JURNAL PUBLIK

Warisan Kasus yang Tertunda: Tunjangan DPRD dan Beban di Pundak Kapolres Baru

×

Warisan Kasus yang Tertunda: Tunjangan DPRD dan Beban di Pundak Kapolres Baru

Sebarkan artikel ini

Editorial : Nazarman

Sudah lima bulan sejak Jambidaily mengungkap dugaan kejanggalan dalam penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 28 Tahun 2023, yang mengatur ulang besaran tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan serta anggota DPRD Merangin. Namun hingga hari ini, publik belum mendapat penjelasan yang terang, apalagi kepastian hukum.

Unit Tipikor Polres Merangin dikabarkan telah memanggil belasan orang untuk dimintai klarifikasi. Tapi setelah itu, semuanya nyaris senyap. Konfirmasi dari pihak kepolisian tak kunjung muncul. Penjelasan dari penyidik tak pernah sampai ke publik. Bahkan pihak humas pun mengaku belum punya data. Seakan proses hukum berjalan dalam ruang gelap diperiksa, tapi tak disampaikan. Ditangani, tapi tak diselesaikan.

Di tengah kebuntuan itu, tongkat komando Polres Merangin resmi berpindah tangan. Selamat datang kepada Kapolres Merangin yang baru, AKBP Kiki Firmansyah Ependi. Amanah di pundaknya tidak ringan. Ia tidak hanya mewarisi jabatan, tetapi juga sejumlah kasus penting yang belum tuntas salah satunya adalah dugaan penyimpangan dalam pemberian tunjangan DPRD yang kini menjadi sorotan publik.

Kasus ini bukan sekadar soal tunjangan. Ia adalah potret bagaimana regulasi bisa diduga dimanipulasi untuk menguntungkan sekelompok elite. Bagaimana survei bisa dijadikan alat legitimasi anggaran besar tanpa dasar yang wajar. Dan bagaimana pengawasan internal pemerintahan melemah, justru ketika rakyat paling membutuhkan perlindungan dari praktik manipulatif.

Lebih dari itu, publik juga menyoroti proses pengadaan jasa appraisal (KJPP) yang disebut-sebut dibayar langsung oleh anggota dewan. Jika benar, ini membuka ruang gratifikasi, dan bisa melanggar prinsip netralitas serta integritas penilaian sekaligus menjadi celah hukum yang serius.

Kini, semua itu telah menjadi warisan kasus yang tak boleh dibiarkan jadi catatan kelam institusi. Kapolres baru harus memutus rantai keraguan. Tak cukup hanya menggenggam tongkat komando, tapi harus berani menggunakan kewenangan untuk membela kebenaran.

Editorial ini bukan tuduhan, melainkan pengingat. Bahwa ketika media sudah bicara dan publik sudah bersuara, maka diam adalah bentuk pembiaran. Dan pembiaran, jika terus berlangsung, akan berubah menjadi kejahatan yang lebih dalam: pengkhianatan terhadap keadilan.

Bola kini ada di tangan Kapolres Merangin yang baru. Tuntaskan, atau biarkan sejarah mencatat bahwa hukum sekali lagi gagal menembus benteng kekuasaan.
Pilihannya sederhana, tapi dampaknya akan menentukan arah kepercayaan publik ke depan.(*)