26 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Kisah di Pagi Hari

2 min read

Province of Jambi, Indonesia. September 2013 - Musri Nauli, managing director of activists group "Whali Jambi", one of the main NGO of Indonesia that support communities affected by land-grabs. (Photo by Alessandro Rota/Getty Images)

Oleh Musri Nauli

JAMBIDAILY JURNAL – Di sebuah pertemuan di pagi hari, bertemu politisi senior saya sempat bertanya.

“Bang. Ngapo dak maju menjadi Kepala Daerah. Pasti banyak yang mendukung abang”, kata saya penasaran. Pertanyaan yang menjadi orang banyak.

“Tidak dindo. “Presiden kito orang Mudo. Pasti sering menemani Presiden. Nah, kalo orang tuo, kagek saro mengikuti langkah Presiden”, katanya. Sayapun tersenyum.

“Ah. Abang ado-ado be. Bukankah kalo sudah tua, pasti bijaksana. Dan sudah banyak makan asam garam”, kata saya semakin penasaran.

idak, Dindo. Ini serius. Kagek  saro kito nak ngikuti Presiden. Tengoklah kepala daerah di Jawo tuh mudo-mudo”, meyakinkan saya. Jawaban yang tidak penting bagi saya.

Entah mengapa pikiran saya menerawang. Saya browsing internet. Saya tonton youtube. Saya amati. Apakah benar yang dikatakannya.

Berbagai tayangan menunjukkan keunikan Jokowi. Lihatlah. Bagaimana para paspampres “ketar-ketir” melihat masyarakat “berduyun-duyun” meminta selfie.

Atau “keunikan” Jokowi diberbagai peristiwa yang membuat saya kadangkala geli mendengarnya.

Cerita tentang melihat pengungsi Sinabung. Entah mendapatkan sumber informasi dari mana, tiba-tiba Jokowi malah “mengeloyor” dari tempat protoker yang disiapkan.

Setelah “berbasa-basi” sejenak dengan petinggi Pemerintahan-paling banter 15, tiba-tiba Jokowi meninggalkan tempat acara.

Padahal layar besar telah disiapkan. Berbagai materi “presentasi” upaya pemerintahan Sumut telah dirapikan.

Namun dasar Jokowi. Jokowi kemudian “menghilang” dan menemui para pengungsi Sinabung yang “ternyata” sama sekali tidak “diurus”.

Dengan santai Jokowi “memanggil” masyarakat, duduk dibawah pohon sembari mendengarkan “omelan” dari pengungsi yang sama sekali tidak “diurus” oleh Pemerintah Daerah.

Atau “peristiwa” menggelikan di Kalimatan. Setelah melihat “teatrikal” para pemadam kebakaran yang “heroik” memadamkan api, Jokowi lalu pulang meninggalkan tempat kebakaran.

Semua berkeyakinan, Jokowi kembali ke hotel untuk istirahat.

Namun lagi-lagi karena “keisengan”, Jokowi kemudian mendatangi tempat yang sama. Dan ternyata membuat Jokowi geleng-geleng kepala.

Api masih berkobar. Sementara para pemadam kebakaran yang secara teatrikal memadamkan api malah sudah pulang.

Namun bukan “keisengan” dari pesan cerita diatas. Tapi “kelincahan” dari Jokowi yang harus diikuti oleh Pemerintah daerah untuk “mengejar” langkah cepat Jokowi. Dan saya kemudian mengerti. Mengapa sang politisi senior menolaknya.

Sayapun meneguk kopi. Terasa nikmat kopi yang diteguk. (*/Advertorial)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 43 = 49