Kreativitas Menembus Batas, Seniman Jambi Berkarya di Tengah Prahara Pandemi
15 min readOleh: Hendry Nursal
JAMBIDAILY JURNAL – “Sekarang Kita beristirahat, dan Pukul: 02.00 wib harus sudah bangun, memulai proses rias wajah. Sementara itu untuk penggunaan pakaian khusus (kostum-red) itu di lokasi,” Begitu Arahan dari pimpinan sanggar Sekintang Dayo, pada Pukul: 21.30 wib di ruang tari Taman Budaya Jambi (TBJ) UPTD Dinas Kebudayaan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jambi, yang terletak di kawasan Sungaikambang, Telanaipura, Kota Jambi Minggu (04/10/2020) malam.
10 Orang penari, 12 pemusik dan anggota lainnya yang turut terlibat dalam Tari Dana Sarah karya Eri Argawan bergegas pulang. Namun hanya sejenak mengambil keperluan pribadi lalu kembali lagi menuju kamar di bangunan khusus peristirahatan tamu (wisma) yang dimiliki TBJ untuk menginap.
Sejuknya malam tak mampu mengantarkan para penari memasuki dunia mimpi lebih dalam. Padahal proses latihan diperpadat menghiasi hari-hari mereka secara rutin, bahkan tiga hari menjelang waktu pertunjukan, Latihan diperpanjang hingga malam.
Walaupun terpaksa dihentikan ketika jarum jam mendekati pukul: 21.00 wib, sebagai bentuk kepatuhan terhadap Surat keputusan Gugus tugas percepatan penanganan covid-19 kota Jambi mengeluarkan surat keputusan bersama Nomor: 02/SKB-GTC/IX/2020 tertanggal 28 September 2020.
Dalam surat tertanda tangan Wakil Wali kota Jambi, termaktub Instruksi Wali kota Jambi ‘tentang Pembatasan dan penghentian sementara kegiatan pada area publik, usaha kepariwisataan, keagamaan dan sosial kemasyarakatan dalam upaya antisipasi dan pencegahan terhadap penularan covid-19’. Salah satu isinya Pemberlakuan jam malam mulai pukul: 21.00 hingga 04.00 wib yang terhitung mulai tanggal 28 September sampai dengan 12 Oktober 2020.
Sehingga proses latihan, terasa lebih berat oleh kewajiban memakai penutup wajah atau masker, akibatnya asupan oksigen lebih minim berimbas pada stamina penari. Disana Eri Argawan selaku koreografer, mencari solusi terbaik bagaimana karya tetap maksimal dengan siasat yang dijalankan ialah durasi lebih banyak istirahat.
Hanya sejenak melepas lelah, semangat juga perasaan bangga mengokohkan jiwa-jiwa perempuan cantik dan terlatih tersebut karena telah menjadi bagian dalam pergelaran istimewa. Tidak gampang berada dalam tim yang akan ditampilkan pada pembukaan Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) Oktober 2020, salah satu rangkaiannya lomba Tari virtual Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepulauan Riau.
Karena seleksi ketat dilakukan Sanggar yang telah berdiri sejak tahun 1993 itu, tercatat tidak kurang dari 200 orang terdiri dari Pengurus, Anggota kelas Pemula, Anggota Pengembangan, Anggota Terampil, Anggota Mahir dan juga Pemusik, mengasah kemampuannya disini.
Tentu kebanggaan merasuki setiap jiwa 10 penari, bukan terbatas diri sendiri, juga sanggarnya terutama bagi provinsi Jambi. Lelah bukan masalah berarti karena bisa tampil di kancah nasional, luar biasanya lagi. Mereka turut menjadi peserta lomba Pekan Kebudayaan Nasional dalam karya ‘Cenenggo’.
Pukul: 02.30 wib para penari terbangun dan bersiap, sejuk malam begitu pekat menusuk. Sunyi, tidak ada terdengar deruan kendaraan hanya suara persiapan dengan sedikit canda diantara penari sembari menuju ruang tari untuk melaksanakan tata rias dan sarapan Pukul: 04.30 wib.
Setelah semua usai, penari dan rombongan menuju lokasi pengambilan gambar berjarak 22 Kilometer dan tiba pukul: 06.00 wib, tepatnya di kompleks percandian terluas di Asia Tenggara, terletak pada tanggul alam kuno Sungai Batanghari, yaitu Candi Muaro Jambi. Situs yang mempunyai luas 12 km persegi, panjang lebih dari 7 kilometer serta luas sebesar 260 hektar.
