Pantang Lelah dalam Keterbatasan, Terus Belajar Menggali Potensi untuk Mengukir Karya
6 min readJAMBIDAILY JURNAL – Lelaki Tunadaksa di kota Jambi menunjukkan pada dunia, keterbatasan bukanlah suatu penghalang bagi dirinya untuk terus belajar dalam menggali potensi diri, sehingga memberikan inspirasi bagi disabilitas bahkan siapa saja untuk mampu mengukir karya.
Berkarya juga baginya tidak harus terbatas oleh ruang dan waktu, banyak cara agar dapat menyalurkan potensi diri kepada khalayak. Terpenting dapat bermanfaat positif, dapat menjadi motivasi bagi siapa saja yang menikmati hasil kreativitas.
Kalangan seniman dan warga di kota Jambi khususnya, mengenal dia sebagai komedian. Tak heran selain hadir secara langsung dalam berbagai kegiatan besar, juga menghiasi layar kaca televisi-televisi lokal bersama dua orang rekannya Zidan dan Yudi bernama Maoyuzai, terkini dikenal dengan sebutan Plegek.
Saat Covid-19 mewabah di Indonesia, berbagai kegiatan panggung menurun sangat pesat. Sehingga berimbas pada profesinya menjadi pemandu acara berskala besar hingga hajatan pernikahan yang biasa dilakoni, sembari mengocok perut para tamu yang melihatnya beraksi.
“Yang terpenting kita butuh kreativitas untuk menembus berbagai macam permasalahan. Bukan bicara pintar, namun kreativitas. Kita sedang perang terhadap Covid-19, salah satu caranya ya…dilawan dengan kreatif. Jangan banyak tidur selama pandemi, jangan mau tidur untuk melanjutkan mimpi tapi harus bangun untuk mengejar mimpi,” Ungkap Amao, dengan guyonan-guyonannya mengundang tawa.
Sebagai penggiat disabilitas dan tercatat mengemban amanah ketua paralympic komite Kabupaten Muaro Jambi, dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama disabilitas, agar dapat terus memupuk motivasi dan bangkit menatap kehidupan.
Amao menunjukan rasa optimisme bagi disabilitas termasuk siapa saja terutama kaum muda, bukan menjadi tantangan berarti adanya pandemi covid-19. Tetapi, tidak menampik efek yang dihadapi baik untuk dirinya pribadi maupun kaum disabilitas lainnya di kota Jambi.
Dia mencontohkan Atlet Difabel, saat ini terhenti berlatih akibat dibatalkan berbagai perlombaan. Sehingga bonus-bonus sebagai penghasilan menjadi hilang dan tidak didapatkan karena pandemi, lalu pekerja kreatif dilingkup industri rumah tangga menanggung turunnya pembeli dan daya minat pasar “Saya berharap itu menjadi perhatian, perhatikan disabilitas jauhkan kami dari komoditi politik belaka,” Tegasnya.
Tidaklah sulit kata Amao, mengurusi disabilitas di masa pandemi walaupun efek tersebut sedang mereka alami, karena dia menganggap ‘telah lama mati’ jauh sebelum pandemi.
“Tidak sulit mengurusi disabilitas, mereka makan sepiring dengan nasi yang sama. Disabilitas itu sudah lama mati dalam tanda kutip sebenarnya di kehidupan sosial. Coba lihat kondisi terkini, mereka yang normal tidak bisa keluar rumah saat ada pembatasan mereka baru lah terasa, sementara kami yang tidak memiliki kaki sudah sangat lama tidak bisa keluar rumah. Akibat covid-19 Tidak punya uang bayar tagihan listrik pada mengeluh karena gelap, nah…tunanetra sudah sangat lama merasakan gelap itu. Jadi kondisi sosial di masa covid-19 telah kami alami terlebih dulu” Bebernya.
Biasa disapa Amao, Dia bernama lengkap Andi Pradinata, lahir di kota Jambi 16 Agustus 1984. Terlahir normal sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara. Tetapi benturan psikologis sempat menerpa, kesehariannya harus menelan pil pahit menjadi seorang Tunadaksa diusia 14 tahun tepatnya tahun 1998 saat peristiwa kecelakaan, Amao tersengat listrik yang menjadi penyebab cacat tubuh.
Kehilangan lima jari dan satu telapak tangan kanan yang diamputasi hingga mendekati siku, tidak menjadikannya berlarut-larut, tetap tegak berdiri menjalani hidup bahkan tak henti-hentinya menorehkan prestasi di dunia seni.
