24 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Siapa Temanmu? Pertemanan dari Kacamata Islam

5 min read

JAMBIDIALY JURNAL – Teman, adalah orang kita kenal dekat, terkadang mengetahui kebaikan juga keburukan kita, mengetahui aib-aib kita, yang  ada saat dibutuhkan dan membutuhkan. Begitulah teman pada umumnya.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Baik itu pasangan, keluarga, juga teman. Kita butuh pada orang yang mampu memberikan manfaat pada   perkara dunia, maupun akhirat.

Tahukah kamu? Teman ternyata bukan sebatas pada orang-orang yang selalu bersama dengan kita, selalu kita ajak bicara, bisa diajak hangout bersama kemudian nongkrong dalam waktu yang lama, kemudian ghibah berjama’ah. Mampukah menambah pahala kita? Mampukah membawa kebaikan bagi diri kita? Bisa jadi dosa yang kita dapati, lho. Wal ‘iyadzu billah.

Bergaul dengan teman, menurut Al-Hafidz  Ibnul Qayyim rahimahullah, ada dua macam:

  1. Berkumpul untuk membiarkan tabiat dan menghabiskan waktu. Yang ini, mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Minimalnya hal ini akan merusak kalbu dan menyia-nyiakan waktu.
  2. Berkumpul untuk saling menolong mencari sebab keselamatan serta saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran. Yang ini, termasuk di antara harta terbesar dan hal yang paling bermanfaat. (Al Fawaid hlm. 71 karya Ibnul Qayyim)

Setelah tahu macam dan manfaat-mudaratnya, kamu tipe bergaul yang mana nih?

Dikisahkan pada Al-Qur’an, pada surah al-Furqan ayat ke 27-29, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا * يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا * لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

“Dan ingatlah pada hari (ketika) orang-orang dzalim menggigit dua jarinya (menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai, sekiranya dulu aku mengambil jalan bersama Rasul.  Wahai, celakalah aku, sekiranya dulu aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku), sungguh dia telah menyesatkanku dari peringatan (Al-Qur’an) ketika (Al-Qur’an) itu telah datang kepadaku. Dan setan memang pengkhianat manusia.”

Kisah ini berlandaskan pada penyesalan seseorang yang dzalim karena telah menjadikan orang yang buruk sebagai teman dekatnya, yang memalingkan dia dari hidayah dan membuatnya memusuhi Rasulullah. Orang tersebut dimasukkan dalam neraka sebab pertemanan. Dia memang sebelumnya seorang kafir, tapi dekat dengan Rasulullah. Namun, akibat provokasi dari temannya yang buruk, dia memusuhi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sehingga dia berpaling dari hidayah sebelum dia mampu masuk Islam dan kemudian mati di atas kekafiran. Na’udzubillahi min Dzalik.

Betapa dahsyatnya pengaruh seorang teman bagi diri dan akhirat kita. Bak kapal yang melaju, jika nakhodanya orang yang mumpuni dalam bidangnya, pastilah mampu sampai tujuan dengan selamat, biidznillah. Namun, jika nakhodanya adalah orang yang tidak mumpuni? Kemungkinan celakanya lebih besar.

Pergaulan dengan teman sesungguhnya mampu membuat kita mendekat kepada Allah, atau bahkan menjauh dari-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ;

الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang ada di atas agama temannya, maka hendaknya salah seorang kalian meneliti siapa yang dijadikan sebagai temannya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud no. 4833, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 127)

Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih Fauzan bin Abdillah al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang maksud hadits ini, kemudian beliau menjawab;

“Haditsnya sudah jelas, sesungguhnya seorang sahabat, kawan, teman duduk, itu akan bisa mempengaruhi teman duduknya, kawannya. Maka wajib bagi seorang muslim untuk memilih teman yang shalih yang ia bisa mengambil manfaat dengan berteman dengannya, memperkuat agamanya dengannya dan wajib menjauhi teman yang buruk. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الجَلِيس الصَّالِح وجَلِيس السُّوءِ كَحَامَلِ المِسْكِ ونافِخَ الكِيرِ، الجَلِيس الصَّالِح كَحَامِلِ المِسْكِ؛ إمَّا أنْ يُحْذِيَكَ » يعني يُعطيكَ مِنَ المِسْكِ، « وإمَّا تَشْتَرِيَ مِنْهُ، وَإِمَّا أنْ تَجِدَ الرَّائِحَة الطَيِّبَة ما دُمْتَ عِنْدَهُ، وَجَلِيسُ السُّوءِ كَنَافِخِ الكِيْرِ؛ إِمَّا أنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإمَّا أنْ تَجِدَ مِنْهُ رَائِحَةً خَبِيْثَةً.