Disana mereka telah dinanti para tim kreatif dan kru yang akan melakukan perekaman, mereka berasal dari luar provinsi Jambi diterbangkan khusus oleh pelaksana Pekan Kebudayaan Nasional dari Jakarta.
Menariknya rombongan berjumlah 16 orang, tidak menyatu bersama penari, menciptakan jarak walaupun berada di ruang terbuka.
Hal itu dimaksud menjaga protokol kesehatan, menjaga kecurigaan karena berasal dari Jakarta dengan kasus penambahan Corona Virus Disease (Covid-19) yang terus mengalami peningkatan. Rasa khawatir yang sempat berseliweran di kepala penari mereda, mereka tetap fokus untuk mengerahkan kemampuan menuju hasil maksimal.
Proses berlangsung mulai Pukul: 08.00 wib lama hingga pukul: 00.00 wib baru menuju kembali ke kota Jambi, tetapi itu belum usai masih berlanjut keesokan harinya, masih harus terbangun di waktu yang sama.
“Lelahnya karena harus berulang, posisi gambar dari banyak arah dan memakan tenaga. Ada puluhan kali, sangat banyak, hingga 3 kali pergantian kostum. Bahkan di malam kedua tidur pukul: 02.00, Pukul: 03.40 wib sudah kembali bersiap untuk menuju lokasi,” Ujar Bella, salah satu penari yang telah bergabung 8 tahun di Sekintang Dayo.
Serunya dalam penuturan Bella, ada karya khusus yang tercipta dengan durasi hanya 30 menit lalu langsung pengambilan gambar. Ketangguhan sang koreografer dan penari benar-benar diuji, sebab di hari terakhir yang seharunya hanya untuk Gladiresik, dadakan mendapat informasi dari pelaksana pusat bahwa ada satu lagu yang digunakan sebagai Flash Mob dengan karya tari berbeda.
“Saya sangat senang, karena sebagai pembuka hanya provinsi yang terpilih yaitu Jambi. Tidak sedikit sanggar Tari dari seluruh kabupaten/kota dalam provinsi Jambi, Nah..terpilihlah Sekintang Dayo. Di Sekintang Dayo memiliki begitu banyak penari, bangga rasanya saya bisa terpilih, senang rasanya lolos seleksi dari koreografer. Lelah pasti namun dengan satu tujuan hasil maksimal, semua terasa ringan,” Sebut Bella.
“Saya punya satu semangat kalau bukan kita yang melestarikan budaya kita sendiri, siapa lagi? nanti tak berjalan regenerasinya. Maka anak-anak muda berperan untuk itu. Kalau kitanya malu dengan budaya kita atau malah lebih suka dengan budaya milik orang lain seperti kebarat-baratan, siapa lagi kecuali kita sendiri dan berbangga dengan budaya kita,” Ungkap Gadis cantik berusia 19 tahun, yang terlahir pada Juni 2001.
Dorongan untuk menjadi bagian generasi muda pelestari budaya bangsa sendiri, memperkuat diri di tengah masa pandemi ini. Bella bersama rombongan tidak pernah lepas menjalani protokol kesehatan, yang tak henti-hentinya diingatkan Eri Argawan bersama istri selaku pengasuh Sekintang Dayo.
“Ada rasa cemas, cuma karena sudah saling menjaga satu sama lainnya. Terus menggunakan handsanitizer, masker terus dipakai saat tidak dalam proses pengambilan. Saat merias wajah pun kami memakai masker. Tim dari Jakarta juga menjaga jarak, sangat menjaga ketika di lokasi,” Imbuh pemilik nama lengkap Nurhaliza Bella Handayani.
“Kami walau sempat tidak berjumpa di sanggar saat awal-awal pandemi, tetap membuat video-video latihan sendiri-sendiri, karena sangat rindunya latihan kembali. Kini bisa berlatihan dengan tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan, demi kebaikan bersama dan terhindari dari pandemi namun proses kreativitas jangan terhenti,” Tandasnya.
Sekintang Dayo, sanggar tari yang aktif tampil di muka umum dalam rentang dua tahun belakangan lebih dari 21 karya dihadirkan diberbagai kegiatan baik lokal maupun nasional. Selain memiliki jadwal pelatihan tetap dengan membuka kelas-kelas tari sesuai usia, juga memiliki agenda tahunan, ruang bagi para komunitas lainnya yaitu Festival Lah Puar Jelupung Tumbuh.
