Tale Naek Joi Menjemput Pin Emas
5 min readuu.. ala lah dimusebeb ee…uAllah alah lah dibiluh limo u… Allah
alah lah dibiluh limo u… Allah
alah Mekahlah di Mudinah hu..Allah hu Allah dapek liku Mekah aii.. alah ai Allah alah lah Islam yang Kulimo hu Allah
alah lah Islam yang Kulimo hu Allah
hu ala….dudeok libusilo, hu ala cube alah pulo ee..o dudeuk lah dipetang hu ala alah pueh alah dudeklasikulah hu Allah hu alah cibe alah pulo dudek tanuh mekah hu Allah hu alah ilok pgi sudah libuh siang…………………
Sebait syair Tale yang yang dilantunkan petale dari hati menembus pintu ruang kosmologi semesta, karena syair tale naik joi, atau tale naik haji pada masa dulu adalah ritual pelepasan para Jemaah haji menuju kota suci Mekah dan Medinah, dengan perjalanan yang di tempuh berbulan bulan saat itu, perjalanan ritual dan rohani, masyarakat Kerinci menggangap itu perjalanan puncak di masa hidup diatas dunia, sebelum menuju ke alam keabadian, kematian!.
Sebelum berangkat mereka di lepas oleh sanak saudara dengan ber tale, selama 7 malam, dilepas dengan hati iba, karena perpisahan ini belum tentu pulang ke kampung halaman lagi, ada norma tak tertulis, “Kami pergi menjemput rindu, rindu pada cahaya di atas cahaya, kerja dunia, kerja hidup menjelang mati, harta benda, sanak saudara kami titip dan serahkan pada kalian yang tinggal”, Bahasa tuanya pada masa itu para calon Jemaah Haji sudah putus kaji, kaji diri, kaji hati, kaji rohani, dan kaji jiwa.
Kita ulas sedikit tentang tradisi Tale, kebanyakan orang Kerinci beranggapan bahwa sebutan tale dikonotasikan dengan kata tali dan tahlil. Pertunjukan tale diciptakan atas dasar kesesuaian, saling berhubungan dan mengikat untuk kemudian dijadikan sebagai media ungkap atas segala yang didapatkan dari perjalanan kehidupan sehari-hari. dengan mencermati hubungan antar kondisi sosial masyarakat yang disampaikan petale, maka bisa kita simpulkan bahwa tale adalah senandung atau nyanyian khas Kerinci.
Menurut H. Alimin. Depati (2006: 38), berdasarkan jenisnya, tale terdiri dari tale marindau, tale ngihit pamung, tale mabeuk, tale ngirisek, dan tale keberangkatan haji. Tale marindau merupakan nyayian muda-mudi yang sedang dimabuk cinta. Tale ini dijadikan sebagai media ungkap perasaan keduanya saat saling bertemu(dalam bahasa kerinci disebut butanduh). Butanduh menjadi bagian terpenting bagi kehidupan muda-mudi di Kerinci pada malam hari. Laki-laki muda berbalas tale dari halaman rumah perempuan. Hal ini disebabkan oleh adanya larangan untuk tidak boleh menaiki rumah perempuan yang belum sah menjadi isterinya.
Tale keberangkatan haji selain sebagai tradisi masyarakat, ia juga merupakan tradisi yang dapat menanamkan kepekaan dan menumbuhkan rasa bermasyarakat, keberadaannya menjadi ciri pembeda Kerinci dengan etnis lain yang ada di Provinsi Jambi. Tale keberangkatan haji masih menjadi sistem nilai dari kekayaan budaya Kerinci, tale tidak dikemas, diproduksi atau pun dijual untuk kepentingan pasar. Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci yang menjadi pemegang kebijakan kebudayaan Kerinci, harus mencari langkah strategis bagi pengembangan tradisi tale keberangkatan haji, kehati-hatian perlu dilakukan sehingga bentuk pengembangan budaya ini tidak menciptakan pendekatan yang artificial, yang memisah-misahkan budaya tradisional dari realitas sehari-hari dan mempertahankannya dalam bentuk statis dan dinamis, sebagai keunikan yang ingin diamati bukan sebagai cara hidup.
Di penghujung tahun 2021 Tale Naik Joi, menerima penghargaan kebudayaan dengan penutur Etek Mariam, telah di tetapkan sebagai penerima pin emas, dan maestro seni tradisi oleh Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekhnologi, dan Provinsi Jambi juga menerima sertifikat WBTB (Warisan Budaya Tak Benda), prestasi ini tak lepas dari usaha banyak orang yang masih punya peduli dan semangat untuk membanggun kebudayaannya, penulis mengikuti betul kisah perjalanan dari awalnya, dari diskusi diskusi kecil, hingga ia menjadi wujud, kita tak bisa mengeyampingkan peranan peranan individu dalam hal ini, diantaranya PLT Kadis Disbudpar Provinsi Jambi, Sri Purnama Syam dengan timnya, Nukman yang menulis thesisnya tentang tale naik Joi, budayawan Jaffar Rassu, M. Ali Surakhman, dan banyak orang yang tak bisa kita sebut satu persatu.
Selanjutnya bagaimana ?, agar pembangunan budaya efektif dalam konteks pengembangan masyarakat yang lebih luas, warisan budaya tidak dipisahkan tetapi dilihat sebagai bagian yang nyata dari kehidupan masyarakat. Jika hal ini terlaksana, tradisi dapat menjadi poin sentral untuk interaksi sosial, keterlibatan masyarakat dan partisipasi yang luas, dan dapat menjadi proses penting dalam aspek pengembangan masyarakat yang lain, seperti pengembangan sosial, ekonomi atau pengembangan politik.
Pengembangan tale keberangkatan haji dengan pendekatan kemasyarakatan, para Depati dan Ninik Mamak ikut menentukan keberlanjutan sistem pewarisan, hal itu disebabkan oleh peran Depati dan Ninik Mamak memegang keputusan tertinggi adat, dan berpeluang untuk meniadakan dan melanjutkan tradisi tale keberangkatan haji. Selain itu, menjaga kesinambungan sistem pewarisan tale keberangkatan haji baik secara formal maupun nonformal. Kesinambungan sistem pewarisan tersebut, memerlukan kebijakan pemerintah daerah, dalam hal ini Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang merupakan pemilik tradisi. Kedua pemerintah daerah tersebut mesti bertanggung jawab penuh atas keberlanjutan dan pelestarian tradisi ini, pembanggunan bukan hanya fisik saja, namun juga manusianya, dan nilai nilai yang baik itu di dapat pada kebudayaan yang hidup di tengah masyarakat, jangan kita menjadi “Malin Kundang”, yang durhaka pada ibu yang melahirkannya, dalam hal ini, tradisi, kebudayaan yang membentuk kita hingga punya karakter.
Peran serta pemerhati tradisi juga sangat penting untuk memainkan perannya, dalam upaya memelihara dan mengembangkan tradisi menjadi modal untuk keberlanjutan tradisi yang dimiliki oleh suatu masyarakat, tidak dapat disangkal lagi bahwa pada setiap tradisi yang diwarisi oleh satu generasi ke generasi memerlukan ruang bagi pengembangan diri mereka dengan pertimbangan aspek sosial, dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakatnya.
Penulis: Ali Surakhman (Budayawan)