Cerpen Yanto bule “Malam purnama Di Ujung Desa”
6 min readMalam purnama Di Ujung Desa
Karya: Yanto bule
Bulan purnama penuh, cahayanya sangat terang, apalagi desaku belum ada penerangan listrik, sehingga momentum malam terang bulan menjadi malam yang di tunggu tunggu.
Semenjak sore cahaya bulan sudah mengintip malu, sebagian besar warga desaku sudah mulai menghidupkan lampu teplok berbahan bakar minyak tanah, teras rumah mulai tampak sedikit terang oleh cahaya lampu teplok yang di pasang di depan rumah.
” Nang, malam ini kita main di rumah mang Hanan ya”
” pas sekali malam ini malam Minggu, anak anak pasti berkumpul sangat ramai di rumah mang Hanan”
” iya, apalagi tadi siang si Cepot baru saja ambil aki , di rumah tukang cas, jadi malam ini bisa nonton TV di rumahnya”
Ya, hiburan satu satunya tv hanya ada di rumah mang Hanan, orang kaya di desaku, rumah kayu berdinding papan khas rumah transmigrasi, dengan warung yang di buat meyatu dengan rumah induk, dan pintu warungnya hanya menggunakan jendela rumah, sementara itu di samping rumah ada teras kecil yang di gunakan untuk ruang tamu, dan tv hitam putih berukuran kecil dengan kabel antena panjang di pasang dengan bilah bambu.
Tv hitam putih milik mang Hanan, menjadi satu satunya hiburan warga desaku, dan tidak bisa setiap malam di putar, sebab hanya mengandalkan accu berukuran 40 ampere, hanya bertahan beberapa hari saja, dan itupun mulai di putar dari pukul 20.00 wib sampai dengan pukul 24.00.
Bagi warga desaku, malam yang asik dan di nantikan saat menonton tv hanyalah acara dunia dalam berita, dan jika pada malam Minggu acara yang di tunggu selain aneka ria safari, sudah pasti acara kelompencapir yang selalu menayangkan acara pertanian.
” malam ini bapak mau nonton kerumah mang Hanan, sudah lama bapak tidak melihat dunia dalam berita”
” iya pak, Saya biarlah di rumah bersama ibu, jaga adik”
” loh , bukanya kamu sudah janjian sama si Nurdin ”
” biarlah pak, kasihan ibu di rumah hanya berdua dengan adik”
” ya sudah biar malam ini bapak di rumah saja, kebetulan ibumu tadi siang ada memanen jagung di kebun kita”
Usai bedug magrib terdengar di surau dusun , aku bergegas mengambil kain sarung untuk ke surau ,untuk belajar mengaji bersama ustad Sujono, sambil berlari lari kecil aku menuju surau.
Di surau ,ternyata si Nurdin kawanku sudah siap siap untuk ikut sholat magrib, sementara si Cepot juga baru keluar dari tempat wudu, bergegas aku menyusul untuk berwudhu dan sholat magrib berjamaah.
” malam ini kita hanya menyemak ngaji saja ya, pak ustad ada undangan kenduri di rumah pak Slamet , jadi nanti kalau sudah masuk isya sholatlah berjamaah”
” iya pak ustad”
Malam mulai merayap, pukul 20.00 wib , kami berkumpul di rumah mang Hanan, hanya untuk menonton tv , sebab siang tadi accu baru saja di ambil dan bisa untuk nonton tv beberapa hari.
Tengah asik kami menonton dunia dalam berita, tiba tiba terdengar kentongan di poskamling berbunyi terus menerus.
Sontak saja kami langsung berlarian, sebab suara kentongan pos kamling menjadi tanda ada bahaya di dusunku, dengan berlarian dan membawa senter kaleng kami berlari menuju poskamling.
Terlihat pak juwani yang juga ketua RT berlari tergopoh, menuju pos kampling , mengabarkan jika si Ucup anak mang Kardi semenjak sore belum pulang, dan ibunya sudah mencari tapi tidak juga di temukan, dan warga di minta untuk mencari si Ucup .