Saat pandemi datang, semua aktivitas itu dihentikan hingga adanya ketetapan tatanan kehidupan baru (New Normal) sehingga proses bisa berjalan walaupun tidak membuka kelas-kelas latihan tari dan hanya terbatas berkarya khusus saja. Tahun 2020 hanya agenda PKN dan Tari Virtual yang digelar TBJ bulan Agustus 2020 dikuti Sekintang Dayo.
“Apa yang bisa kita lakukan di kondisi seperti ini? ya teruslah berkarya dengan protokol dan mengikuti ketentuan-ketentuan pemerintah. Berkarya tidak boleh mati, mungkin ada cara lain yang bisa kita lakukan. Kami sekintang dayo tetap berproses, protokol tetap juga dijalani. Covid-19 tidak bisa diprediksi, tapi pemerintah membolehkan aktivitas dengan ketentuan tadi,” Ucap Eri Argawan (Kamis, 08/10/2020).
“Memang tidak sepenuhnya seperti sebelum pandemi, kawan-kawan seniman harus menyadari kondisi seperti ini. Produktif jangan mati, kita terus berupaya. Saya selaku juga bagian dari pemerintah yang berada di Disbudpar provinsi Jambi turut mendorong kreativitas, contohnya di bulan depan (November 2020-red) akan ada lomba video kegiatan kesenian dengan protokol. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih untuk TBJ yang sudah turut mendukung dan memfasilitasi,” Tutup Ayah satu anak tersebut.
Goresan Rupa ‘Duo Maestro dan Kartunis Internasional’ Menikam Sepi
Liuk pesona gerak tari itu tak kalah ganasnya dengan goresan indah penggiat rupa di kota Jambi, Sang maestro seni rupa tidak gentar, tidak kalah semangatnya dengan generasi seniman muda di Jambi dengan keterasingan selama kewajiban berdiam diri di rumah imbas covid-19 bahkan di masa New Normal.
Kakek pemilik Empat Cucu dari Dua Anak, Fauzi Z lahir pada November 1953. Fauzi mulai melukis tahun 1969 diusia 15 tahun, aktif berkarya dan aktif membimbing anak-anak, sebagai generasi masa depan seni rupa di Jambi.
“Saya terus berkarya, Pukul: 07.00 wib hingga 12.00 wib melukis, bahkan sekarang sedang menata pameran di rumah karena ada pengambilan gambar untuk program televisi. Tidak hanya berkarya sendiri namun membimbing anak-anak, dengan jumlah terbatas antisipasi pandemi tetap berjalan,” Ungkap Fauzi Z yang kini telah menginjak usia 67 tahun.
Keseharian Fauzi terus berkarya, dan juga giat mempelajari gambar ilustrasi bercerita untuk anak-anak. Walaupun menyandang sebagai seorang tokoh dan maestro seni rupa, tidak membuatnya berhenti belajar hal-hal baru di seni rupa, demikian juga Jaffar Rassuh.
“Berkarya dan melukis terus, melukis itu bagian dari hidup tidak lagi menjadi pekerjaan. Kalau pekerjaan ada tuntutan, kalau ini bukan tuntutan tapi nurani berbicara. Sehingga tidak bisa di paksa-paksa,” Ucapnya.
Pada masa covid-19, menurut Jafar Rassuh bisa lebih produktif karena banyak waktu untuk berdiam di rumah. Namun, semua kembali kepada pelaku seni itu.
“Iya lebih produktif karena waktu berdiam di rumah itu banyak, tapi juga tidak mutlak. Pekerja seni itu tidak terpengaruh waktu, kalau banyak waktu namun gagasannya mentok ya tidak bisa juga. Intinya kerja seni tak sama dengan kerja lain yang bisa dipacu dengan tenaga, itu orang yang berkarya seni bersifat individual. Terkadang seorang pelukis nongkrong berjam-jam belum tentu dapat goresan, butuh konsep, butuh pemikiran,” Tukasnya.
Seniman muda untuk rupa, dengan begitu berkembang pesatnya kecanggihan teknologi informasi seharusnya mampu memberi kemudahan sebab memberikan pengetahuan teknik-teknik terbaru menciptakan karya.