Selain menjalani pendidikan formal, masa muda Amao terus diisi dengan kegiatan positif terutama sebagai komedian. Dia berprinsip ingin hadir lucu, menghibur, menggembirakan orang banyak juga menginspiratif.
Lalu bertemu tambatan hati dan melepas lajang di tahun 2012 bukan menjadi pengaruh berarti sehingga mengurangi kejernihan kreatifnya, Amao semakin ‘gila’ dalam berkarya. Dua anak lelakinya pun turut diperkenalkan dunia seni, dilibatkan dan tampak hadir dalam berbagai karya kreatifnya.
Namun tidak hanya komedian, yang hanya terbatas di guyonan atau banyolan saja, Amao juga telah beberapa kali melahirkan karya musik, teranyar ada 9 lagu Jambi komedi yang sedang proses pendaftaran masuk ke Wahana Musik Indonesia, label yang menerbitkan hak cipta. Lagu telah usai dikerjakan kini disamping menunggu proses hak cipta juga penggarapan video klip.
“Lagu semua saya ciptakan termasuk pembuat komposisi musik (Aransemen-red), dengan target awal diluncurkan akhir tahun 2020. Tetapi karena kondisi karena satu dan dua hal belum terwujud, mungkin Awal Juli 2021. Ya..menjadi pengisi waktu saya, saat tidak ada aktivitas di kebun atau saat ketemu rasa,” Ujar Amao (Senin, 18/05/2021).
Dengan begitu, kata Amao potensi diri terus terasah dan produktif dalam berkarya. Ada 9 lagu yang telah melalui proses Pencampuran audio (Mixing). Menariknya tidak hanya Amao, album tersebut dinyanyikan serta video klip diisi bersama Istri dan sang buah hati.
“Ada 9 lagu telah mixing, yang belum ada belasan lagi. Lagu itu, terkait pesan moral di masyarakat. Misalkan jual beli tanah, atau mahar pernikahan yang kemahalan dan penyakit sosial lainnya, disajikan ber-ala komedi dengan gendre musik Melayu Jambi. Dinyanyikan sekeluarga, video klip sekeluarga. Maka saya akan beri label Keluarga Abdul Amao, lagu juga berisi pesan sosial dan permasalahan keluarga, seperti Suami takut bini, Celano Koyak dan lainnya. Nanti berbahasa melayu Jambi, tetapi ada terjemahan bahasa Indonesia,” Sebut Amao.
Proses terciptanya dengan durasi bervariasi, ada lagu yang tercipta beberapa bulan belakangan di masa pandemi maupun 3 tahun lalu. Hal itu diakui Amao akibat kurang terkelolanya waktu dengan baik, termasuk menunggu momen dan iklim permusikan di Jambi khususnya.
“Iya selain waktu yang tak terkelola dengan baik, juga menunggu momen dan iklim permusikan. Coba perhatikan trend saat ini mulai bergeser, seiring berkembangnya media sosial. Dulu 5 menit masih suka, lalu menjadi 3 menit, 1 menit bahkan sekarang hitungan detik udah cukup bagi penonton, ini bukti selera itu dinamis,” Urainya menggambarkan.
Sebagian besar lagu terlahir, dari keresahan Amao atas perubahan dan pergeseran nilai-nilai di masyarakat akibat dari gaya hidup serta gengsi “Contohnya Mahar Pernikahan, maharnya begitu besar sementara secara agama tidak ada mengatur itu bahkan adat. Adat bilang tak penuh keatas penuh kebawah ‘pipih bisa dilayangkan, bulat bisa digelindingkan’ ‘bulat aek di muaro, bulat kato di mufakat’. Ini semua disebabkan gengsi akibatnya menunda perkawinan, dan itu menjadi dosa,” Imbuh Amao.
Album tersebut pada akhirnya, diharapkan selain sebagai pesan bagi masyarakat umum juga bagi kaum disabilitas untuk berani menunjukan potensi diri dan terus belajar “Disabilitas bukan mau bersaing cuma berikan kami kesempatan yang sama. Kalau saya menggambarkan ‘disabilitas tutup mata, Non disabilitas buka mata’ artinya siapapun anda lihat kami dan saya berpesan pada saudara-saudara disabilitas abaikan diskriminasi, harus berani menunjukan serta menggali potensi diri, tentunya terus belajar,” Harap Amao, mengakhiri pembicaraan.
(Hendry Nursal)