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk itu ibarat penjual minyak misik dan pandai besi. Teman yang baik itu ibarat penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wanginya atau bisa jadi engkau akan membeli darinya, bisa jadi engkau akan mendapati bau yang harum (selama engkau ada di sisinya). Dan teman yang buruk itu ibarat pandai besi. Bisa jadi ia akan membakar pakaianmu, bisa jadi engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap.” (Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/16190. Diterjemahkan oleh t.me/ForumSalafy)

Tiada yang lebih membahagiakan dalam pertemanan, kecuali pertemanan dengan orang-orang yang baik, yang shalih, orang-orang yang mampu memberikan kebaikan, memberi manfaat bagi kita. Mereka mampu mengingatkan ketika kita berbuat salah dengan lemah lembut, mengetahui hak kita dan menunaikannya sesuai kemampuan. Mereka mampu menjadi contoh bagi kita, mampu membantu kita memperbaiki akhlak menjadi lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf:67)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini;

“Teman-teman akrab pada hari itu” yaitu pada hari kiamat. Orang-orang yang saling mencintai di atas kekufuran, kedustaan, dan kemaksiatan terhadap Allah.

“Sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain” karena kecintaan dan kasih sayang mereka di dunia untuk selain Allah, sehingga pada hari kiamat (kecintaan tersebut) berbalik menjadi kebencian.

“Kecuali orang-orang yang bertakwa.” yaitu membentengi diri mereka dari kesyirikan dan kemaksiatan, maka kecintaan mereka akan langgeng dan berkelanjutan, karena kecintaan mereka dibangun karena Allah. (Taisirul Karimir Rahman hlm.769 dari t.me/warisansalaf)

Sungguh begitu besarnya keutamaan membangun pertemanan karena Allah. Mencintai, menasehati, membimbing satu sama lain karena ingin meraih keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kelak di Surga-Nya kembali dikumpulkan dengan mereka dalam keadaan bahagia dan kekal. Maasyaa Allah.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Seorang muslim yang tulus mencintai mencintai untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya tatkala melihat kekurangan, kesalahan, ketergelinciran pada saudaranya semuslim, segera mengingatkan dan menunjukinya untuk memperbaikinya, membimbingnya untuk meluruskannya, serta menasihatinya agar menjauhi sifat-sifat tersebut.” (Sumber: Taudhih al-Ahkam hlm. 652 dari t.me/alfudhail)

Sudahkah kita dapati seorang teman yang seperti itu? Atau, sudahkan kita berusaha menjadi teman yang seperti itu? Mulailah koreksi diri kita masing-masing. Karena orang yang baik akan dikumpulkan dengan orang-orang baik. Maka, sudah sepantasnya bagi kita untuk memperbaiki diri kita sendiri agar mampu menjadi manusia yang baik di mata Allah, menjaga syari’at-Nya dan menjalankan sunnah Rasulullah. Sehingga Allah ridho terhadap kita, dan mempertemukan kita dengan orang-orang yang baik. Insyaa Allah.

Jika kita dapati teman yang baik, teman yang shalih, maka peganglah ia dengan erat (ikatannya). Karena mendapatinya sangat sulit. Sedangkan melepaskannya begitu mudah seperti membalikkan telapak tangan.

Bijaklah dalam memilih teman dekatmu.

 

 

 

Ditulis Oleh
Nama: Mayang Dwi Astanti
Mahasiswa UIN STS Jambi
Jurusan Pendidikan Agama Islam

 

*Isi Artikel menjadi tanggung jawab penuh penulis, termasuk Sumber dan referensi yang dicantumkan

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + 6 =