“Seniman muda kita saat ini sudah lumayan bagus, dengan kemudahan informasi di masa kini, contohnya bisa mudah menonton atraksi seni rupa dengan berbagai teknik jadi tidak terbatas atau terhalang lagi hanya sebatas tangan dan kuas saja, saya juga sering menonton terkait atraksi-atraksi melukis. Sekarang banyak teknik, bisa dengan sembur, bisa dengan semprot. Jadi begitu luar biasa kemudahan yang bisa kita lihat dan tonton,” Jelasnya.
Tak henti-hentinya dia belajar, ada kemauan dan ada dasar. Semua membutuhkan proses, apa yang dicapai saat ini mungkin menjadi terbelakang dengan kemajuan akan datang. Maka Jaffar mengingatkan untuk tetap belajar, menjadi salah satu kunci.
“Anak-anak muda sekarang harus bisa lebih produktif lagi karena banyak pengetahuan dari berbagai sumber-sumber tadi, tinggal memperdalam kajian dasarnya lalu dikembangkan. Jika tanpa dasar lantas melihat teknik-teknik aneh-aneh dan diikuti, nanti jadi aneh hasilnya. Padahal segala sesuatu ilmu itu ada yang mendasari pemahamannya. Teori dijadikan pegangan dan satukan dengan dirinya setelah itu dibuang agar bebas berekspresi, lahirlah karya-karya besar. Intinya ada kemauan dan punya dasar, kuncinya dikemauan. Sampai kini saya terus belajar dan tidak pernah berhenti untuk belajar, semua itu berproses,” Tutup Jafar Rassuh.
Tua-tua keladi dalam berkarya pantas kita sematkan kepada Duo Maestro tadi, tapi tidak lantas seniman muda perupa Jambi berdiam diri di tengah pandemi, salah satunya Edi Dharma.
Selaku kartunis muda kelahiran februari 1982, telah tercipta 20 karya karikatur, 10 karya eksibisi pameran dan 10 karya mengikuti berbagai perlombaan hingga menembus dunia Internasional selama pandemi.
Bahkan Sejak Maret hingga Oktober, sedikitnya 5 gelar Internasional dia persembahkan untuk provinsi Jambi yang juga mengharumkan nama Indonesia. “Selama pandemi baik perlombaan maupun eksibisi pameran, serta karya berupa kampanye atau kritik-kritik sosial. Lalu, di salah satu stasiun televisi juga terkait kartun covid-19 setiap pekannya,” Tutur Edi.
Edi Dharma mulai menekuni dunia kartun tahun 1999, saat di bangku sekolah menengah atas (SMA), kisaran usia 16 tahun “Sejak SMA saya sudah menekuni namun masih lepas, dengan cara mengirim ke surat kabar. Sembari melukis dan mengikuti lomba poster,” Katanya lagi.
Dia aktif memberikan pembelajaran di sekolah-sekolah, masuk dalam ekstrakurikuler. Berharap meskipun di masa pandemi, berkarya dan berkesenian tak redup apalagi terhenti. “Seni budaya harus berkembang dalam kondisi apapun, pemerintah sudah banyak beban. Terutama antar seniman jangan putus komunikasi, banyak cara kita berkomunikasi walapun pandemi misalkan virtual. Apapun itu kondisinya kesenian harus tetap berjalan,” Tegasnya.
Seniman Teater Tak kalah Liarnya ‘Hilang Panggung Tetap Menembus Dunia’
Itulah Tari dan rupa menjawab keterbatasan selama pandemi, begitupun seniman panggung yaitu Teater. Seperti Putra Agung, salah satu aktor pentolan Teater Tonggak, Tak kehabisan akal dengan segala cara berkreativitas, kerab mengikuti perlombaan.
Dalam karya Marhallah, Pertunjukan dilakukan secara virtual dan berkolaborasi bersama designer Miss Polo Internasional 2019 serta menggandeng koreografer Dian Anggraini, dari Lampung.
“Proses persiapan berlangsung selama dua bulan di dua tempat, Jambi dan Lampung. Memakai konsep dancefilm artinya melakukan penggabungan antara gerak tari (tubuh pertunjukan) dengan menggunakan teknik pengambilan film. Performer dari karya Marhalah harus mampu melakukan gerak maupun eksplorasi tubuh dengan mengedepankan wilayah ‘rasa’ yang terbangun dari pemahaman perjalanan manusia. Marhalah merupakan pertunjukan dancefilm yang menggambarkan kehidupan serta perasaan manusia tentang cinta,” Terang Putra Agung.
Ada juga ‘Hati yang Meracau’ Karya: Edgar Allan Poe, Dalam rangka mengikuti dua event: Jejak Aktor Virtual 2020 (pelaksana Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, masuk 40 peserta terpilih) dan Festival Monolog BPNB Tanjung Pinang (Masih dalam proses pengiriman).
