15 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Petani Menjerit Gegara Harga Pupuk Subsidi Meroket

2 min read

JAMBIDAILY EKONOMI-Sejumlah petani hortikultura di Kota Sukabumi menjerit akibat harga pupuk bersubsidi meroket alias naik tajam. Para petani bahkan terpaksa menghentikan masa tanamnya.

Seperti diungkapkan Aisyah (57) yang tergabung di Kelompok Tani Kampung Cibungur, Kelurahan Sindangpalay, Kecamatan Cibeureum. Dengan tingginya harga pupuk, dirinya terpaksa harus menghentikan menanam padi. Padahal sebelumnya Aisyah sudah melakukan penggemburan lahan.

“Pas mau beli pupuk untuk benih padi yang akan ditanam, eh harga pupuk naik. Terpaksa saya hentikan dulu menanam padinya,” kata Aisyah.

Dirinya menuturkan, pupuk yang naik itu jenis urea yang biasanya dibanderol sekitar Rp 2500 per kilogram kini menjadi Rp 7000 per kilogram. Begitu juga dengan jenis phonska yang tentu akan lebih tinggi dari harga urea.

“Sebelumnya harga pupuk urea itu per karung mencapai Rp 90 ribu dan phonska per karungnya Rp 115 ribu. Tapi informasinya phonska itu menjadi Rp 140 ribu per karungnya. Selain naik, pupuk juga sulit didapat saat ini,” jelas Aisyah.

Dia mengatakan, jika tetap dipaksakan tentu akan merugi sebab tidak sebanding dengan pendapatan. Apalagi saat ini, upah tenaga penggarap juga ikut naik.

“Jika dilanjutkan jelas rugi besar. Sebab setelah dihitung-hitung biaya produksi akan lebih tinggi dibanding dengan hasilnya nanti,” kata Aisyah.

Dia juga mengaku bingung kenapa harga pupuk bisa naik, sementara harga jual gabah tetap. Jika situasi ini berlanjut tentu saja akan berdampak juga terhadap perkonomian petani.

“Harga gabah basah yang saya jual itu masih di angka Rp 400 ribu per satu kuintal dengan lahan yang saya miliki 2500 are. Di sisi lain harga pupuk naik tapi harga gabah tetap,” ujar Aisyah.

Untuk itu, dia berharap pemerintah bisa memberikan solusi atas kenaikan harga pupuk bersubsidi. Ditambah pupuk juga susah didapat.

“Saya minta pemerintah mencarikan solusinya. Jangan sampai petani berhenti menanam padi,” kata Aisyah. (ask/sam)

Sumber: Siberindo.co

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

92 − = 86