” jangan jangan Ucup di bawa mahluk halus ya ,Din”
” bisa jadi, sebab di rawa dekat gorong gorong kabarnya juga angker”
Tak lama kemudian warga lain sudah berdatangan, dengan membawa obor, senter dan juga alat alat dapur seperti panci, ember ,gayung ikut di bawa, sebab dalam kepercayaan kami jika anak yang hilang di bawa mahluk ghaib bisa di temukan dengan cara membunyikan alat alat dapur .
Pencarian warga di mulai dari Ucup anak mang Kardi di duga hilang, ternyata di jalan pertigaan , aku bersama Nurdin dan si cepot ikut dalam satu rombongan, warga mulai memanggil nama Ucup di sertai dengan tetabuhan alat dapur, malam makin dingin cahaya bulan purnama makin terang, kami menyusuri di setiap rumpun bambu, rawa dan juga gorong gorong, tetapi keberadaan Ucup belum juga di temukan.
Siti, ibu Ucup dengan suara tangisannya sambil memanggil Ucup, tiba tiba di sebuah jalan pintas antara RT kami dan RT lingkungan lain ada rumpun bambu yang begitu rindang, di sebelahnya banyak pohon durian, tiba tiba aku seperti mendengar ada suara yang begitu ramai, langsung aku tarik tangan Nurdin dan si Cepot, aku langsung mengarahkan cahaya senterku ke arah rumpun bambu, tiba tiba saja cahaya senterku mengenai wajah lucu Ucup yang terlihat tengah asik bermain, langsung aku berteriak .
” Ucup ada di sini”
” Ucup, Ucup Ucup”
” hai cupp, sini ayo kita pulang”
” Bu Siti, Ucup ada di sini”
Warga yang mendengar Ucup ketemu, langsung mendekati lokasi di sekitaran rumpun bambu, banyak di antara mereka mengucap syukur dengan suara keras.
” Alhamdulillah, cup kamu bisa ketemu nak” ungkap mang Kardi sambil memeluk Ucup, Bu Siti langsung mendekap erat Ucup sambil berucap syukur.
Tepat jam 12 malam, cahaya bulan purnama begitu penuh dan berpendar di antara reranting pohon , kami langsung bubar dan bergegas pulang, Cepot dan Nurdin masih jngin mengajaku nonton tetapi malam dingin memaksaku untuk pulang kerumah.
” kenapa pulangmu larut malam nak”
” apa bapak tidak mendengar jika si Ucup anak mang Kardi hilang pak”
” ya, beberapa hari ini suara burung Sriti sering terdengar malam malam, apakah ini pertanda akan terjadi sesuatu,akh… ternyata memang kejadian”
” suara burung apa pak, saya jadi takut keluar malam untuk sekedar nonton tv pak”
” tak usah cemas nak, yang perlu kamu perhatikan adalah kamu tetap mengaji setiap sorenya, jangan lupakan ibadah anakku, hanya bekal ilmu dan amal kita untuk kembali nak”
” baik pak, insyaallah tetap aku ingat pesanmu”
” Di setiap desa seperti ini, sudah pasti ada penunggunya nak, sebab dulunya hutan lebat dan Allah menciptakan jin dan manusia serta binatang, jadi mereka da sebelum kita lahir, jangan sesekali memandang semua tempat tidak ada penunggunya, bijaklah kita dan jangan sembarang ”
” iya pak”
” untungnya Ucup hanya di bawa kerumpun bambu saja, dan tidak di sembunyikan di tempat lain, itulah cerita kakekmu dulu, kalau sudah matahari mulai tenggelam janganlah masih bermain di luar, menurut cerita kakekmu dulu di saat matahari terbenam itulah saat pagi di alam mereka nak”
Mataku mulai berat, sambil pamit pada bapakku aku masuk ke dalam kamar, ku kunci pintu kamar dan jendela kamarku, suara Kokok ayam menghantarkan tidurku, malam purnama di ujung desa jadi cerita misteri bersama kawan kawanku.
Tambang emas,8 Juli 2024