“Tetap berkarya meski pandemi. Pandemi corona memang menyulitkan semua bidang khususnya seni pertunjukan. Namun seniman adalah manusia kreatif yang harus mampu mengakali dan kreatif dalam segala keterbatasan,” Pesannya, disela-sela latihan untuk pergelaran ‘Lawan Catur’ bersama Teater Tonggak (Jum’at, 09/10/2020).
Senada dengan hal tersebut, Titas Suwanda Ketua Teater Art in Revold (AiR) dalam bincang-bincang ringan menyebut mereka mengurangi aktivitas secara besar, secara personal anggota-anggota mudanya hadir di kegiatan-kegiatan lomba bersifat virtual.
“Kami memang membatasi dan menunda semua agenda pergelaran hingga kondisi benar-benar telah usai dari pandemi. Namun ada beberapa ruang, contohnya agenda perlombaan di TBJ yang bersifat virtual. Nah..generasi muda Teater AiR turut ambil bagian. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, kita tidak boleh berhenti untuk berkarya. Tetap kreatif, tetap produktif, sembari patuhi protokol kesehatan,” Urainya.
Selain Putra Agung dan Titas Suwanda, sebagai calon Aktris muda Jambi berbakat bernama lengkap Saras Tomi Hanafiah, sangat haus ruang ekspresi untuk berkreativitas. Apalah daya pandemi mengunci ruang itu, memasung untuk tetap di rumah. Tapi nanti dulu, Hilang panggung memutar akal salah seorang mahasiswi F-KIP Program studi Seni, Drama, Tari dan Musik (Sendratasik) Universitas Jambi.
Akrab disapa Saras, dia mengaku selama pandemi proses kreatifnya nyaris terhenti seiring jalan dengan terhentinya proses belajar mengajar secara tatap muka di kampus.
“Selama pandemi nyaris tidak ada, sebab adanya aturan dilarang berkumpul. Kalau membuat pertunjukan, saya terbentur oleh ketakutan tidak ada penonton, manajemennya siapa, karena mahasiswa banyak yang pulang kampung, jadi susah juga,” Ujar Saras.
Lantas, mengetahui TBJ menyelenggarakan festival monolog di bulan Oktober 2020. Menjadi kesempatan berharga bagi saras, mengobati kerinduannya terhadap panggung.
Bergegas perempuan cantik pemilik senyum khas kelahiran Maluku Tengah ini, turut ambil bagian sebagai sutradara menggarap naskah ‘Pelacur’ karya Putu Wijaya “Saya sangat senang ada festival monolog, ada ruang berharga tapi tetap patuh protokol kesehatan. Setelah begitu lama tanpa kegiatan, bisa latihan kembali walau dibatasi di beberapa hal,” Ungkap Saras.
“Kalau kita mau, sangat banyak lomba secara virtual asal rajin mencari. Jadi kita bisa ikut berkreativitas termasuk berapresiasi tanpa hadir langsung, banyak kok yang bisa dilakuin tidak hanya di rumah saja, tidak membatas kreativitas kita. Pandemi itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berkreativitas, kita bisa melakukan apapun,” Tuturnya.
Dia anak sulung dari 3 bersaudara, selalu tampil anggun dan cantik. Menariknya tidak serta merta diam saja ketika rekan-rekannya unjuk rasa menolak Undang-undang ‘Omnibus Law’ (Kamis, 08/10/2020)
“Sedikit ragu turun ke jalan, ikut unjuk rasa karena pandemi. Namun kalau bukan mahasiswa siapa lagi, kalau saya hanya di rumah menyaksikan teman-teman berjuang rasanya gimana ya…batin saya berteriak ingin ikut. Tetap kemarin dengan catatan, saya menggunakan masker dan handsanitizer,” Ceritanya sambil tersenyum.
TBJ Membentangkan Ruang Kreatif Semua Penggiat Seni
TBJ ialah laboratorium dan rumah besar seniman Jambi, tidak terbatas hanya di Ibukota provinsi. Posisi itu sudah selayaknya menjangkau hingga 11 kabupaten/kota yang ada.
TBJ menjawabnya, melalui 21 kegiatan seni berbagai gendre (Januari-Desember 2020). Untuk Maret-Oktober terdapat 6 Agenda, karena berjalan ditengah-tengah prahara pandemi, maka semua disajikan virtual atau daring.
