Praktik Terbaik, QPC dan Kemitraan Petani Menjadi Kunci Asian Agri Mengelola Sawit Berkelanjutan
3 min readJAMBIDAILY, JAKARTA – Kesadaran para pekebun kelapa sawit berkelanjutan baik petani maupun perusahaan mengubah cara pandang pengelolaan kebun untuk tidak sekedar menanam sawit dan memanen tandan buah segar (TBS), namun juga mengelola dengan prinsip ramah lingkungan serta QPC (quality, productivity dan cost).
Hal ini disampaikan Direktur Sustainability & Stakeholder Relations Asian Agri dalam Seminar Nasional yang digelar Universitas Jambi melalui sarana diskusi digital bertajuk “Sinergitas Fungsi Produksi, Ekologi dan Sosial dalam Pengelolaan Lahan Berkelanjutan” hari ini, Rabu (22/7/2020).
Asian Agri menerapkan praktik perkebunan terbaik untuk meningkatkan hasil kebun atau produktivitas dengan tetap menjaga biaya atau cost seefektif dan seefisien serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
“Praktik pengelolaan kelapa sawit di Asian Agri bersifat integratif, mengupayakan setiap kegiatan dari fungsi produksi, ekologi/lingkungan serta sosial memberi manfaat keberlanjutan yakni 5C (good for community, good for country, good for climate, good for customer, dan good for company),” kata Bernard.
Seminar tersebut juga menampilkan pembicara utama Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar, ekonom senior Dr. Fadhil Hasan, Ketua CoE BlasTS Universitas Jambi, Dr. Forst. Bambang Irawan, SP., M.Sc., IPU, dan Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc, Ketua CSSPO Universitas Jambi sebagai moderator.
Wamenlu Mahendra Siregar menyampaikan, “Minyak kelapa sawit adalah solusi berkelanjutan yang mampu memenuhi permintaan dunia terhadap minyak nabati. Kelapa sawit mampu menghasilkan 7-15 kali lebih besar secara produktivitas dibandingkan komoditas minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari pemanfaatan lahan, kelapa sawit hanya menggunakan 5% dari keseluruhan lahan untuk minyak nabati, tapi menghasilkan 30% dari produksi dunia.”
Pada kesempatan ketiga, Asian Agri menguraikan beberapa kegiatan dasar yang berdampak terhadap lingkungan, termasuk pengendalian gulma, pembuatan terasan untuk sebagai salah satu cara untuk mengonservasi tanah dan mencegah erosi, serta mengurangi potensi pupuk yang terbuang, pemupukan dan pengendalian hama terpadu secara alami.
Asian Agri juga memproduksi sendiri pupuk organik yang diolah dari sisa TBS dan limbah hasil pengolahan kelapa sawit yang telah diaplikasikan terhadap lahan tanaman sawit.
Pengelolaan sawit terpadu juga mencakup aspek sosial antara lain membangun kemitraan dengan petani untuk kesejahteraan dan kemandirian petani. Bernard melanjutkan, petani merupakan pemasok kedua terbesar di sektor kelapa sawit Indonesia, mengelola 40% lahan sawit dan menjadi bagian penting dari negara dalam menyuplai CPO dunia.
Berbekal pengalaman mendampingi para petani transmigran sejak 1987, Asian Agri terus mendukung pengembangan kapasitas petani untuk memenuhi kriteria keberlanjutan. “Tahun 2018 kami mencanangkan Program Kemitraan One to One yang memungkinkan pengelolaan 1 hektar lahan petani sebanding dengan 1 hektar lahan inti Asian Agri untuk mewujudkan pengelolaan kelapa sawit nasional yang berkelanjutan,” ungkap Bernard.
Hubungan yang dibangun dengan petani tidak hanya sebatas penjual dan pembeli. Namun program kemitraan difokuskan pada peningkatan kesejahteraan seluruh petani mitra melalui pendampingan dan praktik-praktik berkelanjutan oleh para petani, termasuk mendorong pengembangan potensi kewirausahaan sebagai sumber pendapatan alternatif.
Bernard menegaskan, komitmen Asian Agri terhadap keberlanjutan bersifat menyeluruh hingga di tahap akhir produksi dan rantai pasok.
“Kami memanfaatkan limbah pabrik dari sisa pengolahan sawit dan dikonversi menjadi energi listrik oleh pabrik biogas yang dibangun oleh Asian Agri. Energi tersebut selanjutnya digunakan oleh perusahaan untuk mendukung kebutuhan listrik Pabrik Pengelolaan Kernel dan kelebihan listrik lainnya dijual kepada PLN untuk turut mendukung pasokan listrik negara. Sedangkan sisa limbah lainnya digunakan sebagai sumber nutrisi tambahan bagi tanaman kelapa sawit,” kata Bernard.
Perusahaan juga memanfaatkan serabut dan cangkang sawit sebagai bahan bakar dapat mengurangi penggunaan bahan bakar berbahan dasar fosil.
Sebagai anggota dari RSPO, ISPO, ISCC, ISO, serta berbagai organisasi yang mendukung pengelolaan sawit berkelanjutan, Asian Agri selalu berkomitmen untuk melakukan pengelolaan tanaman kelapa sawit yang berkelanjutan, dengan turut memperhatikan konservasi dan menjaga keseimbangan ekosistem. “Komitmen dan langkah nyata pekebun baik perusahaan maupun petani kelapa sawit terhadap penerapan keberlanjutan akan menentukan masa depan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional.”(*)