JURNAL PUBLIK

Klarifikasi Resmi yang Menguak Realita: Pemerintah Mulai Gelisah Menghadapi Kritik

×

Klarifikasi Resmi yang Menguak Realita: Pemerintah Mulai Gelisah Menghadapi Kritik

Sebarkan artikel ini

Editorial: Nazarman

Rilis resmi yang disebarkan Pemerintah Kabupaten Merangin melalui Kominfo hari ini menghadirkan ironi yang terlalu terang untuk diabaikan. Alih-alih menjawab kritik publik secara substantif, klarifikasi itu justru mengungkap sesuatu yang lebih dalam: pemerintah mulai gelisah menghadapi sorotan.

Publik tentu masih ingat hebohnya pembelian mobil dinas pada awal pemerintahan—sebuah keputusan yang sejak awal sudah memunculkan tanda tanya tentang arah dan prioritas anggaran. Kini, ketika kritik soal proyek-proyek taman bermunculan, kesan itu makin menguat: belanja daerah tampak lebih condong ke estetika daripada kebutuhan rakyat.

Masyarakat sebenarnya menunggu penjelasan yang sederhana dan lugas: apa urgensinya membangun taman? Bagaimana prioritasnya? Di mana posisi proyek estetika ini dibanding kebutuhan lain yang lebih mendesak?

Namun jawaban pemerintah justru berbelok.

Lewat Kominfo, pemerintah memajang daftar perbaikan jalan lengkap dengan foto kunjungan bupati ke lapangan—seolah ingin menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya membangun taman, tapi juga memperbaiki infrastruktur strategis. Padahal, tidak ada satu pun yang mempermasalahkan perbaikan jalan. Yang dipertanyakan publik adalah prioritas.

Perbaikan jalan adalah pekerjaan rutin tahunan, bukan prestasi luar biasa yang muncul sebagai respons kritik. Ketika pemerintah merasa perlu menonjolkan hal yang sifatnya kewajiban dasar, justru tampak jelas bahwa tekanan opini publik sedang benar-benar dirasakan. Terlebih ketika masih banyak ruas jalan yang belum tersentuh perbaikan, narasi “lihat, kami juga membangun jalan” terdengar lebih sebagai pengalihan isu ketimbang klarifikasi.

Alih-alih menjawab inti persoalan, rilis itu berubah menjadi tirai asap: penuh daftar, penuh foto, penuh aktivitas, tetapi kosong penjelasan. Tidak ada jawaban mengapa proyek taman begitu diprioritaskan ketika kebutuhan lain lebih mendesak.

Respons seperti ini justru memunculkan pertanyaan baru: Apa sebenarnya yang sedang ditakutkan pemerintah?

Ketika substansi kritik dijawab dengan daftar pekerjaan rutin, ketika fokus publik dialihkan melalui narasi defensif, dan ketika setiap klarifikasi justru memperlebar jarak antara pemerintah dan realita, saat itulah kegelisahan birokrasi terlihat dengan sangat jelas.

Dan kini, kegelisahan itu bukan hanya terasa—tetapi terbaca oleh semua orang.***