Kaum Milenial Bisa Apa? Memahami Teks dan Konteks
4 min readOleh: Bahren Nurdin (*)
JAMBIDAILY JURNAL PUBLIK – Jika judul di atas dipertanyakan kepada saya, maka saya jawab, “Bisa banyak”. Secara positif saya melihat Kaum Milenial negeri ini telah banyak memberikan sumbangsih terbaik mereka sesuai kompetensi yang mereka miliki masing-masing. Ups… tunggu dulu, saya tidak ingin terjebak oleh kata ‘milenial’, saya sebut saja ‘anak muda’.
Heboh dan menjadi viral ketika Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputeri mempertanyakan eksistensi dan kontribusi kaum muda kepada bangsa ini. “Saya mau tanya, hari ini apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi membuat kita sudah viral tanpa harus bertatap langsung?”. Viral karena terjadinya pro dan kontra atas pertanyaan tersebut. Beberapa anak muda kemudian langsung merespons dan bahkan ada yang ‘tersinggung’.
Saya tidak dalam posisi pro dan kontra tersebut. Silahkan saja masing-masing orang memiliki sudut pandang sendiri-sendiri. Saya hanya ingin melihat persoalan ini dari sisi teks dan konteks secara positif dan objektif. Apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Megawati secara tekstual dan kontekstual?
Secara tekstual, dari kata-kata yang diucapkan (konten analisis), kalimat “Hari ini apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi membuat kita sudah viral tanpa harus bertatap langsung?”, Jika disederhanakan, “Kaum milenial, anda semua sudah hebat-hebat, loh. Anda sudah tahu teknologi, loh. Anda bisa mengerjakan banyak hal tanpa harus tatap muka, loh. Terus, dengan ‘kecanggihan’ ini, kalian sudah berbuat apa untuk bangsa kita?”. Saya rasa ini poin yang ingin disampaikan.
Jika begitu, seharusnya tidak perlu ada yang tersinggung. Karena sesungguhnya anak-anak negeri ini sudah banyak menunjukkan buktinya, khususnya di bidang pemanfaatan tekhnologi digital. Lihat saja, beberapa apilikasi besar di negeri ini dibuat dan dimiliki oleh anak-anak muda Indonesia. Terlepas dari segala persoalannya, Ruang Guru, Gojek, Bukalapak, Traveloka, Mivo, Babe dan masih banyak lagi yang mungkin tidak sepopuler aplikasi-aplikasi ini, telah berkontribusi besar untuk rakyat Indonesia. Sudah berkontribusi!
Lantas, jika Megawati menyoroti masalah demo, “Apa sumbangsih kalian terhadap bangsa dan negara ini? Masa hanya demo saja,”. Saya rasa, frasa “masa hanya demo saja” tidak boleh terlepas dari sorotannya terhadap demo yang menimbulkan kericuhan, pengrusakan, dan anarkis. Dengan kata lain, Megawati ingin menyampaikan, “kalau hanya merusak dan anarkis, ngapain demo?”. Itulah mengapa Megawati memberikan tawaran “Kalau enggak cocok pergi ke DPR. Di sana ada yang namanya rapat dengar pendapat itu terbuka bagi aspirasi kalian,”
Maka, saya rasa poinnya ada pada penolakan terhadap demo yang destruktif. Bukan demonya. Bagaimana mungkin Megawati anti demo? Bukankah beberapa pemangku kebijakan bangsa ini (pemimpin) adalah mereka-mereka dulu yang juga berdemo? Bahkan, beberapa kader PDI-P baik di pusat mau pun di daerah adalah aktivis-aktivis yang akrab dengan demonstrasi?
Pun, demo adalah salah satu bentuk kontribusi nyata anak-anak muda bangsa ini untuk menjalankan fungsi kontrol sosial mereka. Tidak ada yang salah dengan demo. Tentu, demo yang aspiratif dan kontstruktif. Demo yang salah itu adalah yang ‘dihiasi’ oleh vandalisme, anarkisme, dan sebagainya. Kita semua pasti menolaknya.
Secara kontekstual, karena acara ini adalah acara internal partai, pertanyaan-pertanyaan dan pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh Megawati ditujukan lebih kepada kader PDI-P sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam partai ini pun banyak bernaung anak-anak muda, baik yang memegang jabatan di stuktur partai maupun di pemerintahan. Intinya, saya melihat ada ekspektasi besar yang dimiliki Megawati terhadap generasi bangsa ini.
Dengan menyebutkan prestasi-prestasinya selama ini, Megawati juga menyampaikan pesan tersirat bahwa kami, ‘kaum tua’, yang boleh jadi buta tekhnologi, yang belum bisa ‘viral’ seperti kalian hari ini, bisa berkontribusi lebih dengan berbagai prestasi yang ditorehkan. Ada keinginan besar untuk memompa semangat kaum muda saat ini (kaum milenial) untuk berprestasi yang lebih banyak lagi.
Sekali lagi, semangat Sumpah Pemuda adalah semangat persatuan; satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Dengan semangat persatuanlah kita akan mampu melihat segala persoalan dari berbagai sudut pandang yang positif. Saya sangat yakin bahwa anak-anak muda bangsa ini sedang berjibaku untuk memberikan kontribusi terbaiknya untuk bangsa ini. Saya rasa, Megawati, sebagai orang tua, juga sedang memotivasi anak-cucunya untuk berbuat lebih dan lebih.
Akhirnya, saya tidak sedang berdiri di sebelah mana pun. Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk melihat persoalan bangsa ini secara positif dengan cara menempatkan teks dan konteks secara tepat dan objektif. Dengan cara inilah kita bisa menghindari segala bentuk kesalahpahaman dan provokasi. Anak-anak muda bangsa ini sudah dan akan terus memberikan berkontribusi terbaiknya untuk bangsa ini. Sebagai orang tua, dengan gaya bahasanya sendiri, Megawati tentu ingin anak-anak muda bangsa ini mencapai prestasi yang lebih dan lebih lagi. Tidak perlu ada yang tersakiti. Semoga(*)
Penulis adalah : (Akademisi UIN STS Jambi dan Direktur PUSAKADEMIA)