Fungsi Media pada Pilkada Serentak 2020 Ditengah Pandemi
3 min readJAMBIDAILY POLITIK- Dua minggu lagi yaitu pada 9 Desember 2020, Pemilihan Kepala Daerah Serentak akan dilakukan di seluruh penjuru Tanah Air. Sebanyak 9 Gubernur, 224 Bupati, dan 37 Walikota baru akan dihasilkan dari pencoblosan itu.
Kampanye sudah dilakukan sejak 26 September dan para calon baik yang petahanan dan terpaksa cuti ataupun penantang yang sudah sejak beberapa tahun menggalang kekuatan. Karena pandemi Covid 19 maka kampanye terbuka dilakukan dalam skala kecil. Bukan ratusan atau ribuan seperti yang terjadi dalam pemilihan ukum 2019 tetapi kini hanya puluhan orang.
Berkampanye di media juga dilakukan namun secara sembunyi-sembunyi karena menurut peraturan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kampanye mulai media hanya dilakukan selama 14 hari, yang akan dihentikan pada saat minggu tenang, Yaitu tanggal 22 November- 5 Desember. Jadi hari-hari ini kita akan dapat membaca, mendengarkan, menonton, para calon melakukan kegiatan media.
Tetapi sebelum itu kita juga mengetahui para calon dengan caranya sendiri-sendiri sudah mencuri start dengan berbagai cara, yang sebenarnya tidak boleh tokh dilakukan karena di luar jadwal. Di media digital atau online, ada ribuan berita tentang para calon yang tidak terpantau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kita memahami betapa sulitnya memantau pelanggaran itu karena menurut Dewan Pers saja di seluruh Indonesia ada 40.000 lebih media siber.
Belum lagi kampanye di media sosial dengan cara terselubung yang pasti repot untuk dibuktikan karena bisa saja dilakukan kaki tangan para calon tetapi dengan cara bayar putus. Tidak akan bisa dibuktikan secara hukum bahwa kampanye dilakukan oleh tim sukses calon.
Media massa harus menjalankan peran dan fungsinya sesuai yang ditetapkan undang-undang Pers no 40 tahun 1999. Media memberikan informasi yang terang benderang tentang para calon agar masyarakat mendapatkan pemimpin terbaik bagi daerah itu. Mereka harus tahu prestasi-prestasi para calon, dan sebaliknya rekam jejaknya yang buruk juga. Sehingga pada saat mencoblos surat suara, pemilih sudah melakukannya secara sadar.
Terkait dengan pandemic Covid 19 saat ini, tugas lain media adalah mengajak masyarakat untuk berani melangkah ke bilik suara, karena sebagaimana sering dikatakan, satu suara berarti. Jangan sampai karena malas maka yang terpilih kelak adalah calon yang kualitasnya buruk, karena dia berhasil menggalang pengikutnya untuk datang dan memilih.
Pers harus mengajak masyarakat memilih karena semua akan aman. Tempat Pemilihan Suara dan Petugas TPS sudah dibuat steril, berbagai simulasi juga sudah dibuat jadi masyarakat tidak perlu khawatir.
Memang ada kekhawatiran bahwa tingkat partisipasi pemilih akan turun, meskipun kalau mengambil contoh di Amerika Serikat, terjadi malah tidak disangka. Tingkat partisipasi pemilih mencapai 66,9 persen, tertinggi sejak 1990, yang mencapai 73 persen, karena mereka benci luar biasa pada Donald Trump sehingga tidak mempedulikan ancaman Virus Covid.
Di Indonesia partisipasi masyarakat pada Pemilu 2019 sebesar 81 persen, meningkat dari Pilpres 2014 yang 70 persen, Pemilu legislatif 2014 yang 75 persen. Apakah akan mencapai sebesar itu, kita berharap demikian. Di pekan-pekan terakhir ini pers harus mengimbau agar masyarakat menggunakan hak pilih. Karena satu suara berarti bagi masa depan kita. (***)