/Pemodal yang mengusai pertambangan, mineral dan Perkebunan,

(4). Golongan Elit Politik,

(5). Golongan Profesional keahlian tertentu,

(6). Golongan Terdidik (berpendidikan).

Sedangkan di luar golongan tersebut memiliki tingkat kesejahteraan rendah dalam artian tidak ada kepastian jaminan kelangsungan berkehidupan dalam segi ekonomi, atau dalam bahasa lain yakni mendapatkan penghasilan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari saja tanpa ada tabungan untuk masa depannya.

Bahkan data data Tingkat kemiskinan dari Badan Pusat Statistik Bulan Meret 2025 di NKRI masih sebanyak 23,85 juta orang.

Kemudian, jika ditelaah soal upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, secara objektif dapat disaksikan jumlah fasilitas Pendidikan mulai dari SD,SMP, SMA sederat, bahkan perguruan tinggi sudah berdiri di setiap Kabupaten dan Kota di pelosok negeri, pada Tingkat Provinsi bahkan jumlah fasilitas jenjang Pendidikan Magister dan Doktoral sudah ada disemua Provinsi di wilayah NKRI.

Namun demikian, (1). masih terdapat permasalahan kondisi fasilitas Pendidikan yang layak masih belum terpenuhi secara merata, khususnya pada Tingkat SD,SMP. (2). Masih ada kesenjangan ekonomi menyebabkan tidak semua warga negara dapat menikmati fasilitas Pendidikan tersebut, terutama warga bangsa yang masih tergolong miskin.

Hal ini dibuktikan dengan data tingkat kemiskinan dari Badan Pusat Statistik Bulan Meret 2025 di NKRI masih sebanyak 23,85 juta orang. Artinya tantangan ke depan bangsa ini melalui penyelenggara pemerintah baik pusat maupun daerah adalah menciptakan pemerataan fasilitas Pendidikan yang layak dan semua anak bangsa dapat menikmati fasilitas yang sudah tersedia, artinya tidak ada lagi fasilitas Pendidikan yang hanya dapat dinikmati oleh orang mampu atau kaya saja.

Kata kunci pemenuhan 3 kesepakatan bangsa Indonesia

Diangka 80 tahun kemerdekaan Indonesia hari ini, diperlukan kata kunci agar ditahun-tahun berikutnya dapat memenuhi tiga kesepakatan bangsa Indonesia di awal kemerdekaan lalu.

Kata kunci yang pantas untuk dituliskan adalah Perbaikan Etika Bangsa. Perbaikan etika itu dimulai dari pimpinan tertinggi negara RI yakni Presiden dan Wakil Presiden sebagai contoh dan tauladan, diikuti pejabat dibawahnya sampai pada tingkat desa, dengan menghukum secara tegas bagi yang melanggar.

Hal ini penting sebab kata etika berakar dari ketaatan pada ajaran moral, nilai nilai yang baik, wujud prilakunya adalah adanya Rasa Malu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti Malu adalah merasa tidak enak hati, rendah, atau hina karena berbuat sesuatu yang kurang baik atau berbeda dari kebiasaan.

Oleh karena itu seharusnya adanya rasa malu sebagai penguasa, pejabat, elit politik malu jika sudah berjanji namun tidak ditepati, malu jika berbohong, malu jika tidak mampu mewujudkan keinginan rakyat, malu jika korupsi, malu jika kolusi dan nepotisme, seorang hakim malu jika memutus perkara yang tidak adil, penegak hukum malu menyelewengkan hukum, rakyatpun malu bernegosisasi dengan melanggar hukum.

Kondisi hari ini rasa malu itu yang hilang, misalnya tersangka korupsi tersenyum ketika ketangkap KPK atau Kejaksaan, kolega berbahagia karena sudah melakukan nepotisme, elit saat kampanye berjanji sampai ke langit namun tidak tepat janji, merasa bangga mengangkat pejabat dari timses atau kelompoknya sendiri mengabaikan system meritokrasi, bahkan hakimpun tanpa rasa malu memutuskan perkara yang jauh dari rasa keadilan.

Oleh karena itu, penting sekali bangsa ini menyadari adanya perbaikan etika secara nasional sehingga lahirlah rasa malu, maka sumber daya alam dan anggaran yang ada dalam negara ini dapat dikelola dengan baik sehingga dapat diwujudkan kesempurnaan dalam memberikan perlindungan kepada seluruh bangsa Indonesia, mewujudkan kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dosen Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Jambi