“Sesuai anggaran yang telah disediakan pemerintah pusat, tentu saja untuk kinerja penyerapannya harus bagus. Salah satunya dinilai melalui jumlah kunjungan ke TBJ. Pandemi merubah pola semua menjadi Offline (Luring-red), sebab kegiatan disiarkan atau hanya dapat di tonton secara daring,” Jelas Didin Sirojudin, S.Sn Kepala TBJ.
Jika tahun 2018 ada 14 ribu dan 22 ribu tahun 2019, sementara di Januari-Maret 2020 tercatat 1.500 secara luring sebelum pandemi. Pandemi merubah pola pergelaran menjadi virtual, menariknya sejak April-Awal Oktober 2020 terdapat 32 ribu penonton yang mengunjungi berbagai pergelaran seni di TBJ melalui Channel Youtube.
“Sebagai labor di kesenian tetap beraktivitas untuk menjadi tempat pembinaan, sebab menjadi kewajiban TBJ juga melaksanakan pembinaan. Sesuai UU No.5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, salah satunya adalah pembinaan dapat berjalan dengan baik,” Tutur Didin.
Seniman rupa memang lebih banyak berkarya di luar fasilitas TBJ, mungkin sifatnya individual. Sementara untuk Tari, Musik Tradisi dan Teater sebagian besar berproses di TBJ.
Disamping Tari, Teater dan Seniman rupa yang tidak menurun daya kreativitas ada juga komunitas musik tradisi mengikuti Festival Musik Tradisional Indonesia (FMTI) 2020 yang diselenggarakan oleh Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru-Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pada Agustus 2020 yang lalu.
Gong Sitimang dibawah Pimpinan Alex AR dan Andy Gomes berhasil menorehkan prestasi lolos seleksi tahap II, menyajikan karya ‘Rentak Chn-PI. “Kita bangga dengan hasil ini, dan patut diapresiasi. Saya selaku kepala Taman Budaya Jambi sebagai fasilitator dalam proses terus mendukung. Ini tahap II kita berdoa bersama masuk nominasi terbaik, tentunya akan menjadi prestasi tidak hanya seniman atau taman budaya saja namun untuk provinsi Jambi,” Terang Didin.
Pengumuman Hasil Kurasi Tahap Kedua, Festival Musik Tradisional Indonesia 2020, berdasarkan surat keputusan Nomor: 0852/F3/KP/2020 tentang Hasil Kurasi Tahap Kedua Festival Musik Tradisional Indonesia tahun 2020, tanggal 18 Agustus 2020 tertanda tangan Ahmad Mahendra selaku Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru.
“Regenerasi menjadi perhatian dari kami seniman, sehingga pada karya ini terdapat seniman lintas usia. Kedepan harapannya proses kreatif dari seniman-seniman muda kita akan terus menoreh prestasi terbaik,” Tandas Andy Gomes, selaku pimpinan Gong Sitimang beberapa waktu yang lalu.
Didin melalui TBJ memberikan dukungan penuh atas setiap proses kreatif seniman-seniman tersebut. Dia berharap pada generasi seniman muda terkhusus di masa pandemi yang belum usai.
“Sebagai seniman tentu sebagai basicnya kreativitas, baik itu diluar TBJ maupun di dalam, tapi tetap patuh protokol selama pandemi. Bagaimanapun kita berkarya jangan sampai menimbulkan masalah baru, jangan sampai seniman yang memiliki kebebasan kreatif justru terpapar. Waspada covid-19 tetap berkreativitas, produktif dan berkarya tentunya,” Pungkas Didin.
Sejuknya malam tak mampu mengantarkan para penari Sekintang Dayo memasuki dunia mimpi lebih dalam, Goresan Rupa ‘Duo Maestro dan Kartunis Internasional’ Menggeliat melawan sepinya keterasingan begitupun Seniman Teater dan Musik Tradisi tak kalah Liarnya Walau kehilangan panggung tetap menembus dunia, Inilah mereka Penyintas dalam karya selama Pandemi Covid-19
…
*Penulis adalah: Wartawan dan Pemimpin Redaksi jambidaily.com
Jurnal Lainnya:
Peretas Mimpi di Ujung Jalan, Tetap Kreatif Walau Tak di Panggung
Jangan Menunggu, Resiko Hidup Tak Ragu-Ragu untuk Datang
Relakan Uang Sendiri, Pejuang Kesehatan dari Belahan Timur Provinsi Jambi