16 November 2024

Jambi Daily

Media Online Publik Aksara Propinsi Jambi

Pengaruh Opini Penasehat Kasus ITLOS 21 di Indonesia

5 min read

Ilustrasi illegal fishing di perairan Indonesia. (Foto: IQMS)

JAMBIDAILY JURNAL – Indonesia ialah negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya merupakan perairan laut dengan panjang garis pantai 95.181 km dan luas laut 5,8 juta km2. Kondisi geografis tersebut memberikan kekayaan berupa sumber daya laut dan ikan yang melimpah.

Potensi tersebut jika digarap secara optimal dengan tetap berpedoman pada sustainable fishing, akan berdampak signifikan terhadap perekonomian khususnya pada industri perikanan Indonesia. Selain memberikan potensi besar bagi industri perikanan, juga menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk melindungi sumber daya laut Indonesia dari kegiatan IUU Fishing. Indonesia merupakan salah satu negara yang merasakan dampak besar dari kegiatan IUU Fishing. Kerugian Indonesia akibat illegal fishing telah dihitung oleh Bank Dunia dan FAO sekitar 20 miliar dollar AS atau setara Rp 240 triliun per tahun.

Pencurian ikan besar-besaran oleh kapal asing plus penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan bahkan cenderung merusak alam telah membuat sebagian besar perairan Indonesia dalam kondisi kritis. Beberapa wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia masuk dalam kategori merah untuk sejumlah jenis ikan dan biota laut lainnya.

Kondisi ini menunjukkan terjadinya overfishing di perairan Indonesia. Berkaitan dengan masifnya latar belakang kegiatan IUU Fishing di perairan Indonesia, penting untuk melihat relevansi antara Advisory Opinion Kasus ITLOS 21 dengan kondisi di Indonesia. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Advisory Opinion tidak memiliki kekuatan mengikat dan hanya diberikan kepada anggota Sub-regional Fisheries Commission (SRFC) untuk membantu negara-negara anggota SRFC dalam menentukan tindakannya terkait isu sumber daya maritim/IUU.

Advisory Opinion dapat berkontribusi pada penjelasan dan penerapan hukum internasional. Hal ini dapat dilihat pada paragraf 77 Advisory Opinion Kasus 21, di mana ITLOS menjelaskan bahwa Advisory ini akan berkontribusi pada implementasi UNCLOS. Dengan demikian, Advisory Opinion secara tidak langsung dapat mempengaruhi negara-negara peserta UNCLOS, termasuk Indonesia, khususnya mengenai kewajiban Indonesia sebagai flag state terkait dengan IUU Fishing dan dalam kondisi apa Indonesia dapat mengklaim flag state responsibility ketika kapal yang mengibarkan benderanya melakukan IUU Fishing.

Terkait dengan Advisory Opinion ini, Indonesia harus mengikuti dan mematuhi kewajiban yang digariskan oleh ITLOS untuk mencegah kapal berbendera Indonesia melakukan kegiatan IUU Fishing di perairan negara lain. Selain itu, salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam upaya penanggulangan kegiatan IUU Fishing di perairan Indonesia adalah dalam kondisi apa Indonesia dapat memikul tanggung jawab bendera negara ketika kapal-kapalnya melakukan kegiatan IUU Fishing di ZEE Indonesia?

Berdasarkan Pendapat Penasihatnya, ITLOS memandang bahwa ketentuan dalam pasal 58 ayat 3, pasal 62 ayat 4, serta pasal 192 UNCLOS memberikan kewajiban kepada negara bendera untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa setiap kapal yang menerbangkan bendera tidak terlibat dalam kegiatan IUU Fishing. Kewajiban adalah kewajiban perilaku negara bendera dan bukan kewajiban hasil dan kewajiban ini telah dipenuhi jika uji tuntas yang tepat dilakukan oleh negara bendera. Terkait dengan beberapa kegiatan IUU Fishing yang terjadi di perairan Indonesia, terdapat beberapa kasus dimana nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing dikawal oleh pejabat dari negaranya, yang artinya negara bendera telah terlibat langsung dalam kegiatan IUU Fishing. Misalnya, kasus yang dihadapi Pemerintah Indonesia dengan kapal nelayan berbendera China, yakni Kway Fey 10078 yang diduga melakukan kegiatan IUU Fishing di ZEE Indonesia.

Dalam kasus khusus ini, sebuah kapal penjaga pantai China membantu Kway Fey untuk melarikan diri dari yurisdiksi Indonesia dengan menabrak Kway Fey 10078. Akibatnya, Pemerintah Indonesia tidak dapat menegakkan yurisdiksinya atas Kway Fey 10078 dan Pemerintah China meminta Indonesia untuk membebaskan delapan orang China. warga negara yang telah ditahan. Contoh lain pada Februari 2019 TNI AL berhasil menangkap empat kapal penangkap ikan berbendera Vietnam di perairan Natuna Utara, kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa empat kapal penangkap ikan Vietnam dikawal oleh dua kapal pengintai yang menangkap ikan di Indonesia. perairan.

Susi Pudjiastuti mengatakan penangkapan empat kapal Vietnam itu menambah catatan panjang pencurian ikan di perairan Indonesia oleh kapal berbendera Vietnam. Bahkan, dalam sebulan terakhir, kapal penangkap ikan dari Vietnam kerap melibatkan kapal patroli pemerintah Vietnam, Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS). Kasus serupa terjadi pada Desember 2019 ketika kapal nelayan China yang dikawal pasukan penjaga pantai China berlayar di perairan Natuna.

Berdasarkan hasil pertemuan antar Kementerian RI menegaskan terjadinya pelanggaran ZEE Indonesia, antara lain kegiatan IUU Fishing dan pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRC di perairan Natuna. Kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa praktik IUU Fishing yang dilakukan oleh nelayan asing di Indonesia telah melibatkan lembaga/pejabat dari negara bendera. Ini menunjukkan bahwa bendera tersebut menyatakan telah melanggar kewajiban internasionalnya dengan tidak melaksanakan kewajiban uji tuntasnya untuk memastikan kapal yang mengibarkan benderanya tidak melakukan kegiatan IUU Fishing.

Negara tidak melakukan tindakan yang “perlu dan tepat” untuk memenuhi kewajibannya, bahkan mereka terlibat secara langsung melalui aparatur negara dalam mengawal dan membantu nelayannya untuk melakukan kegiatan IUU Fishing di perairan Indonesia. Ini merupakan pelanggaran terhadap kewajiban internasional negara bendera. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan Advisory Opinion Kasus 21 ITLOS, Indonesia dapat memikul tanggung jawab bendera negara untuk ikut mengawal nelayannya dalam melakukan kegiatan IUU Fishing dan tidak melaksanakan kewajiban internasionalnya dalam melakukan due diligence untuk mencegah kapal yang mengibarkan bendera tersebut dari melakukan kegiatan IUU Fishing. (***)

 

 

….

Ditulis
Oleh: Rimbun Sariada Simanullang
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 87 = 97